"Orang-orang partai marah kepada saya. Disebut saya menggiring opini. Bukan saya, itu maunya masyarakat. Saya melansir itu karena tokoh-tokoh lama ditolak," jelas Ketua Laboratorium Psikologi Politik UI, Prof. Hamdi Muluk, kepada
Rakyat Merdeka Online pagi ini (Rabu, 8/1).
Hasil survei yang dirilis pada Minggu akhir Desember lalu itu memunculkan lima tokoh. Yaitu, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini; Ketua KPK, Abraham Samad; Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama; Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dan pengusaha, Chairul Tanjung.
"Tokoh lama tidak sebanding dengan Jokowi. Tapi mungkin masih ada harapan dengan nama-nama baru ini. Memang belum populer, tapi kita yakin orang-orang ini baik, integritas terjaga, orang muda, bukan wajah lama. Energinya bagus," jelasnya.
Prof. Hamdi Muluk kembali menjelaskan, dia membuat survei itu karena elektabilitas tokoh-tokoh lama sudah tidak sebanding, bahkan jauh tertinggal dari Jokowi.
"Saya sudah bilang sebulan lalu,
stop semua survei yang menguji elektabilitas Jokowi, Prabowo, Megawati dan semua orang-orang lama itu. Pasti hasilnya sama. Atau bahkan Jokowi melejit sendiri, yang lain keteteran. Jokowi akan melejit 40 sampai 50 persen. Waktu itu, elektabilitas Jokowi 32 persen," bebernya.
Prediksinya itu semakin menemukan pembenaran bila merujuk hasil survei Litbang Kompas, yang dilansir hari ini. Elektabilitas Jokowi pada Desember 2013 sebesar 43,5 persen, Prabowo Subianto 11,1 persen, Aburizal Bakrie 9,2 persen, Wiranto 6,3 persen, Megawati 6,1 persen., dan Jusuf Kalla 3,1 persen. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya di bawah 3 persen.
Terhadap berbagai temuan itu, dalam amatan Prof. Hamdi Muluk, partai-partai politik masih belum
sreg dengan anggapan, itu kan masih hasil survei. Karena itu, partai-partai tersebut tetap ngotot melihat hasil Pemilihan Legislatif untuk menentukan siapa capres.
"Orang partai ini anti ilmiah. Inikan metode ilmiah. Seperti dalam pemasaran. Untuk mengetahui orang mau beli mobil dengan warna A, kan bukan menunggu mobilnya datang dulu. Anda kan bisa survei dulu, cek di lapangan, bagaimana selera konsumen, mau mobil warna merah, hijau atau biru," katanya membandingkan.
Karena itu, pakar psikologi politik ini berkesimpulan, kalau partai politik masih mengajukan nama-nama lama, itu sama saja bunuh diri politik. "Makanya saya bilang ke partai-partai, kalau mau bunuh diri, pasang saja nama-nama lama itu. Nggak akan
ngelawan ke Jokowi. Masyarakat sudah tidak mau disuguhi nama-nama itu. Tapi partai ini kok tidak ngerti-ngerti juga," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: