Kejaksaan Agung memperpanjang penahanan enam tersangka perkara korupsi proyek pemulihan tanah (bioremediasi) lahan tambang minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Perpanjangan masa penahanan itu, untuk melengkapi berkas para tersangka agar segera naik ke tahap penuntutan.
“Penahanan para tersangka diperpanjang selama 30 hari, terÂhitung dari tanggal 25 NoÂvember 2012,†kata Kepala Pusat PeÂneÂraÂngan dan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi seusai penutupan Rapat Kerja Nasional Kejaksaan di Cipanas, Puncak, Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 23 November.
Untung menyampaikan, proses pemberkasan para tersangka kaÂsus ini masih berjalan. “Kami maÂsih melengkapi berkas, mudah-muÂdahan segera selesai dan maÂsuk penuntutan,†ujar bekas KeÂpala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.
Menurut Direktur Penyidikan KeÂÂjaksaan Agung Adi ToegaÂriÂsÂman, perpanjangan masa penaÂhaÂnan itu, dilakukan setelah KeÂjaÂgung mengantongi penetapan perÂpanjangan masa penahanan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Enam tersangka yang masa peÂnaÂhanannya diperpanjang itu adaÂlah Manajer Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI Endah RumÂbiyanti, Team Leader SLN KabuÂpaten Duri Provinsi Riau PT CPI Widodo, Team Leader SLS MiÂgas PT CPI Kukuh Kertasafari, GeÂneral Manajer SLS Operation PT CPI Bachtiar Abdul Fatah, Direktur Utama PT Sumigita Jaya Herlan dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy PremaÂturi. Sedangkan satu tersangka lainÂnya, General Manager SLN Operation PT CPI Alexiat TirtaÂwidjaja keburu pergi ke Amerika Serikat dengan alasan mengurus suaminya yang sakit di negeri paman sam itu.
Adi menambahkan, penyidik memberikan kesempatan kepada para tersangka itu untuk mÂeÂngaÂjuÂkan saksi ahli yang meÂrinÂganÂkan. Lantaran itu, alasannya, peÂnyidik masih membutuhkan wakÂtu untuk melimpahkan berkas para tersangka ke penuntutan.
“Prosesnya masih pemberÂkasan, karena ada tersangka yang mengirim surat kepada penyidik melalui kuasa hukumnya. TerÂsangka itu mengajukan saksi ahli yang menguntungkan bagi para tersangka,†cerita bekas KapusÂpenkum Kejagung ini.
Menurutnya, permintaan terÂsangka seperti itu diatur dalam KUHAP. Karena itu, penyidik meÂmenuhi permintaan dan hak terÂsangka tersebut. “Senin lalu, meÂreka dijadwalkan diperiksa, namun saksi ahli yang mereka sebutkan itu tidak hadir tanpa alasan,†ujarnya.
Kemudian, lanjut Adi, kuasa hukum tersangka itu kembali meÂnyurati penyidik agar diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli pada Kamis, 22 NoÂvemÂber lalu. “Setelah dijadÂwalÂkan dan ditunggu, mereka juga tidak menghadirkan saksi ahli yang dimaksud,†tandasnya.
Penyidik pun, kata Adi, meÂnyuÂrati kuasa hukum itu meÂngeÂnai kesempatan untuk meÂngÂhaÂdirÂkan saksi ahli yang meringkan tersangka. Namun, menurutnya, balasan surat dari kuasa hukum itu menyebutkan bahwa mereka tidak jadi mengajukan saksi ahli. “Ada sekitar empat saksi ahli meringankan yang diajukan meÂreka, saya cek di daftar itu. Tapi, mereka tidak jadi,†ujarnya.
Karena itu, menurutnya, penyiÂdik akan kembali mengirim surat kepada kuasa hukum tersangka ini, untuk kepastian pembatalan tersebut. “Minggu depan dikirim. Setelah itu, pemberkasan diÂlengÂkapi untuk segera ke peÂnunÂtutan,†ucapnya.
Proyek bioremediasi ini berÂlangÂsung sejak 2003 sampai 2011 dan sudah dibayar negara meÂlalui BP Migas. Namun, KeÂjakÂsaan Agung menyangka proyek tersebut fiktif. Semula, Kejagung menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 200 miliar.
Belakangan, menurut Adi, keÂruÂgian negaranya hampir Rp 100 miÂliar versi hasil audit Badan PeÂngawasan Keuangan dan PeÂmÂbaÂngunan (BPKP). “Karena cost recovery-nya dibayarkan pemeÂrintah, maka itu uang negara. Itu kerugian negara,†tegas Adi.
Pada Rabu, 14 November 2012, Kejaksaan Agung meÂneÂriÂma Laporan Hasil Audit BPKP meÂngenai kasus ini. Jumlah keÂrugian negara berdasarkan hasil audit BPKP dengan Nomor Surat: SR-1025/D6/02/2012 tanggal 9 NovemÂber 2012 itu, sebesar 9.990.210.93 Dolar Amerika Serikat.
Tapi, hingga BP Migas dibuÂbarÂkan melalui keputusan MahÂkamah Konstitusi (MK), tak ada satu pun tersangka kasus ini yang berasal dari BP Migas. Tujuh terÂsangka kasus ini, semuanya dari PT Chevron dan dua perusahaan peÂmenang lelang proyek bioreÂmeÂdiasi itu, yakni PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia.
Adi beralasan, bukan hanya piÂhak Chevron dan dua perusahaan kerjasama operasionalnya itu yang akan diadili. Jika penyidik sudah mendapatkan bukti-bukti bahÂwa pihak lain seperti BP MiÂgas dan Kementerian LiÂngÂkuÂngan Hidup terlibat, maka meÂreÂka pun akan dijadikan tersangka.
“Proses hukum terus berjalan, siapa pun yang terlibat dan ada buktinya, maka harus memÂperÂtanggungjawabkannya. Tunggu saja waktunya.â€
Reka Ulang
Keluarga 4 Tersangka Ke Komnas HAM
Keluarga empat tersangka kasus Chevron mengadu ke Komnas HAM pada Jumat siang, 23 November. Soalnya, menurut mereka, penahanan yang dilakuÂkan Kejaksaan Agung merampas hak asasi para tersangka.
Yang datang mengadu adalah keluarga tersangka dari pihak PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Yakni, suami Manajer Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI Endah Rumbiyanti, istri Team Leader SLN Kabupaten Duri Provinsi Riau PT CPI Widodo, istri Team Leader SLS Migas PT CPI KuÂkuh Kertasafari, istri General MaÂnajer SLS Operation PT CPI Bachtiar Abdul Fatah.
Keluarga empat tersangka itu, melakukan pertemuan tertutup deÂngan komisioner Komnas HAM di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat. Setelah pertemuan itu, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Nurkholis menyatakan, piÂhaknya masih belum bisa menenÂtukan sikap.
Mereka masih akan melaÂkukan pemeriksaan dan peÂneÂlitian, sehingga bisa diketahui apakah benar telah terjadi peÂlanggaran HAM terhadap para tersangka itu.
Menurut Nurkholis, Komnas HAM akan melihat penanganan kasusnya dan bagaimana kejangÂgalannya terlebih dahulu. “Kami akan pelajari materi kenapa seÂseÂorang dijadikan tersangka. Kami akan minta klarifikasi ke KeÂjaÂgung. Selain itu, menghubungi terÂsangka di rumah tahanan jika diperlukan,†ujarnya.
Tapi, keluarga para tersangka itu yakin bahwa penahanan ini melanggar hak asasi manusia kaÂrena sangkaan keterlibatan suaÂmiÂnya tidak masuk akal. “Saya minta Komnas HAM secepatnya menyelesaikan persoalan ini, kaÂrena hak asasi suami saya sudah terjajah,†kata Mimi, istri terÂsangÂka Kukuh Kertasafari.
Sebelumnya, empat tersangka itu melalui kuasa hukumnya, meÂngajukan praperadilan di PeÂngaÂdilan Negeri Jakarta Selatan atas tindakan Kejagung menetapkan dan menahan mereka sebagai terÂsangka. Proses sidang prÂaÂpeÂraÂdilan digelar sejak Senin, 19 NoÂvember lalu.
Kuasa Hukum para tersangka dari pihak Chevron, Maqdir IsÂmail menjelaskan, mereka meÂngaÂjukan praperadilan karena KeÂjagung melakukan penetapan terÂsangka dan melakukan penaÂhanan, padahal tidak ada angka kerugian negara dalam kasus ini.
Seperti diketahui, Kejagung baru mendapatkan angka keruÂgian negara dari Badan PenÂgawaÂsan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setelah melakukan peÂnetapan tersangka dan melakukan penahanan.
Menurut kuasa hukum terÂsangÂka dari pihak Chevron, ToÂdung Mulya Lubis, pengajuan praÂpeÂraÂdilan merupakan hak teÂrÂsangka. “Hak mereka untuk memÂperÂtanyakan landasan huÂkum peÂnaÂhanan mereka oleh KeÂjagung. SeÂbaÂgai warga negara, merupakan hak para karyawan yang paling menÂdasar untuk mengetahui alaÂsan penahanan mereka.â€
“Karyawan PT CPI telah meÂminta Kejagung untuk meÂnyamÂpaikan bukti-bukti yang meÂnÂduÂkung tuduhan Kejagung terhadap mereka, dan meminta kasus ini bisa diselesaikan segera serta memÂpertimbangkan hak-hak meÂreka,†paparnya.
