Rizal Ramli: Freeport Banyak Bandelnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 26 Mei 2013, 17:19 WIB
Rizal Ramli: Freeport Banyak Bandelnya
rmol news logo Runtuhnya salah satu titik penambangan PT Freeport di Timika, Papua, beberapa hari lalu dinilai sebagai bukti PT Freeport abai terhadap prinsip keselamatan dan keamanan kerja. Insiden yang mengakibatkan 28 karyawan tewas tertimbun ini menambah daftar panjang ketidakberesan PT Freeport dalam menjalankan kegiatan tambangnya.

"Freport betul-betul amatir. Mestinya, dari keuntungan sangat besar yang diperoleh Freeport betul-betul bisa menjamin keamanan bagi para pekerjanya," ujar ekonom senior DR. Rizal Ramli, kepada wartawan belum lama ini.

Rizal Ramli yang juga anggota Tim Panel Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membeberkan, sejak tahun 1967, PT Freeport melakukan penambangan dengan sangat mudah karena tambangnya open field alias tambang yang terbuka. Cukup dibuka lapisan tanahnya sedikit di bawahnya sudah didapat cadangan emas. Sekarang mereka memasuki fase yang berisiko yaitu perlu menggali lebih dalam. Meski begitu dia menilai, runtuhnya terowongan Big Gossan milik PT Freeport sebagai peristiwa yang patut disesalkan.

"Ini aneh sekali. Kecelakaan tambang banyak terjadi di China dan negara-negara Amerika latin karena mereka memakai teknik penambangan sangat tradisional. Tetapi Freeport adalah perusahaan yang sangat kaya raya. Kasus ini sangat memalukan untuk sekelas Freeport," kata ketua Aliansi Rakyat Untuk Perubahan ini.
 
Lebih lanjut calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia itu mengatakan, sudah saatnya pemerintah bersikap tegas terhadap PT Freeport. Indonesia memang memperoleh untung dari operasi tambang PT Freeport, tetapi untungnya sangat kecil. Saat ini PT Freeport hanya membayar royalti emas sekitar 3 persen dan ini merupakan royalti paling rendah di seluruh dunia. Sementara keuntungan paling besar disedot oleh induk perusahaan Freeport, Freeport internasional.

"Pemerintah jangan lagi memperpanjang kontrak dengan Freeport. Lebih baik diambil alih atau dilakukan cara-cara agar keuntungan yang didapat Indonesia menjadi lebih tinggi," tekan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Selain minimnya royalti  yang diterima negara, kasus perburuhan, dan kerusakan lingkungan, kata Rizal Ramli, PT Freeport banyak bandelnya. Kewajiban-kewajiban banyak yang tidak mereka penuhi. Sehingga pemerintah harus menghentikan atau tidak memperpanjang kontrak Freeport.

"Perpanjangan kontrak di tahun 80-an, pada masa pemerintahan Soeharto, cacat hukum karena Freeport menyogok pejabat Indonesia. Mereka menyogok menteri pertambangan Indonesia sehingga syarat-syarat termasuk pembayaran royalti yang disepakati sangat minim," katanya. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA