Demikian seruan dari Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, Jumat (8/3).
"Kasus ini merupakan puncak dari fenomena gunung es. Yang terlihat dan mencuat serta muncul ke permukaan hanyalah manifestasi dari persoalan lebih besar yang selama ini senantiasa disangkal," katanya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, dalam beberapa kejadian bentrokan seolah-olah yang terjadi cuma "kenakalan" prajurit di lapangan. Padahal, tegasnya, ini bukan sekedar persoalan psiko-politik antara "kakak tua dan adik bungsu", di mana dipersepsikan ada adik bungsu yang setelah era reformasi berlaku arogan.
Dia juga mencatat, hampir semua kasus bentrokan antara TNI dan Polri berawal dari persoalan lalu lintas, timbul ketegangan dan kemudian Polri yang bersikap berlebihan seperti memulai tembakan senjata api.
"Tapi lebih dari itu, konflik ini juga punya akar struktural terkait akses sumber daya. Ada kesenjangan sosial yang dalam antara sesama aparat, kesenjangan itu dapat meledak sewaktu-waktu," ungkapnya.
Pencetusnya, lanjut Hasanuddin, bisa macam-macam, seperti yang terjadi di OKU. TNI di-
sweeping di jalan, kemudian marah dan dengan entengnya oknum Polri menembak mati prajurit Yon Armed 15.
Kalau sekedar masalah lalu lintas, kata dia, sebenarnya dapat diambil solusi sederhana oleh para pimpinan masing-masing dengan mengesampingkan ego korps. Tapi, kalau masalahnya struktural, maka harus ada penataan ulang peran masing-masing.
"Kalau masalah ini tak diselesaikan dengan serius, maka kasus-kasus yang lebih seram bisa saja terjadi sewaktu-waktu . Tinggal menunggu waktu saja," tandasnya.
[ysa]
BERITA TERKAIT: