Bekas anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati telah dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Lantas, bagaimana nasib penelusuran terhadap kode-kode yang pernah diungkap politisi PAN itu?
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK masih melakukan peneluÂsuran terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat kasus suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Apalagi, di persidangan, Wa Ode pernah mengungkapkan kode tertentu dalam pembahasan angÂgaran DPID. Nah, KPK anÂtara lain mengembangkan kasus ini dari kode-kode tersebut.
“KPK melakukan validasi terÂhadap pengakuan saksi dan terÂsangka di persidangan, apakah memang didukung bukti atau sekadar pengakuan. Baru setelah dilakukan validasi dan ada bukti pendukung, selanjutnya KPK meÂÂlakukan penyelidikan,†kata JoÂhan kepada Rakyat Merdeka pada Jumat lalu (16/11).
Yang pasti, kata Johan, KPK terus mengembangkan kasus ini. Proses pengembangan yang dilaÂkukan KPK, juga memperhatikan proses persidangan para terdakwa kasus ini. “KPK masih meÂngemÂbÂangkan kasus ini dan menunggu proses pengadilan terdakwa Fahd juga,†ujarnya.
Wa Ode Nurhayati mengangÂgap, apa yang disampaikannya daÂlam persidangan sudah meÂnunÂjukkan dugaan keterlibatan pihak lain. Persoalannya, dia merasa KPK belum menindaklanjuti apa yang disampaikannya dalam persidangan. “Semua sudah munÂcul dalam fakta persidangan, khuÂsusnya keterangan soal kode khuÂsus untuk daerah penerima aloÂkasi DPID,†katanya di PeÂngÂaÂdiÂlan Tipikor Jakarta.
Pengakuan staf Banggar berÂnama Nando juga dipandang Wa Ode Nurhayati sudah meÂnunÂjukÂkan dugaan keterlibatan pihak lainnya. Nando mengakui ada kode-kode itu. Diantaranya kode P1, P2, P3, P4, kode 1-9, PIM, K, dan A.
Dalam inventaris mengenai rencana pembagian DPID untuk daerah-daerah tahun anggaran 2011, tertera daftar 524 daerah calon penerima. Uniknya dalam list tersebut, setiap daerahnya suÂdah diberi kode-kode dan warna-warna tertentu.
Hal tersebut terÂungÂkap dalam salah satu data yang berasal dari laptop yang ada di sekretariat Banggar. Laptop itu disita KPK setelah dilakukan penggeledahan di sejumlah ruang Banggar pada 10 Februari silam.
Sebelumnya, Ketua DPR MarÂzuki Ali mengaku heran, kenapa Wa Ode menyeret-nyeret pimÂpiÂnan DPR ke dalam pusaran kaÂsus ini. Menurutnya, pimpinan DPR tiÂdak tahu menahu ikhwal pemÂbaÂhasan anggaran. SehingÂga, kaÂtaÂnya, aneh apabila ada peÂngaÂkuan yang menyebutkan, piÂmÂpinan DPR menerima aliran dana proyek pembahasan suatu angÂgaÂran.
Soalnya, selaku pimpinan DPR, dia tidak pernah terlibat soal pembahasan anggaran. LagiÂpula sesuai aturan, masalah angÂgaran sudah ada yang menangani. “Ketua dan pimpinan DPR tidak bisa ikut campur,†tuturnya.
Dalam kasus ini, Wa Ode NurÂhayati didakwa mendapat uang yang totalnya Rp 6,25 miliar dari Fahd El Fouz, Saul Paulus David Nelwan alias Paul Nelwan dan Abraham Noch Mambu, lewat Haris Surahman. Fahd disebut meÂnyetor Rp 5,25 miliar, Paul Nelwan Rp 350 juta, dan AbraÂham Rp 400 juta. Uang itu untuk menggolkan anggaran DPID bagi empat kabupaten, yakni Aceh Besar, Pidie Jaya, Minahasa dan Bener Meriah.
REKA ULANG
6 Tahun Untuk Wa Ode Nurhayati
Majelis hakim Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman piÂdana enam tahun penjara kepaÂda anggota DPR Wa Ode NurÂhaÂyati. Wa Ode terbukti melakukan dua perÂbuatan tindak pidana, yakni meÂnerima suap terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur DaeÂrah (DPID) dan melakukan tinÂdak pidana penÂcuÂcian uang atas keÂpemilikan uang sebesar Rp 50,5 miÂliar dalam rekeningnya.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang terdiri dari Suhartoyo (ketua), dan hakim angÂgota, yakni Pangeran NapiÂtuÂpulu, Tatik Hadiyanti, dan AleÂxanÂder Marwata secara berÂganÂtian dalam persidangan di PengaÂdilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/10/2012). “Menyatakan terdakwa Wa Ode Nurhayati terbukti berÂsalah melakukan tindak pidana korupsi dan terdakwa melakukan tindak pidana pencucian uang,†kata Suhartoyo.
Selain hukuman pidana, Wa Ode juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 500 juta yang dapat diganti dengan enam bulan kurungan. Putusan ini lebih riÂngan dari tuntutan jaksa, yakni penjara selama 14 tahun untuk dua perbuatan pidana.
Dalam putusan, majelis hakim menilai, Wa Ode terbukti melaÂkuÂkan tindak pidana sesuai deÂngan dakwaan ke satu primer, yakni Pasal 12 Ayat 1 Huruf a UnÂdang Undang Pemberantasan TinÂÂdak Pidana Korupsi junto PaÂsal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan dakÂwaan kedua primer, Pasal 3 tentang Pencegahan dan PeÂmÂbeÂrantasan Tindak Pidana Pencucian.
Wa Ode menerima pemberian hadiah berupa uang senilai Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakÂni Fahd El Fouz, Paul NelÂwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. PemÂbeÂrian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Transfer Daerah Badan AngÂgaran DPR dalam mengupaÂyaÂkan Kabupaten Aceh Besar, PiÂdie Jaya, Bener Meriah, dan MiÂnahasa masuk dalam daftar daeÂrah penerima alokasi DPID 2011.
Pemberian uang ini diketahui Wa Ode berkaitan dengan posisiÂnya sebagai anggota DPR sekaÂligus anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Berdasarkan fakÂta hukum, sebelum pemberian uang, Wa Ode mengadakan perteÂmuan dengan Haris Surahman dan Fahd El Fouz di Rumah MaÂkan Pulau Dua, Senayan, dan di ruangan terdakwa di Gedung DPR, Senayan.
Dalam pertemuan tersebut, Wa Ode menyatakan kesangÂguÂpanÂnya untuk membantu, tetapi harus disertai pengajuan resmi berupa proposal dari daerah. Adapun Fahd sudah ditetapkan KPK seÂbaÂgai tersangka dan tengah menÂjalani proses persidangan di PeÂngaÂdilan Tipikor Jakarta. SemenÂtara Haris masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini.
Pada Oktober 2010, Wa Ode kembali melakukan pertemuan dengan Fahd dan Haris di ruang kerjanya di Gedung DPR. “DaÂlam pertemuan tersebut, Fahd meÂÂminta Wa Ode untuk menguÂrus agar Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Bener Meriah ditetapkan sebagai daerah penerima alokasi DPID 2011 dengan kategori rendah sekali, sebesar Rp 40 miÂliar,†kata hakim Pangeran.
Atas permintaan Fahd tersebut, lanjutnya, Wa Ode menyatakan keÂsanggupan, tetapi meminta Fahd menyediakan dana sebesar lima hingga enam persen dari aloÂkasi DPID yang akan diterima maÂsing-masing daerah. Wa Ode meminta Fahd agar menyerahkan uang itu ke stafnya, Sefa Yolanda.
KPK Tidak Takut Tapi Kurang Energi
Agustinus Pohan, Pengamat Hukum
Pengajar hukum pidana UniÂversitas Parahyangan AgusÂtinus Pohan menyampaikan, semua yang diungkapkan oleh saksi maupun terdakwa dalam persidangan harus ditinÂdakÂlanÂjuti oleh penyidik.
Terlebih bila dalam persiÂdaÂngan disebutkan dugaan keÂterÂlibatan pihak-pihak lain. “SaÂngat perlu bagi KPK untuk meÂnelusuri semua yang diduga terÂlibat, sebagaimana disebutkan dalam fakta persidangan. Itu adaÂlah kewajiban KPK untuk mengusutnya lebih lanjut,†ujar Agustinus.
Akan tetapi, lanjutnya, KoÂmisi Pemberantasan Korupsi sekarang terlihat terseok-seok untuk segera menuntaskan baÂnyak kasus korupsi yang meÂnumpuk di hadapan mereka. “Persoalannya, mungkin KPK keÂkurangan energi untuk meÂngembangkan kasus ini seÂkaÂrang,†ujar dia.
Agustinus berpendapat, daÂlam urusan pemberantasan koÂrupsi, KPK tidak pernah gentar menghadapi siapa pun, terÂmaÂsuk pimpinan DPR. KPK, lanjut dia, walau mendapat tekanan yang besar untuk mengerdilkan upayanya memberantas koÂrupÂsi, tidak akan surut.
“Saya kira KPK tidak takut dan tidak perlu takut akan anÂcaÂman apapun itu. Dalam bebeÂrapa kasus sudah dibuktikan bahÂwa rakyat berada di belaÂkang KPK,†ujar Agustinus.
Karena itu, para politisi yang mencoba mengerdilkan KPK pun seharusnya surut meneÂrusÂkan upayanya mengancam keÂberadaan KPK, sebab rakyat tiÂdak pernah diam. “Saya kira hal itu akan diperhitungkan parpol, terlebih lagi menjelang pemiÂlu,†ucapnya.
Banyaknya perkara yang mesti dituntaskan KPK, kata Agustinus, membutuhkan enerÂgi yang tidak sedikit. Bahkan, kekuatan penyidik yang bersih dan berani, serta berkomitmen terhadap pemberantasan korupÂsi pun harus disupport ke KPK.
Dia melihat, proses penguÂsutan berjalan terus, walau agak tersendat karena energi yang menipis. “Saya kira, sangat mungÂkin mereka tidak bisa lebih cepat menuntaskan semua kasus itu, karena butuh energi yang tidak sedikit,†ujar AgusÂtinus.
Telusuri Semua Yang Terlibat
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyamÂpaiÂkan, Komisi Pemberantasan KoÂrupsi harus terus menelusuri semua yang diduga terlibat kaÂsus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
“Menurut saya, harus ditÂelÂuÂsuri apa yang disebut Wa Ode itu, karena masalah anggaran itu tidak mungkin Wa Ode saja yang bertanggung jawab. Maka nama-nama yang disebut oleh Wa Ode itu harus diselidiki KPK,†ujar Taslim.
Dikatakan Taslim, KPK terÂlihat melambat dalam melaÂkuÂkan penelusuran dan penguÂsuÂtan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini. LemÂbaga yang dipimpin Abraham Samad itu, ingat Taslim, jangan melakukan upaya diskriminatif dalam pemberantasan korupsi.
“KPK tidak boleh tebang piÂlih daÂlam menyelesaian kasus koÂrupsi. Kalau kita lihat, beÂlum daÂlam rangka menyeÂleÂsaian atau menuntaskan masaÂlah korupsi sampai ke akÂarÂnya,†ujarnya.
Taslim mempertanyakan, apakah KPK ciut nyalinya lanÂtaran banyak yang diduga terÂliÂbat kasus ini. “Kalau yang diÂungkap oleh Wa Ode itu diÂtunÂtaskan oleh KPK, maka banyak yang akan terlibat, dan saya beÂlum begitu yakin KPK akan berani mengusutnya semua,†tandasnya.
Bagi Taslim, lembaga pemÂbeÂrantasan korupsi sekelas KPK, tidak perlu terlalu banyak berdalih atas sejumlah penguÂsuÂtan kasus korupsi yang terÂkeÂsan lamban dilakukan. Alasan kurangnya jumlah penyidik di KPK, kata dia, seharusnya tidak digembar-gemborkan bila memang serius memberantas korupsi.
“Kalau penyelesaian kasus secara terencana dan tidak acak-acakan, alasan keberadaan peÂnyidik bukanlah persoalan untuk menuntaskan kasus itu,†ujar Taslim.
Taslim melihat adanya upaya yang kurang serius dari KPK untuk menelusuri dan memÂbongÂkar para pelaku dalam kasus ini. “Karena korupsi itu kaÂlau diungkap secara tuntas, banyak yang terlibat, dan saya yakin KPK tidak akan kuat dengan tekanan dari berbagai pihak yang turut di dalamnya,†ujar Taslim. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: