Sejak meletus pada 10 Juli 2011 hingga hari ini gunung setinggi 1.580 meter yang berada sekitar 5,3 kilometer baratlaut Kota Tomohon, atau sekitar 20 kilometer baratdaya Manado, Sulawesi Utara, itu terus memperlihatkan aktivitas yang mengkhawatirkan.
"Saya belajar denganmu tentang kepastian alam, walau yang aku peroleh justru ketidakpastian," ujarnya dalam pesan yang diterima redaksi pagi ini (Sabtu, 13/4).
Menurutnya, pasca letusan tanggal 13 April 2013, pukul 02:29':13" WITA, pengamatan deformasi tubuh Gunung Lokon dengan
tilt meter masih menunjukan inflasi (mengembang). Saat Mbah Rono menuliskan pesannya itu pada pukul 03:01 WITA, gempa vulkanik masih terjadi.
"Aktivitas Lokon masih tinggi, masih berpotensi terjadi erupsi dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Setelah letusan tahun 1991 dan 2001, Gunung Lokon kembali jadi perhatian pada bulan Juli 2011. Pada tanggal 10 Juli tahun itu statusnya dinaikkan menjadi Awas. . Letussn pertama terjadi pada 14 Juli 2011 dengan tinggi asap letusan sekitar 3.000 meter di Kawah Tompaluan.
Kemudian aktivitas menurun, dan pada 24 Juli 2011, stusnya diturunkan dari Awas menjadi Siaga Lokon hingga kini. Lokon telah mencatat sejarahnya, aktivitas vulkanik diikuti letusan telah mencapi lebih satu tahun.
"Selamat Lokon, Anda saat ini beda dari sebelumnya. Terima kasih rekan-rekan pengamat, BPBD Tomohon dan Pemkot Tomohon juga BPBD dan Pemprov Sulut, terimakasih masyarakat di sekitar Lokon yang telah dengan sabar dan bersama-sama membangun sistem mitigasi erupsi Gunung Lokon dengan baik. Terimaksih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan doa, moril dan materiil selama Lokon mencatat sejarahnya," tulis Mbah Rono yang mengatakan dirinya masih terjaga menunggu kata akhir Lokon.
Dia berharap semoga masyarakat Kota Tomohon senantiasa dapat hidup secara harmoni dengan Lokon, yang senantiasa memberikan berkah, keindahan dan kesuburan bagi Kota Tomohon.
"Sekali lagi, selamat untuk Lokon. Saya belajar dari keramahan, kepastianmu yang merupakan ketidakpastian bagiku. Saya mencoba mengerti tentangmu, namun semakin saya tidak mengerti apapun tentangmu.
Saya belajar denganmu tentang kepastian alam, walau yang aku peroleh justru ketidakpastian. Dalam lima hari ini, saya melihat kepastian alam yang merupkan ketidakpastian bagiku: Guntur, Merapi dan Dieng.
Mungkin benar, saya hanya orang bodoh yang ngeyelan. Salam hormat," demikian Mbah Surono alias Surono.
[dem]
BERITA TERKAIT: