"Jadi ada pekerjaan yang tumpang tindih yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung. Sudah ada tim Ad Hoc, kini tim pengawasan juga dilibatkan. Setelah saya baca SPRIN JA, tidak tercantum satu nama pun dari pengawasan. Tentu tidak efisien," kata Tanto kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/4).
Pemeriksaan disebut-sebut dilakukan terkait pelanggaran pemblokiran aset berupa lahan milik Lee Dermawan, terpidana perkara korupsi di Bank Perkembangan Asia dengan kerugian Negara Rp 80 miliar. Namun Tanto menilai hal ini hanya dijadikan pintu masuk untuk mengobrak-abrik PPA.
"Kasus itu ditangani Kejari Jakarta Barat sejak tahun 90 an. Sebenarnya jika ada pihak yang mau mencabut status blokirnya mudah, tinggal kirim surat ke BPN. Toh kalau alasannya masuk akal BPN akan mencabut blokirnya, kenapa harus pakai kedok audit?" bebernya.
Tanto menduga ada banyak pihak yang ketakutan akal bulusnya ketahuan sehingga mereka 'memaksa' PPA mencabut sendiri blokirnya. Selain itu, Tanto juga mengeritik kehadiran Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman yang ambil bagian dalam tim Ad Hoc audit kinerja PPA. Harusnya dia ada di pihak yang netral dan tidak masuk dalam tim agar tidak muncul anggapan adanya konflik kepentingan.
"Tentu miris ketika jaksa yang ahli dalam pemulihan aset yang jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari dikerdilkan posisinya. Mau jadi apa penegakan hukum di Indonesia nantinya. Ini langkah mundur untuk Kejaksaan," tukasnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: