Dalam dialog bertema "Membangun Pelayanan Publik yang Profesional dan Antikorupsi" yang dipandu Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, kemarin, Sulastri bertanya dengan lantang, apakah benar Jokowi mau
nyapres atau tidak; dan apakah Jokowi tidak kuatir disebut kemaruk kekuasaan kalau betul-betul
nyapres.
"Menurut saya pertanyaan ibu tadi, bisa saja menjadi simbol ketidaksukaan sebagian warga Jakarta atas ambisi orang-orang yang menginginkan Jokowi menjadi capres," jelas Direktur Eksekutif Media Survei Nasional, Rico Marbun, kepada
Rakyat Merdeka Online (Selasa, 24/12).
Menurut Rico, masyarakat semakin gelisah terhadap masa depan Jokowi memimpin Ibukota setidakya karena empat hal. Pertama, ada usaha yang terlalu berlebihan dalam menggiring opini bahwa tidak ada calon selain Jokowi yang pantas. Padahal yang berhak ditanyai pendapat, ya warga Jakarta. "Ingat
loh, warga Jakarta pilih Jokowi untuk 5 tahun, bukan cuma setahun dua tahun," beber Rico.
Kedua, masih terlalu banyak problem di Jakarta yang belum terselesaikan. Misalnya, masalah kemacetan. "Apakah Jokowi tega meninggalkan Jakarta bila macet belum beres?" ungkapnya.
Ketiga, Jokowi sendiri tidak pernah tegas dan lugas menolak untuk dicapreskan. Dalam amatan Rico, Jokowi selama ini hanya menghindar dengan halus, termasuk dalam menjawab pertanyaan Sulastri. Saat itu, Jokowi menghindari dan mengatakan, bahwa topik diskusi soal urusan pelayanan publik, kok malah disinggung masalah capres.
"Justru langkah ini membuat publik mengintrepertasikan, jangan-jangan memang Jokowi
pengen," tekan Rico, akademisi dari Universitas Indonesia ini.
Atau keempat, urai Rico, lebih baik Jokowi dengan tegas, kalau mau maju sebagai capres atau cawapres, terbuka di hadapan publik, dan bersikap ksatria mengundurkan diri dari jabatan gubernur. "Jadi orang tidak melihat jabatan Gubernur DKI sebagai
back up plan saja, jaga-jaga kalau tidak lolos jadi presiden," demikian bekas Presiden Mahasiswa UI ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: