"Aku diusir Bu Guru Pak...!" jawab Ucok.
"Bah..! Kenapa kau diusir?" tanya Bapak Ucok.
"Bu Guru nanya..., siapa yang tandatangan teks proklamasi?" jawab Ucok.
"Lantas kau jawab apa?" kejar Sang Bapak.
"Bukan aku Bu....! Sumpah! Bukan aku, Bu!" terang Ucok kepada Bapaknya.
"Ah, kaupun...! Ngaku sazalah kau, apa salahnya? Zaman sekarang susah masuk sekolah..!" sergah Bapak Ucok.
"Iya.. Iya Pak yaaa!" ujar Ucok.
Keesokannya, si Ucok pulang cepat. Dengan tampang yang lebih kusut lagi. Melihat itu Sang Bapak kembali bertanya.
"Massam mananya Ucok?" tanya Bapak Ucok.
"Aku diskors Pak..! 3 hari..., gara-gara aku ikuti omongan Bapak!" ujar Ucok dengan sedih.
"Bah! Apa pulaknya maksud gurumu itu? Ayo kita balek ke sekolah kau. Biar aku kasi tahu Guru kau yang sebenarnya," tegas Bapaknya.
Ketika tiba di sekolah, Bapak Ucok diterima wali kelas.
"Wah....! Selamat pagi Pak Ucok, ada perlu apa nih?" sapa Ibu Wali Kelas.
"Begini Bu Guru..., aku mau kasi tahu Bu Guru tentang teks proklamasi itu..," bisik Bapak Ucok.
"Yah.. kenapa Pak Ucok?" ujar Wali Kelas terbengong-bengong.
"Sebenarnya Ibu Guru salahlaaah...! Masak si Ucok yang ditanya? Kan waktu itu dia belum lahir Bu?" ucap Bapak Ucok.
Mendengar iti Ibu Guru semakin bengong.
"Begini Ibu, ini terus teranglah ya...yang sebenarnya...yang menandatangani teks Proklamasi itu...saya, ibu...!" ucap Bapak Ucok secara perlahan.
"Yaa ampun....! Bapak pulang aja deh!" seru Wali Kelas.
Bapak Ucok pun berjalan pulang dengan sedihnya.
"Massam mananya ini Ucok, kau nggak ngaku...salah. Kau ngaku..., salah pulak! Aku yang ngaku, salah zuga...puusing kepalaku..!" teriak Bapak Ucok kepada anaknya.
Tiba-tiba mereka bertemu dengan ompung Dolinya si Ucok.
"Bah! Darimana kalian? Kusut kali kulihat wajah kalian berdua? Apa persoalan?" tanya Ompung Doli.
Maka Pak Ucok pun mulai cerita sejak awal sampai mereka diusir Bu Guru Wali Kelas. Mendengar itu Ompung Doli langsung ketawa ngakak.
"Ha...Ha...! Itu bukan persoalan besar...! Mana...mana teksnya? Biar kutandatangani!" ucap Ompung Doli.
[***]