Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mendesak, Blueprint Perlindungan Anak untuk Cegah Kekerasan Seksual Online

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 09 Juni 2015, 09:45 WIB
Mendesak, <i>Blueprint</i> Perlindungan Anak untuk Cegah Kekerasan Seksual <i>Online</i>
fahira idris
rmol news logo Indonesia butuh blueprint perlindungan anak untuk menghalau segala macam bentuk kekerasan terhadap anak. Apalagi, beradab tidaknya sebuah bangsa itu dilihat dari bagaimana bangsa tersebut melindungi anak-anaknya.

Anggota DPD RI  Fahira Idris menyampaikan itu terkait maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak secara online baik melalui penyebaran video dan foto asusila anak di bawah umur lewat media sosial dan internet.

"Fenomena ini benar-benar sudah kelewatan dan tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus,"  tegas Fahira juga Wakil Ketua Komite III DPD di mana salah satu lingkup tugasnya adalah perlindungan anak, dalam siaran persnya, (Selasa, 9/6).

Senator asal Jakarta ini mengatakan, media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi medium yang paling banyak digunakan untuk menyebar foto atau video anak-anak telanjang atau yang sedang melakukan tindakan asusila. Bahkan, banyak aktivitas online lainnya terutama chatting yang memang sengaja untuk menjajakan seks anak-anak. Saat ini, banyak anak-anak terutama remaja putri secara tak sadar sudah terperangkap dalam cyber sex.

"Kenalan di Facebook, kemudian chatting dan dirayu untuk mengirim foto atau video telanjangnya. Bahkan jika chatting dengan webcam, mereka dibujuk rayu untuk melepaskan semua pakaiannya saat chatting. Semua foto dan video ini kemudian disebar baik lewat media sosial, blog, bahkan website. Belum lagi banyaknya kasus perkosaan remaja putri yang berawal dari kenalan di media sosial. Internet juga dijadikan medium praktik prostitusi untuk menjual remaja-remaja putri kita," jelasnya.

Tokoh perempuan yang juga Ketua Yayasan Abadi (Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri) ini menambahkan, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia karena sebagian besar masyarakat masih belum memandang kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Padahal kita sudah punya UU Perlindungan Anak sejak tahun 2002 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara bagi yang terbukti melanggar.

Sementara untuk konten pornografi sudah ada UU No.44/2008 tentang Pornografi dan untuk penyebarannya ada UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman yang juga tidak main-main yaitu enam tahun penjara.

Walau sudah ada regulasinya, tambah Fahira, kekerasan seksual terhadap anak dengan berbagai cara termasuk lewat internet meningkat tiap tahun. Makanya perlu ada bluperint perlindungan anak untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak terutama fisik dan seksual adalah kejahatan luar biasa.

"Blueprint perlu untuk menangkal berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak yang sekarang semakin canggih dan sebagai panduan bagaimana menggerakkan semua elemen untuk bergerak bersama memerangi kekerasan seksual terhadap anak," tukas Fahira.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA