Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Faisal Basri: Direksi Garuda harus Teriak kalau Dipaksa Oknum Penguasa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 18 Agustus 2015, 22:12 WIB
Faisal Basri: Direksi Garuda harus Teriak kalau Dipaksa Oknum Penguasa
faisal basri
rmol news logo Di bawah kepemimpinan baru, maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia berbenah. Hasilnya sudah mulai kelihatan.

"Tahun 2015 Garuda telah membukukan laba. Load factor naik cukup signifikan. Garuda merestrukturisasi rute, mengurangi kursi kelas bisnis, merestrukturisasi tarif, dan memotong berbagai pos pengeluaran," tulis pakar ekonomi Faisal Basri seperti dikutip dari blog-nya.

Dia mengingatkan, tiga direksi sebelumnya selalu meninggalkan utang di akhir masa jabatan dan penggantinya selalu meminta pertolongan pemerintah menutup utang Garuda dalam bentuk penyertaan modal pemerintah.

"Semoga direksi sekarang tidak melanjutkan tradisi kurang terpuji itu," ungkapnya. (Baca: Polemik Airbus A350, Faisal Basri Sejalan dengan Rizal Ramli)

Karena itu, jajaran direksi maskapai BUMN tersebut harus membatalkan rencana pembelian 30 unit pesawat Airbus A350. Bahkan bila perlu direksi berteriak kalau terus dipaksa. (Baca: Faisal Basri: Lebih Baik Garuda Garap Rute Timteng dan Domestik)

"Kalau Garuda dipaksa oleh oknum penguasa, jajaran direksi harus berteriak agar tidak lagi terbebani di masa mendatang yang akhirnya seluruh rakyat yang menanggungnya," demikian Faisal Basri.

Faisal menungkapkan itu menanggapi press release Air Bus pada 15 Juni 2015 lalu tentang penandatanganan Letter of Intent (LOI) pembelian 30 pesawat A350 XWB oleh Garuda Indonesia.

Pesawat itu akan digunakan untuk mengembangkan medium and long haul network Garuda Indonesia dengan kemampuan untuk terbang non-stop dari Jakarta atau Bali ke Eropa.

Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Ikhsan Rosan menerangkan, pembelian pesawat Airbus 350 baru sebatas Letter of Intention. Artinya, baru penandatangan dokumen bisnis namun secara hukum sifatnya tidak mengikat.

"Kami masih menjajaki pesawat mana yang akan kita pakai. Kita memang mau beli, tapi belum ada keputusan. Jadi sifatnya hanya Letter of Intention," tandasnya.

Isu rencana pembelian pesawat Airbus A350 oleh Garuda tersebut menghentak publik setelah Rizal Ramli angkat bicara sehari pasca dilantik menjabat Menko Kemaritiman. Bahkan dia sudah menyampaian penolakannya tersebut kepada Presiden Jokowi.

"Saya bilang, Mas, saya minta tolong layanan diperhatikan. Saya tidak ingin Garuda bangkrut lagi karena sebulan yang lalu beli pesawat dengan pinjaman 44,5 miliar dollar AS dari China Aviation Bank untuk beli pesawat Airbus A350 sebanyak 30 unit. Itu hanya cocok untuk Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa," tegasnya.

Apalagi, dia menambahkan, rute penerbangan tersebut tidak akan menguntungkan bagi Garuda. Sejauh ini, rute internasional ke Eropa itu selalu membuat Garuda  merugi karena tingkat keterisian penumpangnya hanya 30 persen. Bahkan, Singapore Airlines yang punya rute ke Amerika Serikat dan Eropa juga mengalami kinerja keuangan yang kurang baik.

Oleh karena itu, dia menyarankan, ketimbang mengembangkan bisnis penerbangan rute internasional, lebih baik Garuda membeli pesawat Airbus A320 dan memilih fokus menguasai bisnis penerbangan domestik dan regional Asia.

"Kita kuasai dulu pasar regional lima sampai tujuh tahun ke depan. Kalau sudah kuat, baru kita hantam," tegas Rizal sambil menambahkan, Presiden setuju dengan usulannya tersebut. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA