Chatib mengingatkan agar pemerintah tak mudah mengumbar fasilitas insentif untuk meningkatkan daya tarik investasi, sebab insentif bukan satu-satunya yang menjadi pertimbangan utama investor menanamkan modal di dalam negeri. Menurut Chatib, kepastian keberlangsuan proyek lebih penting dibandingkan sekedar tebar-tebar fasilitas insetif fiskal seperti
tax allowance dan
tax holiday.Kritikan Chatib Basri ini pun mendapat sorotan tajam. Bagaimana tidak, saat masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, tak ada juga prestasi besar yang ditorehkan Chatib. Malah, ekonomi zaman SBY mengalami banyak persoalan, hingga menjadi warisan buruk untuk pemerintahan Jokowi.
"Waktu dia berkuasa ngapain saja? Sekarang kita jadi ikutan susah," kata Direktur Segitiga Institute, Muhammad Sukron, kepada
Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Kamis, 18/6).
Apa yang dilakukan Chatib, menurut Sukron, sama dengan mantan bos-nya, SBY. Melalui akun twitter-nya, SBY sok memberi nasihat ketika pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun 2015 cukup melambat, yaitu berada di angka 4,7 persen.
Sukron mengingatkan, SBY dan Chatib Basri justru mewariskan empat defisit kepada Presiden Jokowi. Yaitu defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, serta defisit anggaran negara.
"Sekarang mereka mengkritik terus seakan-akan zaman mereka baik. Padahal keadaan sekarang merupakan dampak mereka yang tak bisa apa-apa. Apakah Chatib Basri tidak punya kerjaan setelah tak ladi jadi menteri?" sindir Sukron.
Sukron pun curiga ada motif di balik kritikan Chatib. Di tengah isu
reshuffle, Chatib bisa saja sedang cari muka dan perhatian agar kembali dilirik dan masuk kabinet.
"Semoga Pak Jokowi tak terjebak dengan cara-cara mereka. Apalagi saya dengar, ada banyak pejabat di era SBY yang mulai masuk sana masuk sini untuk diajak lagi ke kabinet," demikian Sukron.
[ysa]
BERITA TERKAIT: