"Bahkan mencari kekuasaan melalui
political process atau kontes komentar yang menjustifikasi pemerintah," kata cendekiawan Fadli Zon kepada
Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Sabtu, 24/7).
Fadli Zon, yang kini menjadi Wakil Ketua DPR, pun melihat ada fenomena, karena terlalu dekat dengan penguasa, maka kaum intelektual yang awalnya kritis justru malah menjadi sekadar pemberi stempel.
"Jangan sampai intelektual melacurkan dirinya kepada kekuasaan. Atau hanya menjadi kelompok yang menyusun strategi demi langgengnya penguasa dan lupa tanggung jawabnya terhadap bangsa," lanjut Fadli Zon.
Fadli Zon pun mengingatkan tesis pemikir Perancis Julien Benda dalam bukunya The Betrayal of the Intellectuals, atau Penghianatan Kaum Intelektual. Dalam pandangan Julien Benda, intelektual, dalam memainkan peranannya, tidak mesti bersentuhan dengan penguasa. Sebab, semakin dekat dengan penguasa, kaum intelektual akan mengalami stagnasi, dan bahkan lumpuh.
Fadli yakin, kaum intelektual memegang peranan penting dalam pembangunan politik sebuah bangsa sebagai penyeru kebenaran dan penjaga moral. Fadli juga yakin, saat ini masih ada ntelektual yang kritis. Dan ia yakin, intelektual kritis ini tetap berkontribusi bagi masyarakat dan negara melalui ilmu dan kebajikan yang dimiliki, meski tidak dekat dengan penguasa.
"Mengutip Gramsci, kelompok intelektual seperti inilah yang disebut intelektual organik, ilmunya diabdikan untuk negara. Bukan kelompok intelektual mekanik yang hanya menjadi instrumen sekrup penguasa," demikian Fadli Zon.
[ysa]
BERITA TERKAIT: