Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

ISIS hanya Memecah Belah Umat Islam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 11 Agustus 2014, 17:04 WIB
ISIS hanya Memecah Belah Umat Islam
rmol news logo Umat Islam di seluruh dunia sangat rentan dipecah belah dengan berbagai macam cara. Selain karena perbedaan kepentingan politik di internal umat Islam, tidak jarang perpecahan itu juga sengaja dibuat pihak lain yang tidak senang dengan persatuan umat Islam. Modusnya biasanya dengan menciptakan kelompok-kelompok yang menentang pemerintah yang sah.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah DR. Saleh P. Daulay menyatakan hal tersebut dalam diskusi publik dan deklarasi penolakan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) di Indonesia oleh organisasi kepemudaan se-Banten di Hotel Narita, Tangerang, (Senin, 11/8).

Juga hadir sebagai pembicara Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dr. A. Badawi dan mantan Dubes RI untuk Swiss, Joko Susilo.

"Walau belum terverifikasi secara konkret, kemunculan ISIS secara tiba-tiba di Timur Tengah bisa diduga juga sebagai salah satu upaya memecah belah," tegas Saleh.

Apalagi saat ini, imbuh Saleh, Iraq dan Syiria sedang sibuk mengurusi urusan politik internal. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok garis keras untuk menyusun kekuatan.

"Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila harus berhati-hati dengan gerakan dan paham yang berupaya memecah belah seperti itu. Pasalnya, Indonesia sejauh ini terbukti sebagai negara yang sudah sangat dewasa dalam berdemokrasi. Pancasila dinilai sebagai kekuatan yang mampu mempersatukan seluruh elemen anak bangsa.

Karena itu, upaya untuk mencoba memasukkan ideologi-ideologi lain belum tentu sejalan dengan semangat dan jiwa bangsa Indonesia.  Kalau sistem kekhalifahan mau diujicobakan, bisa jadi 50-100 tahun ke depan Indonesia masih berada dalam tahap konsolidasi politik.

"Sistem kekhalifahan diyakini tidak cocok dengan Indonesia. Tentang bagaimana bentuk kekhalifahan yang dimaksud saja bisa terdapat banyak pendapat. Apalagi nanti pada persoalan siapa yang pantas jadi khalifah. Apakah orang Iraq, Syiria, Yaman, Saudi, Indonesia atau yang lain," ungkap dia.

Perdebatan itu pasti masuk pada wilayah politik. Pada titik itu, bukan lagi syariat yang diutamakan, tetapi kepentingan politik pragmatis. Karena itu, Indonesia harus bangga bisa menjadi suatu negara yang stabil secara politik.

"Bandingkan dengan negara-negara Timur Tengah yang katanya sangat dekat dengan syariat Islam. Indonesia jauh lebih dewasa dan matang dalam berdemokrasi. Anugerah seperti itu harus disyukuri dengan cara menjaga sesuatu yang sudah baik selama ini," demikian Saleh. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA