Bersama tiga kawannya di ITB, tahun 1978, RR menulis buku putih tentang sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia. Buku yang diterjemahkan dalam sembilan bahasa asing itu berisi kritik atas rezim otoriter Orde Baru. Akibatnya, RR dan kawan-kawanya dijebloskan ke penjara selama enam bulan di Rumah Tahanan Militer di Bandung ditambah satu tahun di sel Sukamiskin.
"Sistem otoriter tidak memberikan kesempatan buat bangsa kita untuk bisa menyatakan diri secara kreatif," kenang dia membeberkan alasan melawan otoritarianisme Orde Baru.
Penjara tidak membuat RRÂ kapok. Sel Sukamiskin dimana disana Bung Karno juga dipenjara tidak mengendurkan perjuangannya mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
Perubahan pun terjadi tahun 1998. Reformasi menggema di seantero nusantara. Tapi, RR yang merupakan ketua Aliansi Rakyat Untuk Perubahan (ARUP) kecewa karena ternyata reformasi yang diperjuangkan mahasiswa dengan darah diselewengkan oleh kekuatan uang dan dibajak kekuatan oligarki. Reformasi nyaris tidak ada manfaatnya bagi rakyat. Rakyat sekarang kalau berbicara reformasi sangat sinis. Mereka mengatakan bukan reformasi tapi deformasi. Mereka katakan bukan reformasi tapi repotnasi.
Kenapa cita-cita dan perjuangan indah reformasi berakhir sangat tragis seperti itu? Menurut dia, penyebabnya karena reformasi diselewengkan oleh tokoh-tokoh dan pikiran yang sangat neoliberal dalam bidang ekonomi. Neoliberal artinya segala urusan diserahkan ke mekanisme pasar, dan standar satu-satunya adalah daya beli masyarakat.
Hari ini banyak rumah sakit bagus tapi kebanyakan rakyat tidak bisa menikmatinya. Banyak universitas bagus tapi seolah-olah ada plang rakyat miskin tidak boleh kuliah. Masuk kuliah kedokteran mesti bayar puluhan juta. Masuk sekolah dasar membutuhkan juta rupiah. Lalu, ada banyak mal tapi anak muda kita singgah di sana hanya untuk
ngadem. Mereka tidak sanggup membeli makanan atau minuman karena tidak punya uang. Para kaula muda kita ada di mal mal hanya karena wifie-nya bagus.
Di dalam sistem liberal uang yang menentukan segalanya. Pendidikan dibatasi oleh uang. Kesehatan dibatasi kemampuan daya beli. Hal ini juga yang berlaku dalam sistem politik kita dimana kalau mau jadi anggota DPR harus punya uang 1 hingga 3 miliar rupiah untuk kampanye dan urusan lainnya.
"Inilah yang harus kita ubah. Sistem seperti ini menutup kesempatan bagi 80 persen masyarakat kita paling bawah," tegas calon presiden paling ideal dan reformis hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia ini.
RR yakin Indonesia lebih baik dan rakyatnya sejahtera bisa terwujud. Kemenangan Joko Widodo dalam Pilgub Jakarta, kemudian dukungan besar terhadap Khofifah Indar Parawansa tanpa politik uang di Pilgub Jatim, bisa merambat ke tingkat nasional. Rakyat Indonesia sudah capek dan bosan dengan sistem dan dagelan politik. Sekarang ini, katanya, rakyat mengharapkan pemimpin yang betul-betul amanah, mengerti dan bisa menyelesaikan masalah serta memiliki karakter yang kuat.
Menurut Menko Perekonomian era Presiden Abudurahman Wahid itu, perlu segera diubah demokrasi kriminal yang saat ini berlaku. Ada banyak bupati, gubernur dan anggota DPR yang masuk penjara akibat korupsi. Mereka melakukan korupsi untuk mengembalikan besarnya biaya politik yang mereka keluarkan sebelum jadi pejabat.
Dia juga menyuarakan perlunya mengubah sistem rekrutmen pemimpin yang saat ini hanya memberi peluang bagi para pemilik modal dan kalangan pesohor, seperti yang berlaku di Philipina. Di negeri Pagoda itu yang bisa menjadi pejabat publik hanya orang yang berasal dari 200 warga konglomerat atau kalangan pesohor seperti seniman, aktor atau aktris. Mereka bisa jadi pejabat karena punya uang. Sementara rakyat biasa, sekalipun punya kemampuan mumpuni, tidak bisa maju karena tidak mampu membuat iklan dan spanduk.
"Model kepemimpinan yang dilandaskan hanya pada uang dan pencitraan tidak akan mampu mendatangkan solusi bagi bangsa kita," katanya. "Saya cukup yakin kalau Soekarno dan Muhammad Hatta ikut pemilihan presiden dengan sistem yang ada sekarang pasti kalah. Karena mereka tidak sanggup bayar iklan."
Oleh karena itu, menurut calon presiden alternatif versi President Center ini, perubahan perlu dilakukan diantaranya dengan melakukan reformasi pembiayaan partai politik. Partai politik perlu dibiayai oleh negara seperti yang berlaku di Eropa dan Australia. Dengan begitu, partai politik tugasnya hanya mencari kader yang bagus untuk menjadi pemimpin, dan tidak repot-repot cari uang dengan cara ilegal.
"Partai politik perlu dibebaskan dari tugas mencari uang. Jika partai dibiayai negara, ada kesempatan bagi anak-anak muda yang cerdas, aktivis, dan kredibel menjadi pemimpin," tandasnya.
[dem]