Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa menjelaskan, kenyataan sosiologis negeri ini menunjukkan bahwa euforia reformasi telah melahirkan keping dengan dua sisi sekaligus. Sisi pertama kebebasan mendapatkan informasi dan berpendapat semakin luas, di sisi yang lain pengungkungan atas kebebasan juga marak terjadi.
"Ekspresi atas fanatisme agama bisa muncul dalam berbagai bentuk, bisa berupa ceramah dan tulisan penuh kecaman, hingga intimidasi fisik dan psikologis. Semuanya menimbulkan hilangnya rasa aman dan damai di bumi Indonesia. Yang paling parah saat ini adalah maraknya radikalisme atas nama agama. Hal ini tidak boleh terjadi lagi," ujarnya dalam Diskusi Gerakan Integritas Nasional dengan tema "Tantangan Kemajemukan Indonesia dan Integrasi Sosial Abad XXI" di Gedung Newseum Indonesia Jakarta, kemarin, Kamis (28/11).
Oleh karena itu, Cak Ali menyebutkan
religious literacy sebagai solusi harus dikembangkan. Yang dimaksud
religious literacy adalah sikap terbuka terhadap dan mengenal nilai-nilai dalam agama lain.
Religious literacy adalah sikap "melek agama lain".
Dengan "melek agama lain", kita bisa memahami bahwa agama dan kemanusiaan adalah dua hal yang menyatu di dalam diri manusia. Tidak ada yang boleh untuk saling mengalahkan. Atas nama agama kemudian merendahkan kemanusiaan dan atas nama kemanusiaan lalu merendahkan agama. Keduanya adalah sesuatu yang sistemik dan holistik.
"Beragama yang benar adalah beragama yang menjunjung tinggi derajat kemanusiaan dan berkemanusiaan yang benar adalah yang didasari oleh keyakinan beragama secara benar," tukas peserta Konvensi Partai Demokrat ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: