Hal itu sebagai wujud kepedulian terhadap anak bangsa yang berada di luar negeri. Namun diharapkan, pemerintah pro aktif dan melakukan penggalangan dana secara langsung.
Demikian disampaikan tokoh perempuan Wardatun Na'im, dalam siaran persnya, Rabu (26/3) terkait nasib Satinah, TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah.
Bahkan, menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh berdiam diri dalam persoalan nasib Satinah. Kepala Negara itu sepatutnya berperan paling aktif dengan turut menyediakan dana diyat yang masih kurang. "Pemerintah harus bekerja lebih ekstra untuk menyelamatkan nasib Satinah," tekan Caleg DPR RI PPP untuk dapil Jabar X nomor urut dua ini.
Satinah terancam hukuman mati jika uang diyat sesuai permintaan keluarga korban sebesar 7 juta RS (Riyal Saudi) atau sekitar Rp 21 miliar tidak bisa dipenuhi.
"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah khusus dalam mewujudkan komitmen pemenuhan diyat, termasuk mengupayakan pengunduran waktu hukuman pancung bagi Satinah," tandasnya.
Tadi pagi, Presiden RI SBY mengaku telah kembali mengirimkan surat resmi kepada pemerintah Arab Saudi untuk memperpanjang waktu pembayaran diyat atau uang pengampunan bagi Satinah (41).
"Saya sudah minta Pak Djoko Suyanto minta perpanjangan lagi. Saya kirim surat lagi agar bisa diperpanjang eksekusinya (pembayaran diyat) insyaAllah ada titik temu, kemudian bisa dibebaskan," ujarnya saat membuka rapat terbatas dengan sejumlah menteri di kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (26/3).
[zul]
BERITA TERKAIT: