Komisi VIII Pertanyakan Sumber Dana Tiga Kartu Sakti Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Jumat, 07 November 2014, 15:45 WIB
Komisi VIII Pertanyakan Sumber Dana Tiga Kartu Sakti Jokowi
saleh p. daulay/net
rmol news logo Sejauh ini, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS.

Wajar jika banyak kalangan yang mempertanyakan. Pasalnya, ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup banyak.

"Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, darimana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu?" tanya Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay.

Sejauh ini, pemerintah mengatakan bahwa sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari BPJS. Sementara, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.

"Apakah kementerian pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?" tanya dia lagi.

Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Sebagai badan milik negara, kedua badan ini pun tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. Para direksi dan komisioner yang ada di sana, bertanggung jawab untuk mengelola aset yang ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Boleh saja disebut bahwa pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.

"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan tentang masalah ini di DPR,” sambungnya.

Dalam konteks itu, pemerintah diminta untuk mentaati UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di dalam UU itu secara eksplisit ditegaskan tentang larangan mengeluarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukan. Untuk menghindari pelanggaran terhadap UU tersebut, pemerintah diminta untuk segera membicarakan hal ini dengan DPR.

"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR diyakini pasti akan menyetujuinya,” demikian Saleh yang juga Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA