Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

SBY Mestinya Sajikan Fakta Kesejahteraan Umum, Bukan hanya Potret Kelas Menengah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Jumat, 15 Agustus 2014, 15:49 WIB
SBY Mestinya Sajikan Fakta Kesejahteraan Umum, Bukan hanya Potret Kelas Menengah
presiden sby
rmol news logo Klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang tingginya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia perlu diapresiasi. Namun, tingginya pertumbuhan kelas menengah Indonesia sama sekali tidak bisa menutup-nutupi fakta kesenjangan sosial yang makin melebar dalam beberapa tahun belakangan ini.

Potret kesejahteraan sebagian besar rakyat juga masih sangat memprihatinkan akibat kegagalan mengelola ketersediaan puluhan komoditas kebutuhan pokok.   

Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menanggapi pernyataan Presiden dalam pidato kenegaraan menyambut HUT ke-69 RI pada sidang DPR-DPD, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8).

"Tetapi, perlu diingat bahwa pertumbuhan kelas menengah itu bukan fakta yang ideal untuk menjawab atau mengilustrasi perkembangan kualitas kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," tegas Bambang.

Pasalnya, data statistik menyebut sekitar 28 juta rakyat masih terperangkap kemiskinan, sementara kesenjangan sosial makin melebar. Artinya, dalam konteks mewujudkan kesejahteraan umum, beban pekerjaan bangsa ini masih sangat berat.

"Karena itu, klaim SBY dalam pidato kenegaraan menyambut HUT ke-69 RI itu jangan sampai ditafsir atau diasumsikan sebagai meningkatnya kualitas kesejahteraan seluruh rakyat. Apalagi, sebagian kelas menengah perkotaan membiayai beberapa kebutuhannya dengan mengandalkan kredit dari lembaga pembiayaan," beber Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar ini.

Karena itu menurutnya, dalam forum itu, SBY seharusnya mengedepankan fakta tentang kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya memotret kelas menengah.   Selain faktor kesejahteraan umum, SBY juga gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Karena faktanya, banyak pejabat negara tersandung kasus korupsi dan ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pada periode 2004-2012, ia telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai berbuat korupsi dan tindak pidana lainnya.  Dan, periode 2004-2014, 277 pejabat negara di pusat ataupun daerah, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, dijerat KPK karena terlibat kasus korupsi," demikian Bambang Soesatyo. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA