"Membiarkan Ahok berjuang sendiri sama dengan membiarkan kanker korupsi kian mengganas," tegas Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, (Rabu, 4/3).
Alasannya, kisruh "anggaran siluman" sebesar Rp12,1 triliun dalam APBD DKI 2015 yang diungkap Ahok tersebut merupakan pintu masuk membongkar praktek-prakter kotor anggaran yang selama ini berlangsung. "Ini kan sumber pemiskinan struktural, muaranya ketimpangan ekonomi," ungkapnya.
Karena itu, manuver politik DPRD yang menggalang Hak Angket mencerminkan ketidaksiapan anggota dewan menghadapi tuntutan transparansi. Intervensi politik berlebihan akan melumpuhkan upaya penegakan tata kelola anggaran. "Ini pastinya tidak sehat karena politik jadi panglima," cetusnya.
Makanya, Kementerian Dalam Negeri harus bersikap jernih dan tegas melawan manuver-manuver politik yang alergi terhadap pemberantasan mafia anggaran.
"Kasus DKI ini akan menjadi preseden penting bagi para kepala daerah lainnya. Para pejuang anti korupsi wajib berdiri di belakang pemberantasan mafia anggaran, bukan sekedar cerita membela Ahok," tandas intelektual muda Muhammadiyah ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: