Paling tidak ini dilihat dari beberapa diksi yang digunakan Jokowi dalam Deklarasi Pilpres Damai pada Selasa malam (3/6). Dalam serangan yang tidak langsung ini, Jokowi berpijak pada stereotipe yang selama ini dialamatkan kepada Prabowo.
Jokowi misalnya mengatakan: "demokrasi yang kita perjuangkan adalah demokrasi yang mesenjahterakan, bukan sebuah demokrasi yang mencelakakan." Jokowi juga mengatakan, pilpres harus dilalui sebagai kegembiraan, bukan momentum ketakutan.
Dengan diksi-diksi seperti ini, Jokowi dinilai sudah berubah dan tidak santun lagi. Jokowi bukan lagi seorang yang siap menang, namun dipersepsikan sebagai sosok yang takut kalah. Maka jalan yang harus ditempuh adalah menyerang.
Atau memang Jokowi sedang menggunakan jebakan. Dia menjebak Prabowo agar menyerang balik, untuk memperkuat dan mengakumulasi stereotipe yang telah melekat.
Sementara di sisi Prabowo, selama ini sudah berhasil menampilkan sosok yang santun dan ramah. Prabowo pun berhasil menunjukkan diri sebagai sosok yang sangat terbuka, dan siap hidup dalam demokrasi dengan daulat di tangan rakyat.
Hampir dalam setiap momentum bersama, Prabowo tak segan untuk menyebut dan bahkan memuji Jokowi. Satu hal yang tidak dilakukan Jokowi pada Prabowo.
Karena itu, jangan sampai Prabowo masuk dalam jebakan Jokowi. Sekali saja Prabowo menyerang balik Jokowi, maka ini akan menjadi senjata yang mematikan bagi Prabowo sendiri. Prabowo harus tetap membalas serangan Jokowi dengan senyuman.
[ysa]
BERITA TERKAIT: