WAWANCARA

Jero Wacik: ESDM Dinilai Pemalas, Padahal Tidak Begitu

Sabtu, 29 Desember 2012, 09:48 WIB
Jero Wacik: ESDM Dinilai Pemalas, Padahal Tidak Begitu
Jero Wacik

rmol news logo Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku sudah mendengar kabar kementeriannya dinilai malas menyerap anggaran seperti yang diungkapkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

Menurutnya, penilaian FITRA berdasarkan data penye­ra­­pan anggaran pada Juni 2012. “Ja­di, harus saya jelaskan bahwa FITRA itu dapat angkanya kapan. Itu kan data per Juni 2012, yang me­mang waktu itu anggaran ma­sih belum sepenuhnya diguna­kan,” kata Jero Wacik kepada Rak­yat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Dia mengakui, per Juni 2012 ang­­garan yang diserap kemen­te­riannya masih di bawah 30 persen atau sekitar 10 persen. Dengan di­keluarkannya data tersebut men­jelang akhir tahun, membuat Ke­menterian ESDM dinilai malas menyerap anggaran.

Seperti diketahui, Sekretariat Na­­­sional FITRA mencatat ada enam kementerian yang penyera­pan anggarannya kurang dari 20 per­sen hingga pertengahan 2012. Sa­lah satunya Kementerian ESDM.

“Hal tersebut mengindikasikan ki­nerja kementerian yang malas dalam merealisasikan program ke­­giatan yang telah disusunnya. Sangat menyedihkan,” kata Koor­­­­­­­­­­dinator Riset Seknas FITRA, Mau­lana belum lama ini.

Jero Wacik selanjutnya menga­takan, informasi tersebut mem­buat masyarakat menilai bahwa Kementerian ESDM tidak me­nyerap anggaran dengan baik.

“Kalau tidak cermat menga­mati angka dan tanggalnya, maka itulah yang terjadi. Anggaran Ke­menterian ESDM sebesar Rp 15 triliun itu hanya terserap 10 per­sen. Tapi itu kan data per Juni, bu­kan akhir tahun,” katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda kecewa dengan data yang dikeluarkan FITRA?

Bukan masalah kecewa. Tapi itu kan data per Juni 2012. Kalau kementerian hanya menyerap 10 atau 20 persen hingga akhir ta­hun, ya memang malas namanya.

    

Memangnya sampai akhir tahun ini berapa persen ang­garan yang terserap?

Kalau data per November, ang­garan kementerian ESDM yang terserap sudah mencapai 74 per­sen dan kalau sampai akhir tahun, bisa lebih dari itu. Perkiraan saya kalau sampai akhir tahun sekitar 80-85 persen. Jadi masyarakat jangan dibiaskan dengan menga­takan Kementerian ESDM hanya menyerap anggaran 10 persen sampai akhir tahun.

   

Anda menilai FITRA salah memberikan data?

Serapan yang disebut FITRA itu sampai 30 Juni 2012. Memang saya akui kalau sampai Juni masih di bawah 30 persen karena banyak proyek besar yang baru masuk.

Sayangnya, data itu dikuotnya Desember. Kok Desember ngo­mongin Juni dan masyarakat ta­hunya seperti itu. Masyarakat pun menilai Kementerian ESDM malas. Padahal kan tidak begitu yang sebenarnya.

   

Anggaran di Kementerian ESDM itu untuk apa saja?

Sebesar 10-15 persen untuk ang­garan rutin. Sisanya sebesar 85 persen untuk belanja modal atau belanja barang. Misalnya membangun proyek besar, penge­boran atau kilang dan sebagainya.

Saat itu kan masih tender, pro­ses membangun atau kontruk­si­nya masih dikerjakan. Sehingga pa­da bulan Juni itu belum diba­yar. Pembayaran dilakukan sete­lah pekerjaannya selesai, dan itu biasanya akhir tahun.

   

Kenapa tidak bisa 100 persen terserap?

Jadi begini. Misalnya pada Ok­tober ada yang baru mulai peker­jaannya, sehingga pada akhir ta­hun belum bisa tutup buku. Ka­rena itulah, ada sisanya.

Waktu saya jadi Menbudpar selama tujuh tahun, tidak pernah 100 persen terserap. Hanya seki­tar 95 atau 97 persen yang tese­rap. Sisanya akan dikembalikan la­gi ke negara. Kami ini sudah banyak pencapaian selama 2012.

   

Apa saja pencapaiannya itu?

Pencapaian dari sisi pene­ri­ma­an negara terus naik. Pada 2010 realisasai dari sektor ESDM Rp 288 triliun, tahun 2011 sebesar Rp 387 triliun dan pada tahun ini diperkirakan Rp 415,2 triliun. Kemudian pencapaian dari sektor kelistrikan, pada 2010 rasio elek­trifikasi 67,1 persen, pada 2011 sebesar 72,9 persen, dan pada ta­hun ini mencapai 75,8 persen. Ka­mi ini kan melistriki desa-desa.

Kemudian program 10.000 me­gawatt tahap satu. Pada 2009 hanya mampu 300 megawatt, 2010 sebesar 300 megawatt, 2011 mencapai 2500 megawatt, dan pada tahun ini sudah ter­bang­kit­kan sebesar 4.520 megawatt. Tar­get 2013 sebesar 3.600 megawatt dan 2014 sebesar 1.700 megawatt. Sehingga total 2014, program 10000 megawatt itu selesai.

   

Bagaimana dengan program 10.000 megawatt tahap dua?

Tahap dua ini mayoritas meng­gunakan geothermal, energy baru terbarukan (EBT).

Pencapaian di bidang EBT ini sa­ya mulai dengan tarif tetap un­tuk geothermal untuk mendorong pem­bangkit listrik 10.000 me­ga­watt tahap dua yang mayoritas geother­mal, pembangkit listrik tenaga air, matahari, bio masa dan sampah. Hasilnya mulai keluar pada 2014.

   

Bagaimana dengan produksi batubara?

Produksi batubara pada tahun 2010 sebanyak 275 juta ton, 2011 sebanyak 353 juta ton dan tahun ini sebanyak 386 juta ton. Wa­laupun harga batubara dunia se­dikit turun tapi produksinya nggak turun.

Kalau ekonomi dunia mem­baik, saya perkirakan pada 2013 harga batubara akan naik. Tetapi jika ekonomi dunia tidak berkem­bang, harga batubara dunia akan tertekan. Tapi saya masih punya outlet peng­gunaan batubara da­lam negeri.

   

Berapa persen produksi ba­tu­bara digunakan untuk domestik?

Sesuai dengan domestic mar­ket obligation, sekitar 20 persen. Te­tapi kalau di dalam negeri banyak pembangkit listrik yang menggunakan batubara maka akan kami prioritaskan. Jika tidak terserap di dalam negeri, akan di­gunakan untuk menambah pen­dapatan devisa.


Bagaimana perkembangan mengenai pelarangan ekspor ba­han mentah biji mineral?

Mengenai pelarangan bahan mentah biji-biji mineral ada da­lam Permen ESDM Nomor 7 ta­­hun 2012 tentang peningka­tan added value atau nilai tam­bah dari tambang biji mineral. Per­­men ini sebagai persiapan un­­­tuk undang-Undang Miner­ba. Kare­na pada 2014, sama se­kali tidak bo­leh mengekspor un­­tuk mi­neral.

Permen itu tujuannya agar mi­neral kita itu diproses dulu di da­lam negeri agar mendapatkan ni­lai tambah atau jauh lebih mahal. Selain itu juga menciptkan tam­bahan lepangan kerja di dalam negeri. Saat ini kan hanya yang di ekspor itu masih mentah.

   

Harus banyak membangun smelter dong?

Ya. Buntutnya perusahaan-pe­ru­sahaan itu harus ada smelter pemrosesan mineral di dalam negeri. Memang, ada perusahaan tambahan yang keberatan karena inginnya ekspor mentah. Tetapi kan Undang-Undang Minerba ha­rus dilaksanakan. Saat ini su­dah banyak yang ingin mem­ba­ngun smelter.  [Harian Rakyat Merdeka] 


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA