"Apa yang dilakukan oleh para teroris dengan meledakkan Vihara tidak dibenarkan dalam konsep kepercayaan mana pun serta azaz bernegara sebuah tindakan yang biadab dan tidak berperikemanusiaan," ujar Direktur Eksekutif SUN Institut, Andrianto saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/8).
Terlebih, menurutnya, sangat ironis apabila insiden itu berkaitan dengan hilangnya 250 dinamit di Jawa Barat beberapa waktu lalu. Hal ini dianggap sebagai bentuk ketidakbecusan Polri khususnya dalam tugas dan kewajibannya sebagai aparat keamanan.
"Kalau sampai mengarah ke sana kan berarti suatu hal yang kita sayangkan, sampai detik ini kenapa Polri tidak bisa menuntaskan persoalan dinamit itu, masak tidak bisa terdeteksi," ujar Andrianto.
Dirinya beranggapan hal ini merupakan bentuk ketidakmampuan pihak kepolisian yang lalai akan tugasnya memberi pengamanan kepada masyarakat. Terlebih menjelang hari raya keagamaan.
"Aparat penegak hukum yaitu Kepolisian harus kita pertanyakan kinerjanya," katanya.
Andrianto menunjuk bahwa Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri adalah yang paling bertanggung jawab atas semua aksi teror bom yang terjadi. Di mana persoalan terorisme menjadi proyek abadi.
"Persoalan teroris belum juga terselesaikan, banyak pristiwa-peristiwa itu mengundang tanda tanya misal hampir semua pelaku teror ditembak mati, kenapa banyak yang salah tangkap, kanapa jaringan teroris yang ada hari ini kok tidak dipublikasi," paparnya.
Lebih lanjut dirinya mengharapkan ada penjelasan yang transparan kepada publik sejauh mana kinerja Densus 88 ini dalam menyelesaikan aksi terorisme bukan untuk sekedar pencitraan.
"Kita khawatirkan hanya untuk sekedar memberikan brand image Densus eksis ada di mata masyarakat tetapi penyelesaian secara komprehensif itu yang tidak kita lihat. Kita belum lihat ke mana arahnya," jelas Andrianto.
[ysa]
BERITA TERKAIT: