"Dengan adanya kerusuhan ini dikhawatirkan menjadi 'kampanye hitam' bagi cagub dari Polri hingga akhirnya yang bersangkutan tidak dipilih oleh masyarakat," ujar Ketua Presidium IPW Neta S. Pane (Rabu, 1/5).
Menurut hemat Neta, bagaimana pun kerusuhan itu sudah memicu kejengkelan, kebencian, dan kemarahan masyarakat terhadap polisi. Apalagi dalam peristiwa itu ada empat orang tewas yang diduga tertembak peluru tajam.
"Menjelang Pilgub Jabar beberapa waktu lalu, kerusuhan sempat pula terjadi di Universitas Pamulang Tangerang. Puluhan mahasiswa luka-luka dipukuli polisi," imbuhnya.
Akibat peristiwa ini banyak pengamat yang memprediksi bahwa para cagub dari polisi akan kalah di Pilgub Jabar. "Akibat hal ini, Wakapolri yang hendak maju jadi cagub mendadadak mundur. Sementara pati Polri yang tetap maju hanya mendapat nomor buncit," katanya merujuk pada Irjen Dikdik Mulyadi yang maju sebagai cagub Jabar dari jalur independen.
Bercermin dari kasus Jabar, IPW berharap aparat kepolisian agar lebih bisa menahan diri dalam menghadapi potensi konflik di masyarakat dan jangan bersikap arogan dan represif, terutama menjelang pilkada dimana perwiranya ikut dalam pencalonan.
Meletusnya kerusuhan yang membawa korban akan menjadi kampanye buruk bagi polisi-polisi yang ikut pilkada. "Padahal keikutsertaan anggota polisi dalam pilkada sangat penting dan bisa menjadi tolok ukur bagi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Polri," tandasnya.
Bentrokan ini berawal dari demo menuntut pemekaran Kabupaten Muratara dari Kabupaten Musi Rawas pada Senin (29/4) mulai pukul 10.00 WIB hingga Senin malam dan berakhir bentrokan serta mengakibatkan empat warga tewas dan belasan lainnya terluka.
Selain itu korban lainnya ialah terbakarnya Mapolsek Rupit dan Karang Dapo, serta dua kendaraan polisi dibakar massa.
[zul]
BERITA TERKAIT: