Tersangka kasus korupsi pengadaan alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta Tahun Anggaran 2010, Fakhrudin sudah diserahkan jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum. Tapi, Mindo Rosalina Manullang masih berstatus saksi kasus UNJ.
“Hari ini sudah dilaksanakan tahap dua, yakni penyerahan terÂsangka Fakhrudin, Pembantu Rektor Tiga UNJ, yang dalam kaÂsus ini sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, kemarin.
Untung menambahkan, satu tersangka lagi, yakni Dosen FaÂkulÂtas Teknik UNJ Tri Mulyono yang dalam kasus ini sebagai KeÂtua Panitia Pengadaan, juga menÂjalani penyerahan tahap dua, keÂmaÂrin. “Untuk tersangka Tri MulÂyono juga dilakukan penyerahan taÂhap dua,†ujarnya.
Selanjutnya, jaksa penuntut umum (JPU) akan mendakwa para tersangka di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor) JaÂkarta. Namun, dua tersangka itu tetap saja tidak ditahan, kendati telah dilimpahkan dari proses penyidikan ke penuntutan. “Kita tunggu jadwal persidangan dari pengadilan,†ujar Untung.
Sejauh ini, tersangka kasus UNJ masih dua orang itu saja. SeÂhingga, Mindo Rosalina masih berstatus saksi kasus UNJ, kenÂdati bekas bawahan terpidana kaÂsus suap Wisma Atlet M NazaÂrudÂdin itu, pernah diperiksa peÂnyidik Kejaksaan Agung di GeÂdung KPK, Jalan Rasuna Said, JaÂkarta Selatan.
Sehari sebelumnya, Untung meÂngatakan, Fakhrudin yang baru kembali dari luar negeri, seÂgera dilimpahkan ke proses peÂnunÂtutan. Semestinya, Fakhrudin sudah duduk di kursi terdakwa PeÂngadilan Tipikor. Namun, dia meÂlaksanakan ibadah haji, seÂhingÂga Kejaksaan Agung meÂnunda pelimpahan tahap dua.
“Kabarnya, tersangka FahkÂruÂdin sudah kembali dari ibadah haji. Kami akan mengecek keÂbeÂradaannya saat ini,†ujar Untung, sebelum mengikuti acara bertajuk Rapat Kerja Pimpinan Kejaksaan se-Tanah Air, di Cipanas, Jawa BaÂrat, Senin (19/11).
Saat itu, Untung menegaskan, Fahkrudin segera dipanggil untuk menjalani proses pelimpahan taÂhap dua. “ Saat ini kami masih raÂker, minggu depan segera diÂlaÂkukan proses untuk tahap dua itu. Kami akan memanggilnya,†kata bekas Asisten Khusus Jaksa Agung Basrief Arief ini.
Sejak akhir bulan lalu, berkas perÂkara dua tersangka kasus UNJ itu sudah dinyatakan lengkap alias P21. “Untuk tersangka FakhÂrudin, dinyatakan lengkap pada 18 September 2012. Untuk tersangka Tri Mulyono diÂnyaÂtakan lengkap pada 16 Oktober 2012,†ujar Kapuspenkum KeÂjaksaan Agung saat itu, M Adi Toegarisman.
Pembantu Rektor III UNJ FakhÂrudin yang dalam kasus ini merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan dosen FaÂkultas Teknik UNJ Tri Mulyono sebagai Ketua Panitia Lelang, disangka melakukan penggelemÂbuÂngan harga.
Sesuai rencana, kasus yang diÂperhitungkan telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 5,1 miÂliar itu diserahkan penyidik KeÂjaksaan Agung kepada KejakÂsaan Negeri Jakarta Timur, guna proÂses persiapan dakwaan dan penuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. “Penyerahan tanggung jaÂwab atas berkas kedua terÂsangÂka dan barang buktinya, dÂiÂlaÂkuÂkan ke Kejari Jakarta Timur. RenÂcananya akan dilaksanakan hari Rabu, 24 Oktober 2012,†kata Adi pada Jumat, 19 Oktober lalu.
Akan tetapi, waktu pelimpahan tersebut meleset lantaran dua tersangka itu baru dilimpahkan ke Kejari Jaktim kemarin. Meleset hampir satu bulan dari rencana.
Terkait kasus ini, sudah lebih dari 42 saksi dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan Agung. Dari para saksi yang sudah diÂperiksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan keteÂrangan yang memperkuat penÂunÂtasan kasus ini. “Termasuk RekÂtor UNJ sudah dimintai keÂteÂraÂngan,†kata dia.
Menurutnya, penyidik juga teÂlah menyita uang Rp 1,386 miliar beserta sejumlah dokumen untuk pembuktian. “Ada juga sejumlah catatan yang disita, yang dinilai ada kaitannya dengan pemÂbuÂkÂtian nanti,†ujar dia.
Reka Ulang
Belum Ada Tersangka Dari Swasta
Penyidik Kejaksaan Agung sudah memeriksa sejumlah saksi kasus UNJ, antara lain Mindo RoÂsalina Manullang dan Yulianis.
Selain dua orang bekas anak buah terpidana kasus suap Wisma Atlet Nazaruddin itu, saksi lain yang sudah dimintai keterangan adalah Rektor Universitas Negeri Jakarta Bedjo Sujatno. Tapi, seÂjauh ini belum ada tersangka baru kasus UNJ.
Hal itu disampaikan Arnold Angkouw, saat masih menjabat Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, “Tapi, Nazaruddin belum diperiksa,†ujar Arnold yang kini menjadi Kepala Kejaksaan TingÂgi Jawa Tengah.
Kasus ini berawal dari peneÂtapan pemenang tender, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, pengerÂjaÂannya diduga dilakukan PT Anugerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT PerÂmai Group pada Tahun AngÂgaran 2010. PT Anugerah Nusantara dikoordinir Mindo Rosalina MaÂnulang, anak buah bekas BenÂdahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
Akankah kasus ini akan berÂgulir ke arah Nazaruddin? Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjakÂsaan Agung saat kasus ini mulai ditangani Korps Adhyaksa, Noor Rochmad tidak menjawab pasti pertanyaan itu. Dia hanya meÂngaÂtaÂkan, Kejagung tidak akan segan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang terbukti terlibat kasus tersebut. “Jika cukup bukti, siapa pun akan dimintai pertangÂgungjawaban,†kata Noor yang kini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Namun, Kejaksaan Agung beÂlum menetapkan pihak swasta seÂbagai tersangka kasus UNJ. Saat itu, Noor mengatakan, penyidik masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi. “Dari pemeriksaan itulah nanti berkembang kepada penetapan tersangka lain. Tidak tertutup kemungkinan dari pihak rekanan, jika buktinya kuat,†ujarnya.
Tapi, hingga berkas Pembantu Rektor III Universitas Negeri JaÂkarta Fakhrudin dan dosen FaÂkultas Teknik UNJ Tri Mulyono dinyatakan lengkap (P21), belum ada pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka.
Pada 13 Februari 2012, peÂnyiÂdik mengorek keterangan salah seorang saksi kasus ini, yakni Mindo Rosalina Manullang yang telah menjadi terpidana kasus suap Wisma Atlet. Saat itu, peÂnyidik Kejagung memeriksa�"RoÂsa sebagai saksi kasus UNJ di kanÂtor KPK, Jalan Rasuna Said, KuÂningan, Jakarta Selatan.�"
Rosa yang berada dalam perÂlinÂdungan Lembaga PerlinÂduÂngan Saksi dan Korban (LPSK), tiÂdak diperkenankan dibawa ke kanÂtor Kejagung. Akhirnya, peÂnyidik Kejaksaan Agung meÂmeÂrikÂsa Rosa di kantor KPK.
Kejagung mengusut tiga kasus yang diduga melibatkan Rosa. Yakni, perkara korupsi pengaÂdaÂan alat laboratorium di UNJ, kaÂsus korupsi di Kementerian AgÂaÂma dan perkara korupsi pengaÂdaÂan alat kesehatan di Kementerian KeÂsehatan.
Yang Terlalu Lama Patut Dikritisi
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, KeÂjaksaan Agung bertele-tele daÂlam menangani kasus koÂrupsi pengadaan alat laboÂratoÂrium dan alat penunjang penÂdidikan di UniÂversitas Negeri Jakarta (UNJ).
Dia mengingatkan, langkah Kejaksaan Agung menyidik para tersangka kasus korupsi apapun, tak boleh terlalu lama bergulir ke proses penuntutan.
Jika tersangka terlalu lama tidak dilimpahkan ke proses peÂnuntutan, maka pimpinan KeÂjaksaan Agung pantas dikritisi masyarakat. Soalnya, pimpinan mesti bertanggung jawab. SÂeÂhingga, bukan hanya peÂnyiÂdikÂnya yang perlu dikritisi.
Tapi, kritik yang bersifat tekÂnis, tentu mengarah ke bagian penyidikan jika tersangka terÂlalu lama dilimpahkan ke peÂnuntutan. “Secara sederhana, paÂkai prosedur normatif saja. Apakah kejaksaan sudah meÂngirim panggilan terhadap terÂsangka? Atau, sudah berapa kali diÂlakukan pemanggilan itu? Jika itu tak dilakukan, ada apa dengan penyidikan,†ucapnya.
Lebih lanjut, Eva mengÂataÂkan, bila prosedurnya sudah diÂlaÂkukan secara benar, maka KeÂjaksaan Agung bisa melaÂkuÂkan tindakan berikutnya terÂhadap terÂsangka kasus korupsi apaÂpun.
“Jika sudah tiga kali dilaÂkukan pemanggilan, namun tak datang, Kejagung bisa meÂngiÂrimkan red notice dan meminta bantuan interpol untuk meÂnguÂbernya, seperti yang dilakukan KPK saat memburu NazaÂrudÂdin,†ujar Eva.
Menurut Eva, bagaimana pun Kejaksaan Agung harus mengÂhadirkan tersangka. Hal itu tiÂdak bisa dianggap remeh. BahÂkan, jika sengaja melakuÂkan kelalaian, jaksa harus diÂproses.
“Menghadirkan tersangka adalah kewajiban mereka. Jika ada unsur kelalaian, harus diÂproses internal. Tapi prosedurÂnya harus tetap dilakukan,†ujarnya.
Mesti Tegas Untuk Tegakkan Wibawa Hukum
Frans Hendra Winarta, Pengajar Ilmu Hukum
Dosen Hukum Pidana UniÂversitas Pelita Harapan (UPH) Frans Hendra Winarta menyamÂpaikan, sering kali aparat peneÂgak hukum tidak serius melaÂkuÂkan penegakan hukum. BerÂbaÂgai kepentingan, kerap menÂciderai rasa keadilan dan proses hukum. “Kerap kali penegakan hukum kurang tegas. Urusan pribadi dikemukakan di atas peÂnegakan hukum,†ujar dia.
Jika proses penegakan huÂkum seperti itu, lanjut Frans, maka masyarakat akan melihat bahwa hukum masih diperÂmainÂkan. “Hukum seolah cuma embel-embel dan kalah penting dengan urusan pribadi. Ini, bukÂti bahwa hukum bukan pangÂlima di negeri ini. Sangat meÂnyeÂdihkan,†ujarnya.
Dia pun meminta Kejaksaan Agung serius melakukan peÂnuntutan terhadap para terÂsangÂka kasus ini. Bahkan, menurut Frans, seharusnya penyidik dan penuntut sigap melakukan peÂnahanan. “Kalau mau menÂeÂgakÂkan hukum dan wibawa hukum, ya harus tegas,†tandasnya.
Ke depan, dia berharap akan terus ada upaya yang tegas dari masyarakat dan berbagai insÂtitusi untuk mengontrol proses hukum yang berlangsung. KÂeÂjadian seperti ini akan berulang karena keteledoran dan bisa jadi, karena kesengajaan.
“Ya karena kita semua tidak pernah menanggap hukum penÂting, padahal semua segi keÂhiÂdupan diatur hukum, kalau tiÂdak, ya kacau,†ujarnya.
Frans pun mengkritisi proses penegakan hukum yang masih sarat dengan kepentingan dan uang. “Pengaruh materialisme dan konsumerisme begitu besar, sehingga hukum harus mengaÂlah kepada duit dan materi,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: