Demikian secuplik lirik lagu karya band Marjinal berjudul Hukum Rimba. Lirik lagu itu relevan jika melihat situasi keadilan sosial akhir-akhir ini. Perilaku korup dan menyimpang semakin masif dan sering kali para aktornya dalah pejabat tinggi negara. Mereka elite-elite politik yang tidak punya urat malu, tampil percaya diri di depan kamera televisi dan senang tebar senyum di ruang pengadilan.
Para koruptor tetap bisa tersenyum lebar karena mayoritas hukuman yang mereka terima di bawah ancaman hukuman maksimal. Bahkan, perlakuan istimewa layaknya golongan elite yang bebas masih bisa mereka terima di dalam penjara berbekal modal besar yang mereka miliki.
Sedangkan maling-maling kecil, sebagian besar dari mereka kita temukan mati di jalan dihakimi massa karena pencopetan, pencurian ternak atau pencurian bahan kebutuhan pokok karena tidak punya uang yang cukup untuk mengisi perutnya yang kosong. Tak jarang hukuman pengadilan untuk para maling kecil lebih berat dari mereka yang mencuri uang rakyat miliaran.
Kondisi ini menyinggung nurani seorang warga , Abdul Muis Syam. Ia mengungkapkan kesedihannya atas kondisi sosial yang timpang itu lewat tulisan. Abdul berkaca pada kasus Ngadimun (45), warga Dusun Kadisono, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, yang mati dipukuli massa hanya karena mencuri ayam.
Curahan hatinya sudah terbit di blog Media Warga, Kompasiana, kemarin, bertepatan dengan hari anti korupsi (9 Desember), berjudul "Tuan Presiden, Saya Menangis Menulis Artikel Ini".
WAHAI Tuan Presiden, dan para pejabat negara beserta para elit parpol yang saat ini disorot terindikasi sebagai “perampok†uang rakyat.
Tahukah kalian, bahwa rakyatmu kini sedang kelaparan, haus, karena terhimpit ekonomi mereka pun tak mampu lagi berpikir jernih, hingga banyak yang terpaksa mencuri demi mempertahankan hidup?
Akibat dari kelaparan dan kehausan, mereka menjadi bodoh dan sulit menahan diri. Lalu mereka pun saling memangsa dan membunuh satu sama lain.
Saya sangat sedih mengetahui peristiwa yang menimpa Ngadimun (45), warga Dusun Kadisono, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul. Gara-gara ayam, nyawanya melayang,
Dia dikeroyok warga hingga babak belur setelah ketahuan mencuri ayam di Pedukuhan III Gelaran, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Jumat (6/12/2013) dinihari.
Meski Ngadimun berusaha kabur dan bersembunyi di areal persawahan, namun warga tetap mengepungnya di persawahan, hingga Ngadimun akhirnya keluar dari persembunyiannya dan angkat tangan lalu menyerahkan diri.
Namun sungguh biadab, warga itu lebih menghargai nyawa ayam daripada nyawa seorang manusia. Ngadimun yang sudah menyerah langsung dikeroyok babak belur oleh warga dengan cara main hakim sendiri hingga nafas Ngadimun pun terputus seketika, terkapar bagai seekor tikus di sawah. Memilukan..!!!
Wahai Tuan Presiden, dan para pejabat negara beserta para elit parpol, saya menangis menulis artikel ini. Sebab ini adalah bukti, bahwa rakyat yang telah bersembunyi DALAM GELAP karena mencuri ayam masih dapat tertangkap, lalu mati dibunuh. Tetapi koruptor yang bersembunyi DALAM TERANG-BENDERANG, di atas meja pula, hingga kini masih juga belum tertangkap. Bahkan masih bebas menikmati hasil jerih payahnya sebagai koruptor perampas hak-hak rakyat.
Selamat hari Anti-Korupsi sedunia, 9 Desember 2013. ***
BERITA TERKAIT: