"Bukan saja menulis dan dipublikasikan adalah salah satu bentuk tanggungjawab kepada publik, namun menurut saya juga sebuah etika keterbukaan," ujar Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Heru Lelono, (Kamis, 14/11).
Karena itu, Heru Lelono miris membaca pihak-pihak yang menanggapi secara sinis rencana Presiden SBY menerbitkan buku tulisan pribadinya yang akan berjudul Selalu Ada Pilihan. Apalagi mereka berkomentar sinis sebelum membaca isi bukunya karena diterbitkan saja belum.
"Menjadi orang bijak memang memerlukan kepribadian atau peradaban pribadi yang cukup baik. Disanalah etika sosial mampu dipahami. Etika sosial yang mensyaratkan adanya kesetaraan, penghormatan, serta penghargaan terhadap pandangan orang lain," ungkapnya.
Apalagi kalau yang berkomentar adalah sosok-sosok yang ingin tampil sebagai tokoh panutan masyarakat dan mewakili rakyat. Alangkah mengenaskan nasib rakyat Indonesia bila tokoh panutannya tidak memiliki kemampuan untuk mengamalkan apa itu etika politik yang juga etika sosial tersebut.
"Kecuali bila seseorang dengan sengaja menerbitkan bacaan yang memang untuk menyebar fitnah, kebencian dan perpecahan. Tentu perbuatan mudarat seperti ini bukanlah sebuah ibadah. Marilah kita menjadi bangsa yang benar-benar besar, bukan bangsa yang hanya besar mulut. Bangsa yang saling menghormati sesama, apalagi sesama warganegara Indonesia," tuturnya.
Heru Lelono sendiri benar-benar ingin membaca buku tulisan SBY tersebut karena rasa penasaran terhadap isinya. Menurutnya. semakin banyak tokoh yang bersedia menulis dalam buku tentang pengalaman jujur pribadi masing-masing, semakin bermanfaat dia bagi masyarakat yang rindu pengetahuan. "Mari sama-sama kita tunggu tulisan jujur para tokoh yang mampu menulis buku," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: