Pasalnya, UU itu menyimpan potensi korupsi yang semakin terdesentralisasi ke desa. Karena setiap desa akan menerima dana kurang lebih Rp 1 miliar, yang diperkirakan tahun 2014 ini saja totalnya mencapai sekitar Rp 59 triliun.
Demikian disampaikan ekonom yang juga aktivis anti korupsi Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 27/3).
"Masalah lemahnya mekanisme pengawasan di tingkat desa, akan menjadi permasalahan sendiri. Kasus korupsi bisa jadi akan banyak kita temuai di desa nantinya," jelas Dahnil.
Karena itu dia mengingatkan, untuk mencegah hal tersebut para capres dan partai politik jangan sibuk mengklaim berhasil mengundangkan UU Desa tetapi harus punya konsep dan disain transfer dana ke desa serta pengawasan untuk mencegah potensi korupsi di desa, termasuk potensi konflik yang tinggi berkenaan dengan alokasi anggaran tersebut.
"Apapun ceritanya kebutuhan utama untuk Indonesia kedepan adalah melawan potensi korupsi yang mungkin timbul. Maka kita butuh komitmen itu bukan klaim-klaim kosong," pungkas dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, Banten yang akrab dipanggil Anin ini. [zul]
BERITA TERKAIT: