Elizabeth Liman Jadi Tersangka Kasus Sapi

Disangka Menyuap Luthfi Hasan Ishaaq

Sabtu, 20 April 2013, 09:07 WIB
Elizabeth Liman Jadi Tersangka Kasus Sapi
Maria Elizabeth Liman
rmol news logo .Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tersangka baru kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.

Tersangka baru itu adalah Pre­siden Direktur PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman (MEL). Maria adalah bos dari dua ter­sangka sebelumnya, Juard Ef­fendi (JE) dan Arya Abdi Ef­fendi (AAE). JE dan AAE disangka menyuap Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) melalui Ah­mad Fathanah (AF).
Sehingga, sekarang KPK telah menetapkan lima tersangka kasus ini.

Penetapan tersangka baru ter­sebut disampaikan Kabiro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo, kemarin. Menurut Johan, keputusan penetapan tersangka itu merupakan hasil proses pe­nyidikan dan gelar perkara yang dilakukan pada Selasa (16/4).

“Kesimpulannya, penyidik te­lah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan MEL, dari swasta, sebagai ter­sang­ka,” kata Johan di kantornya, kemarin.

MEL disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 KUHP yang ancamannya 5 tahun penjara. Dalam kons­truk­si hukum, MEL disangka me­nyuap LHI dan AF untuk memu­luskan jatah pengurusan kuota impor daging sapi.

Johan menyatakan, penyidik masih mengembangkan kasus ini untuk mencari keterlibatan pihak lain. “Apakah pemberi atau pene­rima itu dilakukan sendiri atau ada pihak lain. Namun, KPK ti­dak mengarah-arah. Bergantung ke­pada adanya alat bukti,” ucapnya.

Terkait belum adanya ter­sang­ka dari pihak Kementerian Per­ta­nian, Johan menyatakan, penyi­dik masih mendalami kasus ini. Kata dia, jika ada penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait kewenangannya, bisa dikenakan pasal suap.

Sebelumnya, KPK telah men­dalami pertemuan MEL dengan LHI, AF dan Menteri Pertanian Sus­­wono di Hotel Arya Duta, Me­dan, Sumatera Utara pada 13 Ja­nua­ri 2013. Namun, hingga ke­ma­rin, Suswono masih be­r­status saksi.

MEL sudah beberapa kali diperiksa penyidik sebagai saksi. Pada pemeriksaan Rabu (27/2) lalu, dia membantah memerin­tah­kan JE dan AAE untuk mem­be­ri­kan uang Rp 1 miliar kepada AF. Bahkan saat itu, dia yakin tidak akan terseret pusaran kasus ini. “Tidak mungkin saya jadi ter­sangka,” katanya saat itu.

MEL pun membantah perte­mu­an di Medan itu untuk menga­tur kuota impor daging sapi. Me­nurut dia, dalam pertemuan itu hanya dibahas mengenai rencana penyelenggaraan seminar untuk mengetahui kebutuhan daging dalam negeri.

Pengacara MEL, Denny Kaili­mang mengaku kaget men­dengar penetapan kliennya se­ba­gai ter­sangka. Denny mengklaim, klien­nya adalah pihak yang tidak ber­sa­lah dalam kasus ini.

Pertemuan dengan LHI, AF dan Suswono di Medan, menurut Denny, merupakan inisiatif Elda Devianne Adiningrat dan AF. Elda dan AF meminta MEL untuk memberi masukan kepada Men­teri Pertanian. Sekadar me­ngi­ngatkan, seperti Suswono, Elda berstatus saksi kasus ini.

“Dia sebagai pengusaha, ten­tunya mengetahui dan punya data tentang persoalan daging sapi. Maria ingin memberi masukan kepada pemerintah agar tidak ter­jadi krisis daging,” ucap Denny, kemarin.

Dalam pertemuan di Medan, kata Denny, MEL bersedia ha­dir karena mempunyai itikad baik sebagai pengusaha impor­tir da­ging yang ingin mem­be­ri­­­kan so­lusi terhadap per­ma­sa­lah daging.

“Saat itu harga sapi naik te­rus, lalu ia ingin memberi ma­su­kan. Buk­tinya sekarang pe­me­rintah buka keran impor, ber­arti masu­kan-masukannya d­i­terima,” belanya.

Sebelum penetapan tersangka baru ini, KPK melimpahkan dua berkas kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi ke Pe­ngadilan Tipikor Jakarta. Yang di­limpahkan itu adalah berkas tuntutan JE dan AAE.

“Mudah-mu­dahan minggu depan sudah ada sidang perdana untuk kasus ini,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi. Sedangkan berkas dua tersangka lain, yakni LHI dan AF masih dilengkapi KPK.

Reka Ulang
Soal Tanah 4 Ribu Meter Persegi

Kemarin, KPK memeriksa dua saksi untuk tersangka kasus tin­dak pidana pencucian uang (TPPU) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), bekas Presiden Partai Ke­adilan Sejahtera (PKS).

Dua saksi itu adalah pensiunan TNI bernama Tanu Margono dan ibu rumah tangga, Yatje Mar­go­no. Tanu datang ke Gedung KPK ditemani bekas Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen (purn) Syamsu Djalal.

Menurut Syamsu, pemeriksaan itu kemungkinan mengenai sebidang tanah milik Tanu yang dibeli PKS. “Mungkin uangnya itu hasil pencucian uang,” kata Syamsu di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Kata Syamsu, tanah yang di­be­li petinggi PKS itu berada di bi­la­ngan Condet, Jakarta Timur. Ta­nah seluas 4.000 meter persegi itu, kemudian dibangun menjadi kompleks perumahan khusus bagi petinggi PKS.

Sebelumnya, pengacara LHI, Zainuddin Paru mengaku belum bisa menjelaskan mengenai ru­mah di Kompleks PKS itu. Tapi, katanya, tim kuasa hukum sedang mengumpulkan data mengenai aset LHI untuk pembuktian di pengadilan.

Aset-aset milik LHI, lanjut Paru, semuanya sudah dima­suk­kan ke dalam Laporan Harta Ke­ka­yaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sedangkan rumah yang ditempati LHI dan ke­luar­ganya di jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menurut Paru, adalah rumah kontrakan yang ditempati kliennya sejak 2011. Siapa pemiliknya dan be­rapa harga sewa rumah tersebut, Paru mengaku belum bisa men­jelaskannya.

“Tentu kami akan me­ngum­pulkan informasi dan dokumen untuk ditunjukkan di pengadilan nanti,” katanya.

Untuk menelusuri aset LHI, KPK juga memeriksa Benda­hara Umum PKS Machfudz Abdur­rah­man sebagai saksi pada Rabu (17/4) lalu. Mach­fudz tiba di Ge­dung KPK pukul 9.30. Saat ke­luar dari Gedung KPK Pukul 16.40, wajahnya terlihat lelah.

Saat akan meninggalkan Ge­dung KPK, Machfudz mengaku tidak ditanya penyidik mengenai rumah di Kompleks PKS, Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur yang diduga milik Luthfi. “Tidak ada, tidak ada,” ucapnya.

Machfudz mengaku ditanya 10 pertanyaan oleh penyidik. Antara lain soal aset dan laporan ke­uangan PKS. “Saya dimintai keterangan mengenai mobil mana yang milik partai, dan mana yang milik LHI. Sudah saya jelaskan semuanya ke penyidik,” akunya.

Kata Mahfudz, di antara mo­bil-mobil tersebut ada yang di­sita KPK, yakni VW Caravelle. “Tapi, itu punya partai,” kata Machfudz.

Menurut Juru Bicara KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo, penyi­dik telah mengidentifikasi aset-aset milik LHI yang diduga ber­kaitan dengan pencucian uang. Namun hingga kini, KPK belum menyita satu pun aset LHI yang teridentifikasi tersebut. “Nanti kami sampaikan,” ucapnya.

Johan hanya menyebut, satu dari empat mobil milik tersangka kasus sapi Ahmad Fathanah (AF) yang sudah disita KPK, diduga milik LHI. Seperti diketahui, AF adalah kawan LHI. “Mobil FJ Cruiser itu diduga terkait LHI,” ucapnya.

KPK telah menyita empat mo­bil yang diduga milik AF. Empat mobil tersebut yaitu, Toyota FJ Cruiser hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam ber­nomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS.

Jangan Berhenti Pada Elizabeth
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­ra­kat Antikorupsi (MAKI) Bo­yamin Saiman tidak heran mendengar Maria Elizabeth Li­man (MEL) ditetapkan KPK se­bagai tersangka kasus suap pe­ngu­rusan kuota impor da­ging sapi.

Menurut dia, seharusnya Ko­misi Pemberantasan Korupsi sudah jauh-jauh hari sebe­lum­nya menetapkan MEL sebagai tersangka. Soalnya, kata Bo­ya­min, tidak mungkin direktur PT Indoguna Juard Effendi (JE) dan Arya Abdi Effendi (AAE) melakukan penyuapan tanpa perintah dari atasannya, MEL.

Boyamin meminta KPK te­rus mengembangkan dan me­nelusuri siapa saja yang terlibat dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Ter­utama melakukan pendalaman ke proses pemberian kuota im­por daging sapi dari pihak Ke­me­nterian Pertanian ke pihak importir. “Jangan berhenti pada penetapan MEL sebagai ter­sangka,” tandasnya.

Menurut dia, dengan men­da­lami proses tersebut, bisa di­ke­ta­hui siapa saja yang diduga ter­libat pat-gulipat guna men­da­pat­kan jatah kuota impor. Kata Boya­min, bisa saja PT Indo­guna Uta­ma bukan importir da­ging sapi pertama yang diduga melakukan pe­nyuapan guna mendapatkan ja­tah kuota impor daging sapi.

“Tak tertutup kemungkinan ada juga importir lain yang mendapatkan jatahnya melalui penyuapan,” tandasnya.

Selain itu, Boyamin juga me­nya­rankan KPK agar mene­lu­suri, apakah ada pihak Ke­men­tan yang diduga terlibat. “Apa­kah mungkin mengurus kuota impor daging sapi itu dilakukan pihak swasta saja tanpa ada pihak Ke­menterian Pertanian,” ucapnya.

Sebab itu, lanjutnya, KPK perlu memastikan apakah se­la­ma ini pemberian jatah kuota im­por daging tersebut sudah se­suai prosedur atau tidak.

“KPK bisa kembali meme­rik­sa Menteri Pertanian Sus­wo­no sebagai saksi. Kalau pe­nyi­dik masih memerlukan ke­te­ra­ngan Mentan, bisa dipanggil kembali,” ucapnya.

Pengembangan Kasus Mesti Berimbang
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yah­dil Abdi Harap mengapre­siasi Komisi Pemberantasan Ko­rupsi yang telah mene­tap­kan tersangka baru kasus suap pengurusan kuota impor da­ging sapi.

Namun Yahdil berharap, KPK tidak berhenti pada nama Maria Elizabeth Liman. “Kerja KPK belum tuntas dalam kasus ini. Masih banyak pihak yang harus ditelusuri dan diungkap, apakah ikut terlibat atau tidak,” katanya, kemarin.

Yahdil berharap, KPK juga ber­imbang dalam melakukan pe­ngembangan penyidikan. Selain mengembangkan penyi­dikan ke pihak swasta yang disangka sebagai pemberi suap, KPK juga hendaknya me­ngem­bangkan kasus ini ke pihak eksekutif.

Yahdil menilai, salah satu yang harus ditelusuri KPK ada­lah pihak Kementerian Per­ta­nian. Soalnya, pihak Kementan yang punya kewenangan dalam penentuan kuota impor daging sapi. “Hal ini yang juga harus di­pahami KPK,” katanya.

Menurut dia, belum ditetap­kan­nya tersangka dari pihak Ke­mentan tentu akan menim­bul­kan pertanyaan publik. Pa­salnya, publik menunggu-nung­gu kapan KPK akan me­ngung­kap semua pihak yang diduga terlibat kasus ini.

“Publik akan bertanya, kena­pa sampai sekarang belum juga ditemukan dugaan keterlibatan pihak Kementan,” ucapnya.

Kasus ini, lanjut Yahdi, men­jadi sorotan publik. Sebab itu, KPK jangan mempertaruhkan kredibelitas dengan menunda-nunda atau tebang pilih. Jika ma­sih kesulitan menemukan ke­terlibatan pihak Mentan, Yahdil menyarankan kepada KPK agar kembali memanggil Menteri Pertanian Suswono sebagai saksi.

“Jika keterangan Mentan ma­sih dibutuhkan, panggil kem­bali. Setiap orang yang di­per­lu­­­kan keterangannya bisa di­ja­di­kan saksi oleh KPK,” ujarnya.

Jika sudah menemukan alat bukti yang cukup, Yahdil ber­ha­rap KPK tidak ragu untuk men­etapkan tersangka baru. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA