Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana menerangkan, Kejagung sampai saat ini belum mengeluarkan surat keterangan apapun mengenai status mantan Dirut PLN Nur Pamudji.
"Saya tegaskan bahwa kami tidak pernah mengeluarkan statemen apapun terkait Pak Nur Pamudji, malah saya mau tanya siapa yang bilang (Nur Pamudji tersangka), sumbernya siapa?" kata Tony saat dihubungi wartawan, Kamis (12/2).
Tonu mempertanyakan media yang menayangkan berita soal penetapan tersangka Nur Pamudji. Kejagung, kata dia, hanya pernah memeriksa keterkaitan Nur Pamudji sebagai penjamin, tidak lebih. "Bagaimana tiba-tiba jadi tersangka, indikasi (ke arah tersangka) saja belum, jangan asal bertanya tanpa sumber yang jelas," terangnya.
Beberapa saat lalu, mantan Dirut PLN itu memang diminta datang ke Kejagung di Jalan Sultan Hasanuddin Jakarta Selatan. Namun Nur hanya diminta keterangan oleh tim penyelidik terkait dengan penggunaan uang milik PLN untuk penjaminan Ermawan.
Pengacara PLN Todung Mulya Lubis sebelumnya mengatakan, penjaminan diberikan oleh Dirut PLN (ketika itu), karena keahlian Ermawan sangat langka, agar proyek GT 2.1 dan 1.2 dapat dioperasionalkan dan Medan terhindar dari krisis listrik untuk wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Saat itu, Ermawan berstatus sebagai tahanan dan kemudian menjadi tahanan kota.
Karena keahlian Ermawan dibutuhkan PLN, pada 28 Maret 2014 Dirut PLN menyurati Ketua Pengadilan Negeri Medan dan memohon agar status EAB dialihkan dari kurungan menjadi tahanan kota, dengan jaminan pribadi dan korporasi bahwa EAB akan kooperatif. PLN juga memberikan jaminan uang Rp 23,9 miliar sesuai dengan nilai kerugian negara sebagaimana didakwakan JPU kepada EAB.
PLN menyetor uang penjaminan terhadap Ermawan sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Pada hari yang sama, Majelis Hakim Tipikor Medan memberikan persetujuan dengan menerbitkan Surat No.19/PID.SUS.K/2014/PN.Mdn mengenai peralihan penahanan Rutan menjadi tahanan kota yang berlaku sejak 8 April 2014. Penetapan Majelis Hakim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kepala Rumah Tahanan Negara Klas I Medan untuk mengeluarkan EAB per tanggal 8 April 2014.
Per tanggal 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan kepada PLN oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding EAB dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta.
Todung menjelaskan, PLN akan kooperatif, menghormati, mematuhi, dan menjunjung tinggi proses hukum yang adil dalam perkara pengadaan Flame Tube untuk Gas Turbine (GT) 1.2 Sektor Belawan tahun 2007 ini, termasuk mengupayakan untuk mencari tahu keberadaan EAB. "Terlebih PLN telah berkomitmen untuk aktif dalam gerakan anti korupsi, sesuai dengan moto PLN Bersih, No Suap, No Gratifikasi," jelas Todung.
Terpisah, Ketua Bidang Studi Hukum Administasi Negara (HAN) FH Universitas Indonesia (UI) Dr Dian Puji N Simatupang SH MH turut menyatakan pendapatnya mengenai penjaminan Ermawan AB (EAB), terdakwa perkara tuduhan korupsi Flame Tube PLN Belawan, Medan.
Dian menjelaskan penahanan kota dengan uang penjaminan PLN terhadap EAB adalah sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Dian, pemberian jaminan dan pengajuan pengalihan status tahanan kota telah sesuai dengan Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan.
"Permintaan penahanan kota itu disertai kesediaan memenuhi syarat yang ditentukan dalam perjanjian, termasuk ada atau tidaknya jaminan uang atau jaminan orang. Syarat yang dimaksud menurut penjelasan Pasal 31 KUHAP adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota, terlebih yang menjadi perkara adalah kapasitas Ermawan AB sebagai pejabat PLN, oleh karena itu institusi PLN dan Dirut PLN waktu itu (Nur Pamudji) yang memberikan jaminan," tandas Dian.
[rus]
BERITA TERKAIT: