.Hasil validasi KPK menohok Andi Haris Surahman. Aktivis organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) itu, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pembahasan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). KPK pun berupaya melacak keterlibatan pihak lain.
Kepala Biro Humas Komisi PemÂberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo menÂjeÂlasÂkan, penetapan status tersangka kali ini, bukan yang terakhir. KÂeÂmungkinan, masih ada tersangka lain yang akan menyusul Haris.
Tapi, Johan tidak mau buru-buru menyatakan, siapa yang teÂngah dibidik KPK untuk diÂjaÂdiÂkan tersangka baru. Dia hanya meÂnyatakan, penyidikan kasus ini berjalan sesuai mekanisme yang ada, dan KPK meminta maÂsyarakat menunggu proses peÂnanganannya hingga tuntas. “MaÂsih terus dilakukan proses penÂdaÂlaman,†katanya.
Yang jelas, penetapan status terÂsangka Haris dilakukan berÂdaÂsarkan data dan bukti-bukti koÂnÂkret. Tidak semata berdasar pada desakan hakim Pengadilan TiÂpiÂkor Jakarta yang menangani kaÂsus ini. Menurut dia, berdasarkan hasil validasi data dan bukti-bukti yang ada itulah, penyidik menÂjaÂdikan Haris sebagai tersangka.
Akan tetapi, Johan belum mau merinci, bukti-bukti yang menÂjadi patokan penyidik. Dia bilang, bukti-bukti itu nantinya akan diÂtuangkan dalam berkas perkara, dan baru dibuka di pengadilan. Ia juga menolak menyampaikan proÂses penyidikan lanjutan yang telah dilakukan. Dia hanya meÂnyingÂgung, baik dalam peÂmeÂrikÂsaan di KPK maupun di peÂrÂsiÂdaÂÂngan, banyak nama yang munÂcul dan disebut terlibat perÂkara pemÂbahasan alokasi dana proyek DPID.
Johan menambahkan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi penting. Tapi lagi-lagi, KPK tidak bisa gegabah menetapkan status saksi-saksi itu menjadi tersangka.
“Perlu alat bukti yang cukup unÂtuk masuk ke arah itu,†jelasÂnya. Jadi, lanjut dia, KPK tidak bisa diklasifikasi lamban atau taÂkut dalam mengambil tindakan terÂhÂadap saksi-saksi lainnya.
“Saya kira kami belum bisa meÂnyimpulkan terakhir atau buÂkan,†tambahnya. Yang jelas, peÂran Haris dalam kasus ini begitu kental. Saksi yang sebelumnya sudah dicekal KPK itu diduga menjadi pelapor pertama alias orang yang pertama kali melaÂporÂkan kasus DPID ke pimpinan BaÂdan Anggaran (Banggar) DPR.
Laporan itu pernah disamÂpaiÂkan terdakwa Fahd A Rafiq dalam sidang di Pengadilan Tipikor JaÂkarta. Hakim pun sempat meÂnaÂnyakan laporan tersebut kepada Haris saat menjadi saksi untuk terÂdakwa Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq. Hakim Pangeran NaÂpiÂtuÂpulu menyayangkan, kenapa Haris melapor ke Banggar, tidak ke penegak hukum.
Masalahnya, hakim berÂpenÂdaÂpat, sebagai cendekiawan, Haris semestinya tahu bahwa Banggar tiÂdak bisa memproses kasus piÂdana seperti yang terjadi dalam kasus DPID tersebut. Atas hal ini, hakim pun meminta jaksa agar menjadikan saksi Haris sebagai tersangka.
Berkaitan hal itu, Johan enggan bicara panjang lebar. DikeÂmuÂkaÂkan, fakta-fakta persidangan juga dikembangkan KPK. Artinya, bukti-bukti yang terungkap di perÂsidangan menjadi masukan penyidik untuk menindaklanjuti perkara tersebut.
“Karena itu pula dilakukan vaÂlidasi atas bukti-bukti yang meÂliÂbatkan nama Haris, para teÂrdakÂwa dan saksi-saksi lainnya. Itu kita proses,†jelasnya.
Menurutnya, fakta-fakta terkait dugaan keterlibatan pihak lainÂnya, kemungkinan terbuka di siÂdang lanjutan kasus ini. Dari keÂyakinan ini, dia optimistis KPK bisa menyelesaikan perkara ini, sekalipun dilakukan secara berÂtahap. “Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,†ujarnya.
Dengan kata lain, pengakuan Haris menjadi sangat penting bagi penyidik untuk meniÂndÂakÂlanÂjuti perkara tersebut. DiharapÂkan, dari situ semua hal yang beÂlum terungkap akan dapat dibuka secara gamblang.
Reka Ulang
Perintah Pangeran Agar Haris Jadi Tersangka
Persidangan kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di Pengadilan TiÂpikor Jakarta berlangsung cukup “panasâ€. Dalam sebuah sidang, haÂkim Pangeran Napitupulu menÂcecar saksi Andi Haris Surahman. Soalnya, Pangeran merasa aneh, kenapa Haris yang diduga sebaÂgai perantara suap, belum diÂjaÂdiÂkan tersangka. Padahal, pihak yang disangka memberi dan meÂnerima suap, yakni Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq dan bekas anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati sudah berÂstaÂtus terdakwa. Bahkan kini, Wa Ode telah berstatus terpidana.
Keheranan Pangeran diawali laporan Haris tentang dugaan tinÂdak pidana yang dilakukan Wa Ode Nurhayati. Pasalnya, ketika realisasi proyek yang dijanjikan Wa Ode gagal, Haris justru meÂlaÂporkan Wa Ode ke Banggar DPR, bukan ke kepolisian. PadaÂhal, Haris merasa ditipu Wa Ode.
Menurut Haris, semula dirinya berÂmaksud melaporkan Wa Ode ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Namun, ketika itu ruangan BK koÂsong alias tidak ada orang. LanÂtaran itu, dia memilih untuk meÂlapor ke Banggar. “Kenapa tidak lapor ke polisi,†tanya Pangeran.
Haris menjawab, saat itu dia maÂsih berupaya agar uang yang diÂsetor pada Wa Ode bisa segera kembali. Makanya, dia melÂaÂporÂkan Wa Ode yang saat itu duduk sebagai anggota Banggar, ke Banggar DPR.
Mendengar pernyataan Haris, Pangeran makin penasaran. Dia mencoba mengungkap lebih daÂlam apa motivasi laporan Haris ke Banggar. Pangeran bertanya, seÂbagai politisi intelektual, jika meÂnemukan atau mengalami sebuah tindak pidana, kemana harus melapor.
Haris menjawab, ke kepolisian. Begitu mendengar pernyataan terÂsebut, Pangeran tidak mau kaÂlah. Dia kembali mendesak Haris. “Kenapa tidak lapor ke polisi, tapi ke Banggar,†katanya dengan nada tinggi.
Haris beralasan, dirinya meÂlaÂpor ke Banggar karena Banggar merupakan tempat Wa Ode beÂkerja. Mendengar jawaban itu, PaÂngeran makin gencar bertanya. Dia menyoal, apakah Banggar bisa mengambil suatu tindakan hukum. Mendapat pertanyaan itu, Haris terdiam. Tampak, dia meÂnarik nafas panjang.
Belum lagi Haris menjawab, Pangeran kembali bertanya. Kali ini, pertanyaan dialamatkan keÂpada jaksa penuntut umum (JPU) KPK. “Saudara penuntut umum, apakah saksi sudah jadi tersÂangÂka,†kata Pangeran. JPU menÂjaÂwab, “Belum.†Lalu, Pangeran meÂlanÂjutkan pernyataan. “Tolong diÂproses untuk dijadikan tersangka.â€
Pangeran menegaskan, omoÂngan yang tidak jelas dan berÂbelit-belit, menunjukkan bahwa Haris berbohong. Makanya, dia meminta JPU KPK meÂnyamÂpaiÂkan kepada penyidik KPK agar menetapkan Haris sebagai terÂsangka. “Sampaikan kepada peÂnyidik,†katanya kepada JPU. KeÂmudian, Pangeran berkata kepada Haris, “Saudara ini jangan memÂberi keterangan berbelit-belit.â€
Hakim Tipikor juga telah meÂminta KPK menetapkan Asisten pribadi Wa Ode Nurhayati, Sefa Yolanda sebagai tersangka. Tapi, sejauh ini, Sefa masih berstatus saksi. Ceritanya begini, Ketua MaÂjelis Hakim Suhartoyo beÂreakÂsi keras.
Suaranya meninggi kala meÂnanggapi jawaban saksi Sefa YoÂlanda dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa malam (23/10). Melalui jaksa KPK, Suhartoyo meminta KPK meÂnetapkan Sefa sebagai terÂsangÂka. “Ini mestinya jadi terÂsangka Pak Jaksa,†tegasnya.
Dia menilai, kesaksian Sefa bagi terdakwa Fahd A Rafiq tidak konsisten. Sehingga, mengÂhamÂbat kelancaran sidang. Selain itu, menurut hakim, rangkaian tranÂsaksi suap dari Fahd kepada Wa Ode masuk melalui Andi Haris SuÂrahman dan Sefa.
Tersangka Baru Bisa Menjadi Pintu Masuk
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
POLITISI Partai Demokrat RÂuhut Sitompul menyatakan, peÂnambahan jumlah tersangka kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) meÂnunjukkan adanya komitÂmen penegak hukum meÂnyeÂleÂsaiÂkan perkara ini. Dia pun mÂeÂngapresiasi langkah DPR yang merespon upaya KPK secara maksimal.
“Saya melihat sudah ada koorÂdinasi yang baik dari penyidik KPK dan DPR. Itu menjadi hal penting dalam menyelesaikan perkara hukum ini,†ujarnya.
Dia berharap, koordinasi yang sudah berjalan itu terus diÂintensifkan. Terlebih hal itu berÂkaitan dengan upaya pemÂbeÂranÂtaÂsan korupsi yang menjadi cita-cita bersama. DigaÂrisÂbaÂwaÂhi, komitmen politisi DPR memÂbantu penegak hukum henÂdaknya juga dilakukan sesuai aturan hukum.
Dia menyayangkan berkemÂbangnya pendapat yang meÂnyeÂbut, adanya upaya mencampur-adukan kepentingan politis daÂlam kasus ini.
“DPR punya koÂmitmen sama dengan penegak huÂkum. Sama-sama ingin meÂngedepankan proÂses hukum daÂlam menÂyeleÂsaiÂkan persoalan yang ada,†kata anggota Komisi III DPR ini.
Aplikasi atau pelaksanaan hal tersebut, menurutnya, cuÂkup beÂrat. Namun, apapun yang terÂjadi, hukum harus tetap menÂjadi yang utama. Atau menÂjadi pangÂlima. Dia pun meyakini, tekad DPR dan KPK mengusut perkara DPID menjadi modal besar unÂtuk menuntaskan masalah ini.
Dia berharap, penetapan staÂtus tersangka baru dalam kasus DPID mampu menjadi pintu maÂsuk dalam menyelesaikan maÂsalah tersebut. Oleh sebab itu, hal ini tidak boleh disia-siaÂkan begitu saja.
KPK Tidak Perlu Tunggu Perintah Hakim Tipikor
Marwan Batubara, Koordinator KPKN
Koordinator LSM KoÂmite Peduli Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara meminta, penetapan status terÂsangka baru kasus DPID diÂtinÂdaklanjuti secara eksta serius. Bukan tidak mungkin, peÂneÂtaÂpan tersangka baru ini berlanjut dengan langkah serupa.
“Pengungkapan kasus ini suÂdah menyentuh dugaan keÂterÂlibatan nama sejumlah elit DPR,†katanya. Oleh sebab itu, pemeriksaan saksi-saksi di sini menjadi hal krusial. Hal ini saÂngat menentukan keberhasilan dalam menjerat tersangka-terÂsangka lainnya.
Dia meminta, KPK lebih teÂgas dalam mengambil tindakan hukum. Maksudnya, KPK tidak perlu menunggu hakim PeÂngaÂdilan Tipikor memerintahkan adanya penetapan tersangka baru. Apabila, bukti-bukti yang ada sudah dianggap cukup, idealnya segera dijadikan terÂsangka. “Ini berlaku bagi siapa pun. Tidak boleh ada pengeÂcuaÂlian,†tandasnya.
Lambannya menetapkan staÂtus tersangka pada seseorang, diÂkhawatirkan justru meÂnyuÂlitÂkan proses penuntasan kasus ini. Bisa jadi, prediksinya, orang atau saksi yang berÂpotenÂsi jadi tersangka, menÂgÂhiÂlangÂkan baÂrang bukti dan sejenisnya.
Atau lebih parah lagi, mereka bisa melarikan diri atau kabur. Jika yang terjadi demikian, tenÂtu akan berefek pada proses peÂngusutan perkara. Hal ini lagi-lagi akan merugikan KPK, dan secara umum mengganjal tekad memberantas korupsi.
Ia mengingatkan, vonis pada Wa Ode Nurhayati dan sidang terÂdakwa Fahd A Rafiq yang berjalan saat ini, hendaknya diÂpantau secara cermat. Sebab dari situ, bukti dan fakta-fakta yang masih menjadi misteri daÂlam perkara ini akan terbuka.
“Momentum-momentum seÂperti ini harus cepat ditangapi deÂngan pengusutan yang proÂporÂsional dan profesional,†tanÂdasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: