Ramadhan memang istimewa. Cara memasukinya bulan ini pun istimewa. Saat umur Rasulullah saw memasuki bulan Rajab, beliau berdoa,
"Allahumma bariklana fi rajaba wa sya’bana wa ballighna ramadhana" (Ya Allah, berkahi umur ku di bulan Rajab, selanjutnya di bulan Sya’ban dan sampaikan umurku di bulan Ramadhan). Pada saat Rasulullah memasuki bulan Sya’ban, Dia memerintahkan para sahabat untuk memperbanyak amal salih, seperti sedekah, membaca al-Quran, puasa sunnah, dan lainnya. Rasulullah menjadikan bulan Sya’ban (satu bulan sebelum Ramadhan) sebagai bulan pelatihan untuk bersiap memasuki Ramadhan. Segala amal ibadah Ramadhan beliau anjurkan untuk dikerjakan di bulan Sya’ban.
Para kiai tidak bosan-bosan menjelaskan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Ramadhan memang komplit
! Tidak ada lagi kurun waktu tertentu di setiap tahun yang lebih menjanjikan dibanding Ramadhan. Nah, bagaimana kita bisa meraih segala keistimewaan Ramadhan? Para kiai sudah membimbing kita untuk melakukan berbagai macam ibadah sebagai pengisi waktu kita di bulan Ramadhan. Jika kita telusuri semenjak masuknya bulan Ramadhan di petang awal hari, sehabis salat Isya’ kita disunnahkan untuk salat tarawih.
Salat tarawih bilangannya 20 rakaat untuk muslim di luar kota Madinah, Saudi Arabia. Berbahagialah untuk muslim yang saat Ramadhan ada di tanah suci: di Makkah bisa menikmati tarawih 20 rakaat sekaligus ibadah thawaf; sedangkan di Madinah bisa menikmati tarawih 36 rakaat. Tentu beribadah di dua kota suci tersebut lebih utama dibanding di luarnya. Namun terkhusus di bulan Ramadhan, salat tarawih kita di Indonesia, meski hanya 20 rakaat bisa-bisa semakin nikmat jika kita mampu istiqamah salat sunnah rawatib. Salat Sunnah Rawatib itu salat yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum dan sesudah salat fardhu, sehari-semalam sejumlah 10 rakaat.
Di luar angka-angka salat tarawih tadi, terdapat mutiara terpendam yang perlu kita raih, yaitu kekhusyu’an dan kehadiran Allah dalam hati kita. Salat tarawih yang tampak sebagai ibadah yang menonjolkan kuantitas sebenarnya mendorong kepada pelakunya untuk menjadi pribadi yang tenang, fokus, damai, tenteram serta berorientasi kepada kebaikan alam semesta. Puncaknya salat tarawih tidak hanya mendorong agar setiap muslim menjadi pribadi yang bercahaya namun juga bisa memberi cahaya kepada orang di sekitarnya. Inilah pribadi muslim yang dalam lukisan Imam al-Ghazali,
"Ma yabsharu binafsih wa yabsharu bihi ghairah".
Setiap orang merindukan bisa salat tarawih hingga mendapatkan kenikmatannya. Para kiai sudah menuntun kita untuk salat tarawih dengan baik dan benar. Kita sering menemui, di luar salat tarawih, terdapat warna-warni ritual yang disisipkan, seperti membaca shalawat saat jeda salat tarawih, ada seorang yang memerankan diri sebagai “bilal†yang memimpin ritme salat selain kiai, dan lainnya. Semua itu “ijtihad†untuk bermuara kepada kekhusyu’an dan kehadiran hati. Nah, tugas kita yang terpenting adalah berusaha untuk memahami dengan baik dan benar tata cara dan rukun salat: saat berdiri, ruku', sujud dan lainnya.
Mempelajari salat dengan baik dan benar itu untuk meyakinkan diri kita bahwa kita benar-benar dalam keadaan salat. Orang yang sedang salat harus mampu membedakan antara berdiri waktu salat dengan berdiri saat upacara bendera. Orang yang sedang salat harus bisa membedakan antara ruku’ dengan membungkuk saat bermain tenis meja, termasuk antara sujud dengan gerakan yoga. Inilah substansi salat yang harus kita pahami saat salat tarawih.
Fase belajar salat ini memang berat. Namun hanya dengan belajar tata cara salat secara komprehensif yang bisa mengantarkan salat tarawih kita berkualitas. Dalam konteks salat, kita harus kritis terhadap diri kita sendiri, bukan kritis terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Hanya dengan ini salat tarawih bisa mempengaruhi kepribadian kita menjadi lebih baik.***
Penulis adalah Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama