Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Apakah Pelarangan Nikah Siri Online Melanggar HAM?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 17 Maret 2015, 10:03 WIB
Apakah Pelarangan Nikah Siri Online Melanggar HAM?
ilustrasi/net
rmol news logo Komnas HAM meminta para pemangku kepentingan di negeri ini segera mengambil langkah cepat melarang bahkan mengharamkan praktik nikah siri secara online yang marak belakangan ini.

Apakah pelarangan nikah siri online itu melanggar HAM?

"Perdebatannya adalah seputar, apakah nikah siri online itu bagian dari kebebasan mengamalkan keagamaan? Soal ini harus diletakkan dalam perspektif HAM," jawab Komisioner Komnas HAM RI, DR. Maneger Nasution, MA, pagi ini.

Dia menjelaskan, memang benar dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah non-derogable right (HAM yang tidak dapat dikurangi pemenuhannya dalam kondisi apapun).

Jaminan akan kebebasan beragama dan berkeyakinan juga diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM: (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kalau pengamalan keagamaan itu merusak kesehatan dan moral publik, bolehkah HAM itu dibatasi?

Terkait itu, Maneger lebih jauh menjelaskan, dalam Pasal 28 UUD 1945 diatur bahwa pembatasan HAM itu harus dengan UU. Pembatasan HAM juga diatur dalam ICCPR/International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) yang sudah diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005.

Dalam Pasal 18 ICCPR ayat (3) dijelaskan bahwa kebebasan untuk mewujudkan agama atau keyakinan seseorang boleh dibatasi hanya atas dasar keputusan pengadilan dan sangat dibutuhkan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat atau hak-hak dasar dan kebebasan dasar orang lain.

Secara teoritis, ujarnya, hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dipilah ke dalam dua kategori, yaitu forum internum (privat freedom) dan forum externum (public freedom).

Kategori pertama, forum internum adalah eksistensi spritual individual seseorang, sebuah wilayah yang secara teoritis tidak dimungkinkan dilakukan pengurangan (derogasi) hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan tersebut, seperti dimensi untuk memilih, memeluk, dan meyakini agama.

Kategori kedua, forum externum adalah kebebasan untuk mewujudkan agama atau keyakinan seseorang hanya boleh dibatasi atas dasar keputusan pengadilan terbuka untuk melindungi keselamatan publik, ketertiban publik, kesehatan publik, moral masyarakat, dan tidak bertentangan dengan hak-hak dasar dan kebebasan dasar orang lain.

Dengan demikian, meskipun ada yang berpandangan bahwa nikah siri adalah bagian dari pengamalan keyakinan keagamaan, hanya kalau nikah siri itu (apatah lagi nikah siri online) merusak kesehatan dan moral publik, apalagi diduga kuat bahwa hal itu merupakan pembodohan dan penistaan bagi kaum perempuan, ibunya umat manusia.

"Maka, tokoh agama, MUI/PGI/KWI/PHDI/WALUBI/MATAKIN misalnya, sebaiknya menerbitkan fatwa keagamaan tentang haramnya nikah siri (apalagi yang online). Dan, Negara harus hadir dengan melarang nikah siri, sekali lagi, apalagi nilah siri online," tegasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA