Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, saat diminta tanggapannya atas situasi keamanan di Kabupaten Sumbawa, NTB, yang hingga tadi malam masih
chaos bernuansa SARA.
Menurut mantan Sekretaris Militer Presiden ini, sejak awal biang permasalahan kerusuhan di Sumbawa tidak terinformasikan dengan baik dari daerah ke pusat.
"Data intelijen itu terdegradasi, bias. Mereka (aparat intelijen) cenderung saling mendiamkan. Ini masalah
leadership. Kalau sekarang ada dua anak berkelahi, kira-kira begitu ya, yang salah kan bapaknya," ungkap Hasanuddin beranalogi, saat diwawancara
Rakyat Merdeka Online, Kamis pagi (24/1).
Mengapa kerusuhan terus terjadi dalam beberapa hari terakhir? Menurutnya, karena sejak awal pemerintah pusat tidak memahami masalah sebenarnya di Sumbawa. Laporan intelijen yang valid mengalami pengurangan atau tergerus.
Rumor pertama yang berkembang di antara masyarakat Sumbawa adalah isu pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap seorang perempuan oleh seorang anggota kepolisian Sumbawa yang disebut sebagai pacar almarhumah.
Titik kemarahan masyarakat pertama adalah Kantor Polres Sumbawa. Massa menuntut proses hukum terhadap oknum anggota Polres Sumbawa yang kebetulan berasal dari etnis dan agama tertentu. Padahal, investigasi kepolisian menyatakan perempuan tersebut meninggal karena murni akibat kecelakaan motor bersama pacarnya.
"Penanganan yang salah dari awal akhirnya melebarkan konflik menjadi antara muslim dan non muslim di Sumbawa, dan kini antar pulau dan bisa menasional," jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan yang meluas tersebut, lanjutnya, tidak bisa hanya dengan menyerahkan ke level Kapolres, Kapolda atau Pemerintah Daerah. Suasana saat ini sudah sangat sensitif, bisa menyerempat konflik antar pulau, antar provinsi, dan jadi kerusuhan sosial pada tataran nasional.
"Kalau pemerintah anggap itu bisa diselesaikan Kaposek saja, itu sangat salah. Di mana kehadiran negara untuk isu yang sifatnya SARA? Penanganan kasus seperti Sumbawa ini jangan di-Otda(otonomi daerah)-kan. Masalahnya bukan lagi otoritas Otda, tapi ini masalah integritas NKRI," tegas TB Hasanuddin.
Lambannya pemerintah pusat mengantisipasi kerusuhan meluas karena hambatan-hambatan di atas, harus dikoreksi. Untuk saat ini, kehadiran pemerintah pusat di Sumbawa, bisa diwakili oleh Presiden atau minimal Menko Polhukam, sangat dianjurkannya.
"Meski terlambat, yang saya sarankan pemerintah pusat menangani langsung, berdialog dengan tokoh masyarakat, agama dan etnis setempat," serunya.
[ald]
BERITA TERKAIT: