Kepala PPATK: Rp 4 T yang Mengalir ke Nasabah Bank Century harus Divalidasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 28 November 2013, 08:36 WIB
Kepala PPATK: Rp 4 T yang Mengalir ke Nasabah Bank Century harus Divalidasi
m. yusuf/net
rmol news logo Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta kepada penegak hukum yang menangani kasus bailout Bank Century untuk memvalidasi kembali nasabah Bank yang kini bernama Bank Mutiara itu

"Hasil temuan PPATK, dari dana bailout senilai Rp6,7 triliun, memang terdapat sekitar Rp4 triliun yang masuk ke rekening nasabah. Validasi nasabahnya ada pada direksi banknya sendiri. Betul nggak ada nasabahnya. Itu yang perlu dikorek penegak hukum," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf, usai diskusi bersama pers di Bogor, Rabu malam (27/11).

Yusuf juga meminta meminta kepada KPK tidak hanya fokus dana Rp6,7 triliun.  "Tapi juga pada FPJP 1. Disitu jelas ada pelanggaran-pelanggaran. FPJP 2, Rp6,7 triliun itu gong terakhirnya," katanya, seperti dilansir Antara.

Sebelumnya audit Badan Pemeriksa Keuangan tentang Bank Century menyebutkan, dalam rapat dewan gubernur 14 November 2008, Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan dilakukan perubahan atas PBI No.10/26/PNI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang FPJP bagi bank umum.

Isinya, mengubah ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) menjadi Bank yang dapat mengajukan permohonan FPJP dari memiliki capital adequency ratio (CAR) negatif menjadi bank memiliki CAR positif.

Wakil Presiden Boediono sebelumnya menjelaskan, kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century pada saat krisis tahun 2008 tidak terelakkan.

Menurut dia, situasi ekonomi global pada saat itu memang sudah mengancam perekonomian nasional.

Boediono menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI) saat FPJP senilai Rp 6,7 triliun dikucurkan. Dia mengatakan, Dewan Gubernur Bank Indonesia berkesimpulan jika ada bank yang gagal kliring atau tak bisa menyelesaikan kewajibannya, berisiko besar memicu krisis pada industri perbankan.

Apalagi, katanya, di Indonesia saat itu tidak menerapkan blanket guarantee (kebijakan penjaminan penuh simpanan di bank), tapi hanya menetapkan penjaminan sebesar maksimal Rp2 miliar. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA