KPK terus memeriksa para saksi kasus yang membuat bekas KeÂpala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo (DS) menjadi tersangka ini. Pada Jumat (7/3), saksi yang diÂpanggil adalah staf ahli KorÂlantas Polri Soeharno dan angÂgoÂta Polri Tri Puji Raharjo.
“Keduanya hadir dan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS,†kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, KuÂniÂngan, Jakarta Selatan.
Untuk mendalami kasus ini, KPK juga memeriksa sejumlah anggota Komisi III DPR sebagai saksi. Pada Kamis (7/3), giliran anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar yang dipanggil KPK seÂbagai saksi.
Dasrul tiba di Gedung KPK puÂkul 9.45 WIB. Mengenakan keÂmeja biru muda lengan panjang, dia berjalan santai sambil meÂnebar senyum. Ditanya seputar agenda pemeriksaannya, Dasrul malah bergegas memasuki GeÂdung KPK.
Politisi Partai Demokrat ini, diperiksa KPK selama sekitar 10 jam di lantai 4 Gedung KPK. Dia keÂluar pukul 8.10 malam. Meski waÂjahnya terlihat lelah, Dasrul maÂsih cukup sabar melayani perÂtanyaan awak media yang meÂnunggunya.
Menurut Dasrul, permeriksaan hari itu terkait sumber dana peÂngaÂdaan simulator SIM di KorÂlanÂtas. Katanya, sumber dana peÂngadaan itu berasal dari PeÂneÂriÂmaan Negara Bukan Pajak (PNBP), bukan dari APBN.
LanÂtaran berasal dari PNBP, lanÂjut dia, Komisi III tidak ikut memÂbaÂhas dana tersebut. “KareÂna itu, yang membahas hanya keÂpoÂliÂsian, dalam hal ini Korlantas deÂngan KeÂmenterian Keuangan,†ucapnya.
Dalam pemeriksaan, kata DasÂrul, penyidik menanyakan, apaÂkah dirinya mengetahui ada peÂrÂtemuan antara anggota Komisi III DPR dengan pihak Korlantas. “Saya bilang, saya tidak pernah ikut dalam pertemuan. Saya juga tidak tahu kalau ada pertemuan,†jawabnya. Apakah penyidik juga menanyakan ada aliran dana dari Korlantas ke anggota DPR? “Ada pertanyaan itu, dan saya jawab tidak tahu,†ucapnya.
Mengenai bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M NaÂzaÂruddin yang menyebut nama seÂjumlah anggota Komisi III DPR diduga menerima dana dari Korlantas, Dasrul menyerahkan pengusutannya kepada KPK.
“Mengenai dugaan-dugaan, saya tak punya kapasitas untuk menjawab. Saya tidak disebut, kalau disebut tentu saya akan klaÂrifikasi,†ucapnya.
Namun, jika ada rekan kerÂjaÂnya di Komisi III DPR terlibat daÂlam kasus tersebut, Dasrul meÂminÂta KPK tidak ragu untuk mengusutnya. “Semua bentuk peÂlanggaran tentu harus ditindak. Kepada siapa saja, tidak hanya di Komisi III,†katanya.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, Dasrul bukanlah anggota Komisi III DPR terakhir yang akan diÂpanggil KPK. KPK akan meÂmanggil sejumlah anggota DPR lagi guna melengkapi berkas peÂnyidikan kasus Korlantas sebeÂlum dilimpahkan ke penuntutan.
Sebelumnya, tiga anggota KoÂmisi III DPR diperiksa serentak di Gedung KPK. Mereka adalah Azis Syamsuddin (Golkar), BamÂbang Soesatyo (Golkar) dan HerÂman Heri (PDIP). Mereka dipeÂriksa sebagai saksi karena NaÂzaÂruÂdin mengatakan, tiga anggota DPR itu berada di balik proyek simulator senilai hampir Rp 200 miliar. Bekas Ketua Komisi III DPR Benny K Harman juga diperiksa sebagai saksi kasus ini.
Di tangga depan Gedung KPK, Bambang Soesatyo mengakui, mereka bertiga dipanggil untuk mengklarifikasi pernyataan Nazar. Tentu saja, Bambang membantah.
Sama seperti Benny, Bambang meÂngaku membeberkan mekaÂnisÂme pembahasan anggaran di KoÂmisi III. “Semuanya sudah kami sampaikan ke penyidik, dari A sampai Z, mekanisme yang ada di DPR, bagaimana anggaran disetujui, PNBP itu disetujui dan yang terpenting adalah peÂngaÂdaÂan ini tidak menggunakan APBN,†katanya.
KPK juga memeriksa pegawai negeri sipil dari lingkungan Setjen DPR bernama Wiwi dan Mawang, bekas staf ahli Sutjipto (almarhum). “Ketiganya diperikÂsa sebagai saksi untuk tersangka DS,†kata Kepala Bagian InforÂmasi dan Pemberitaan KPK PriÂharsa Nugraha ketika diÂkonÂfirmasi.
Reka UlangKPK Sita 11 Rumah DjokoKomisi Pemberantasan Korupsi kembali menyita rumah yang diÂduga milik tersangka kasus peÂngaÂdaan simulator SIM Irjen DjoÂko Susilo (DS). Kali ini, rumah DS yang disita KPK berada di BoÂgor, Jawa Barat.
Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, peÂnyitaan rumah DS merupakan langkah hukum yang harus diÂtempuh KPK terkait kasus duÂgaÂan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proyek simulator SIM. “Ada pemasangan plang sita yang dilakukan tim penyidik KPK hari ini,†kata Johan Budi pada Selasa (28/2) lalu.
Rumah yang disita KPK itu berada di Jalan Leuwinanggung, RT 01/008, Kecamatan Tapos, Bogor, Jawa Barat. Luas tanah rumah berpagar tinggi itu, diÂperÂkirakan sekitar 1,8 hektar.
Sebelumnya, pada Rabu (20/2) lalu, KPK menyita empat rumah yang diduga milik bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu. Tiga rumah berada di Jakarta Selatan dan satu rumah di kawasan DeÂpok, Jawa Barat.
Rumah di Jakarta Selatan beÂrada di Kelurahan Petogogan dan Jalan Prapanca, Kebayoran Baru, serta Tanjung Mas Raya, Tanjung BaÂrat, Lenteng Agung. KemuÂdian rumah di Depok, beÂrada di Perumahan Pesona MuÂngil 1, Kelurahan Mekar Jaya, KeÂcaÂmatan Sukmajaya.
Beberapa pekan sebelumnya, KPK menyita enam rumah milik Djoko di Yogyakarta, Semarang dan Solo. Sampai saat ini, rumah DS yang disita KPK berjumlah 11. “Tersebar di Bogor, Jakarta, DeÂpok, Solo, Yogyakarta dan SeÂmarang,†rinci Johan.
Menurut Johan, penyitaan ini agar tidak ada transaksi jual beli terhadap aset Djoko sambil meÂnunggu putusan majelis hakim. “Pemasangan plang sita bukan berarti tidak boleh ditempati, tapi sita sementara agar tidak ada jual beli,†ucapnya.
Katanya, tidak tertutup keÂmungÂkinan, jika tim penyidik meÂnemukan aset lain yang diÂduga berkaitan dengan kasus siÂmulator SIM, KPK akan meÂlaÂkuÂkan penyitaan lagi. “KPK juga sudah pernah memblokir rekÂeÂning milik DS,†ujarnya.
Dalam pengembangan kasus siÂmulator SIM, KPK juga meÂÂmeÂriksa dua saksi dari pihak swasta. Mereka adalah karyawati PT BNI Elly Sukanti dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Sukotjo S BamÂbang yang lebih dulu ditetapkan seÂbagai tersangka oleh KPK. “SuÂkotjo S Bambang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS,†kata Johan.
Dia menambahkan, untuk meÂmeriksa Sukotjo, KPK sengaja memindahkannya dari Rutan KeÂbon Waru, Bandung ke Rutan KavÂling C1 di Rutan Gedung KPK, Jakarta. Seperti diketahui, Sukotjo juga terjerat kasus peniÂpuan dan penggelapan sehingga ditahan di Rutan Kebon Waru.
Johan mengaku, KPK sudah meÂminta izin Dirjen Lapas KeÂmenÂkum HAM, Kalapas Kebon Waru, dan Lembaga PerlindÂuÂngan Saksi dan Korban (LPSK) unÂtuk memindahkan Sukotjo. “TuÂjuannya agar tidak mondar-mandir dan pemeriksaan lebih lengkap,†ujarnya.
Pengacara Sukotjo, Erick S Paat mengatakan, kliennya telah didatangkan ke KPK sejak Selasa (26/2) dini hari. “Dia dijemput dan baru keluar dari sana jam 10 malam. Diperiksa mungkin berÂkaitan kasus simulator SIM seÂsuai jadwal KPK,†kata Ercik di GeÂdung KPK, Jakarta.
Menurut Erick, dirinya telah menitipkan saran kepada Sukotjo untuk menjelaskan secara detail mengenai kasus simulator SIM. Erick pun menyarankan agar kliennya buka-bukaan mengenai proÂÂyek Rp 198,6 miliar itu.
Rumah Yang Disita Mesti Dibuktikan Asal-usulnyaTaslim Chaniago, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR TasÂlim Chaniago meÂnyamÂpaiÂkan, langkah Komisi PeÂmÂbeÂranÂtasan Korupsi melakukan penyitaan itu positif.
Sebab, melalui penyitaan, bisa ditelusuri siapa saja yang terlibat. Selain itu, bisa diteÂluÂsuri besaran harta kekayaan terÂsangka yang diduga diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi. “Itu adalah langkah untuk mengungkapkan orang-orang yang terlibat dalam kasus ini,†ujar Taslim.
Selain itu, kata Taslim, pÂeÂnyiÂtaan rumah dan aset juga meÂruÂpakan langkah antisipasi agar aset-aset yang diduga milik terÂsangka, tidak berpindah tangan sampai status hukum diÂpuÂtusÂkan di pengadilan. “Nanti terÂganÂtung apakah hakim meÂmuÂtusÂkan aset tersebut dikeÂmÂbaÂliÂkan ke negara atau tidak,†ucap politisi PAN ini.
Taslim berharap, KPK sangat serius mengusut kasus yang diÂduga merugikan negara sebesar Rp 100 miliar itu sampai tuntas. “Harapan kita, tentu semua yang terlibat diusut tuntas, jaÂngan hanya Djoko,†ujarnya.
Terkait rumah dan aset yang sudah disita, KPK harus mampu membuktikan darimana asal-usulnya. Apakah memang berÂkaiÂtan dengan tindak pidana koÂrupsi atau tindak pidana penÂcuÂcian uang. “Terhadap penyitaan, tentu KPK harus melihat juga asal usul rumah itu,†ujarnya.
Menurut Taslim, jika penÂyiÂdik menemukan kembali aset atau properti yang diduga milik tersangka Djoko, tidak tertutup keÂmungkinan KPK akan meÂlaÂkukan penyitaan lagi. Termasuk jika ada rekening bank milik DS dimana dia menyimpan kekÂaÂyaannya.
Bisa Dikembalikan Kepada Negara Jika TerbuktiAlvon Kurnia Palma, Ketua YLBHIKetua Yayasan Lembaga BanÂtuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengatakan, adalah kewenaÂngan Komisi Pemberantasan KoÂrupsi untuk melakukan peÂnyitaan terhadap aset-aset yang diduga hasil korupsi atau diÂguÂnaÂkan dalam tindak pidana penÂcucian uang (TPPU).
Termasuk melakukan sita ruÂmah yang diduga milik Irjen Djoko Susilo (DS). Namun, kata dia, KPK harus bisa memÂbuktikannya apakah aset terÂseÂbut berkaitan atau tidak dengan tindak pidana korupsi.
“Dari hasil sita ini, nanti haÂrus dibuktikan KPK, apakah beÂnar hasil dari tindak pidana koÂrupsi,†katanya.
Alvon menilai, KPK telihat kuÂrang gesit melakukan peÂnyiÂtaÂan harta yang diduga milik DS. Kata dia, karena bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi KeÂuangan (PPATK), KPK sehaÂrusÂnya bisa lebih cepat menelusuri harta kekayaan DS.
Alvon mengatakan, agar aset yang kini telah disita itu bisa diÂkembalikan ke negara, KPK haÂrus kerja keras untuk memÂbukÂtikan sangkaan Pasal 18 UnÂdang Undang Nomor 31 TaÂhun 1999 Tentang Tindak PiÂdaÂna Korupsi (Tipikor) di peÂngaÂdilan.
“Konstruksi hukum yang diÂgunakan KPK dalam penunÂtutan, tidak hanya Pasal 11 dan 12, tapi juga Pasal 18,†ucap dia.
Menurutnya, pada kasus Angelina Sondakh, KPK tidak bisa membuktikan Pasal 18, seÂhingga tidak ada perintah peÂngembalian harta kekayaan keÂpada negara. Pasal tersebut, lanÂjut Alvon, diharapkan tak hanya memberi efek jera kepada peÂlaÂku, namun juga memberikan peÂringatan kepada pihak yang akan melakukan korupsi. [Harian Rakyat Merdeka]