Jangan Membuat Penanganan Perkara Jadi Bertele-tele
Nikson Gans Lalu, Pengamat Hukum
Pengamat hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu meÂnyamÂpaikan, proses penyidikan dan penuntutan kasus korupsi ini mesti dipercepat.
Sebab, seÂlain jumlah keÂrugian keÂuangan negara dari BPKP sudah ada, semua pemÂbuktian hendaknya segera dilakukan di persiÂdaÂngan. “Tak perlu berlama-lama lagi, dan jangan membuat peÂnaÂnganan perkara ini mandeg atau bertele-tele,†ujar Nikson.
Nikson menyebut, walaupun ada celah dalam KUHAP yang memungkinkan kejaksaan memÂberikan ruang bagi terÂsangÂka untuk mengajukan saksi ahli, tapi hendaklah segera diÂnaiÂkkan ke penuntutan.
“Semakin dikasih ruang, akan semakin membuat proses persidangan lama dan lambat. Jangan sampai peluang itu maÂlah menjadi upaya mengÂgemÂbosi pengusutan kasus ini,†katanya.
Dia mengingatkan, dalam pengusutan kasus ini, masih ada piÂhak lain, seperti pihak KeÂmenterian Lingkungan Hidup (KLH) dan BP Migas yang perlu ditelusuri apakah terlibat. “Hendaknya penyidik jeli dan segera bekerja konsiten, profeÂsional melakukan pengusutan. Masyarakat memantau perÂkemÂbangan kasus ini,†ujarnya.
Jika masih menggantung pada proses penyidikan, lanjut Nikson, kepastian hukum peÂnaÂnganan perkara ini pun semakin goyah. “Maka sebaiknya segera dibawa ke persidangan, dan bukÂtikan di sana. Lalu, pihak-pihak terkait pun segera diÂusut,†ucapnya.
Kejagung Tampak Tidak Percaya Diri Menuju Penuntutan
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menilai, Kejaksaan Agung tampak tidak percaya diri mengusut kasus ini. Padahal, pihak Kejagung kerap mengklaim telah mengantongi bukti-bukti yang kuat.
“Apalagi rupanya yang menÂjadi persoalan penyidik, seÂhingga tak kunjung melimÂpahÂkan para tersangka ke peÂnunÂtutan? Bukti-bukti katanya ada, jumlah kerugian negara katanya sudah ada, tersangka sudah ditaÂhan. Kok, belum ditindaklanjuti segera. Apakah penyidik tidak percaya diri,†tandasnya.
Desmon menambahkan, maÂsih banyak perkara korupsi yang harus dituntaskan Korps Adhyaksa. Namun, bila kinerÂjaÂnya lamban, tentu akan menÂjadi pertanyaan publik, ada apa di balik kelambanan itu. “Jika suÂdah tidak bisa dipercaya meÂngusut dan menuntaskan kasus korupsi, ngapain masih kita kaÂsih kepercayaan kepada keÂjaksaan untuk menangani kaÂsus-kasus korupsi,†ujarnya.
Ia pun mengingatkan kejakÂsaÂan agar tidak membuat maÂsyaÂrakat kecewa karena lamÂbanÂnya penanganan kasus koÂrupsi. “Jika masih tetap begitu cara kerjanya, masyarakat seÂmakin kecewa. Bisa saja kita dorong total agar semua perÂkara korupsi ditangani KPK saja,†ujarnya.
Bahkan, lanjut Desmon, dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Kejaksaan, dengan melihat penanganan perÂkara korupsi yang seringkali bertele-tele dan sering mengÂgantung di kejaksaan, pihaknya berpikir untuk mengevaluasi kewenangan kejaksaan itu.
“Biar tegas, sekalian dalam pembahasan Undang Undang itu, dibicarakan mengenai keÂwenangan mereka, dan serahÂkan ke KPK,†tandasnya.
Dia mendesak Kejaksaan Agung tidak bermain-main meÂnuntaskan kasus korupsi. “TunÂjukkanlah kinerja yang dapat dipercaya publik dalam memÂberantas korupsi. Jangan memÂbuat penanganan perkara meÂngÂgantung atau lamban, atau bahkan memberikan ruang bagi para koruptor untuk bermain. Masyarakat tidak tutup mata,†ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: