"Perubahan rekomendasi itu sendiri sudah bermasalah. Mengapa keluar dua rekomendasi untuk satu kasus? Apa Bawaslu tidak mempelajari dahulu sebelum mengeluarkan rekomendasi?" ungkap Ahmad Fanani, koordinator Pemantau Pemilu Parlemen Pemuda Indonesia pagi ini.
Kalau mau jujur, lanjut Fanani, carut-marut penyelenggaraan pemilu di Nias Selatan tidak lepas dari tanggung jawab Bawaslu dan seluruh jajaran di bawahnya. Ini adalah fakta dimana mereka gagal mengawal, mengantisipasi, dan mengawasi jalannya pemilu agar berjalan adil dan fair sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi.
Karena didasarkan atas kelalaian Bawaslu dan jajarannya, rekomendasi untuk PSU di seluruh Nias Selatan dinilai mengada-ngada. Selain waktu yang sudah terlalu mepet, dana yang dialokasikan untuk itu juga tentu lebih banyak. Apalagi, tidak ada jaminan kalau PSU akan lebih baik dari pemilu yang kemarin. Bisa jadi, money politics dan pencurian suara akan menjadi lebih tinggi. Pasalnya, semua caleg dan parpol akan berlomba-lomba mengalihkan perhatian ke Nias. Hal ini terutama sangat potensial dilakukan mereka yang diperkirakan kalah di 18 kabupaten lain yang telah menyelesaikan rekapitulasinya di tingkat provinsi.
Sebagai alternatif, Bawaslu dapat melakukan PSU dibeberapa TPS yang dinilai paling bermasalah. Sementara itu, di beberapa tempat lain, Bawaslu dapat merekomendasikan penghitungan ulang. Dengan begitu, tahapan pemilu tidak terganggu.
Jika kemudian masih ada sengketa, masih ada solusi lain yang bisa diambil yaitu dengan membawa persoalan tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Di lembaga itu, seluruh caleg dan penyelenggara yang bermasalah dapat diadili dan diperiksa. Tinggal yang perlu dilakukan adalah menjaga agar proses peradilannya berlangsung secara adil dan fair. [zul]
BERITA TERKAIT: