Silaturrahim itu merupakan hal yang biasa karena sejumlah tokoh lainnya juga sudah melakukan hal yang sama.
"Jokowi, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Megawati, Wiranto, Jusuf Kalla, dan lain-lain pernah bertemu Ketum PP Muhammadiyah. Jadi saya melihat silaturrahim itu sebagai hal biasa, yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh elit-elit negeri ini," jelas pengamat politik Abd Rohim Ghazali kepada
Rakyat Merdeka Online (Kamis, 9/1).
Pasalnya, dengan bersilaturrahim, tentu akan muncul ide-ide untuk melakukan berbagai perbaikan terhadap bangsa ini ke depan. "Kalau kemudian setelah silaturrahim itu muncul isu politik sebagai upaya Prabowo menggandeng Din Syamsuddin, juga wajar-wajar saja," sambung peneliti senior The Indonesia Institute ini.
Namun, Rohim mengingatkan, soal kemungkinan keduanya akan berpasangan pada Pilpres 2014 mendatang itu jangan dilihat terlalu serius. Karena semuanya masih belum ada yang pasti sebelum hasil Pileg 2014 diumumkan KPU.
"Kita belum bisa memastikan siapa yang berhak maju sebagai capres. Apakah Prabowo berhak maju jadi capres? Belum tentu. Semua masih menunggu hasil Pilpres. Untuk saat ini, posisi para capres masih menunggu hasil Pileg," bebernya.
Meski begitu, saat ditanya pendapatnya apakah Din layak jadi pemimpin nasional, Rohim menkonfirmasi. "Din Syamsuddin sangat layak. Pimred
RMOL, Teguh Santosa, kalau dari segi kualitas juga layak. Hanya persyaratan administratif saja yang tak punya," jawabnya sambil tersenyum.
Dalam kunjungan kemarin ke PP Muhammadiyah, Prabowo menilai, kader parsyarikatan itu layak mendampinginya pada Pilpres mendatang. Sinergi di Pilpres tersebut, menurut Din menimpali, bisa terwujud apabila ia mendapat izin dari pengurus Muhammadiyah.
[zul]
BERITA TERKAIT: