Akhirnya Kejaksaan Agung menerima hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengenai kasus korupsi proyek pemulihan lahan eksplorasi minyak PT Chevron Pacific Indonesia.
“Penyidik telah menerima haÂsil audit BPKP, sudah ada letak keÂrugian negaranya,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjakÂsaan Agung M Adi Toegarisman di Gedung Kejagung, Jakarta, JuÂmat malam pekan lalu (9/11).
Menurut Adi, berdasarkan hasil audit BPKP itu, kerugian negara dalam kasus Chevron sekitar Rp 100 miliar. “Hampir seratusan miÂliar,†ujar Adi yang pada hari itu masih menjabat Kapuspenkum KeÂjagung. Adi kini menjabat Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung.
Menyusul diterimanya hasil auÂdit BPKP itu, maka berkas perÂkara tujuh tersangka kasus ChevÂron akan dilimpahkan Bagian PeÂnyidikan ke Bagian Penuntutan KeÂjaksaan Agung untuk diteliti, apakah sudah lengkap atau beÂlum. “Mudah-mudahan, minggu depan, perkara ini masuk ke tahap peÂnuntutan,†katanya.
Namun, Kejaksaan Agung tamÂpaknya masih maju-mundur meÂngenai angka kerugian negara ini. Soalnya, Kapuspenkum KeÂjaÂgung yang baru, Setia Untung Ari Muladi belum mau menyebut angka kerugian negara hasil audit BPKP itu. Dia beralasan, Bagian PeÂnyidikan masih mempelajari hasil audit BPKP itu. “Nanti kami sampaikan kalau sudah pasti dan jelas, karena menghitung kerÂuÂgian negara itu harus jelas paraÂmeÂternya,†alasan dia.
Sebagai latar, angka kerugian neÂgara hampir Rp 100 miliar verÂsi BPKP yang disampaikan Adi Toegarisman pun, berbeda deÂngan taksiran awal Kejaksaan Agung sekitar Rp 200 miliar.
Kasus proyek pemulihan lingÂkÂungan ini, berawal dari perÂjanÂjian antara Badan Pelaksana UsaÂha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT ChevÂron PaÂsific Indonesia (CPI). SaÂlah satu poin perjanjian itu, mengatur tenÂtang biaya pemulihan lingÂkuÂngan (cost recovery) bekas lahan eksÂplorasi minyak Chevron deÂngan cara bioremediasi.
Bioremediasi adalah teknik peÂnormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Chevron telah meÂÂnunjuk dua perusahaan untuk melakukan bioremediasi itu pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, meÂnurut Adi, bioremediasi yang seÂharusnya dilakukan selama perÂjanjian berlangsung, tidak diÂlakÂsanakan dua perusahaan yang diÂtunjuk Chevron itu.
Padahal, kata Kapuspenkum Adi Toegarisman, anggaran sebeÂsar 23,361 juta Dolar Amerika Serikat telah dicairkan BP Migas untuk bioremediasi itu. Namun, proyek bioremediasi itu diduga fiktif. “Akibat proyek fiktif ini, neÂgara dirugikan Rp 200 miliar,†kata Adi sebelum Kejagung meÂnerima hasil audit BPKP itu.
Vice President Policy GovernÂment and Public Affair PT ChevÂron Pacific Indonesia Yanto SiaÂniÂpar mengaku tak mengerti, keÂnapa Kejagung menaksir keÂruÂgian negara dalam kasus ini sebeÂsar Rp 200 miliar.
“Saya tidak tahu menahu angka yang dikeluarÂkan Kejagung. Yang pasti, kami memiliki seluÂruh data proyek bioÂremediasi, dan akan kami jelaskan selama berÂjalannya pemeriksaan,†katanya.
Untuk memperdalam kasus Chevron, penyidik mengorek keÂteÂrangan empat saksi untuk tujuh tersangka. “Dua saksi diperiksa keÂmarin, dua saksi diperiksa tim peÂnyidik hari ini. Pemeriksaan diÂmulai pukul 10.30,†kata Setia UnÂtung, kemarin.
Dua saksi yang diperiksa pada Senin, lanjut Setia, yakni Land Officer PT CPI Parkumpulan GulÂtom dan Manager Financial PT CPI Sim Vilia. Lalu, dua saksi yang diperiksa kemarin, yaitu Construction Representatif PT CPI Mukhlis dan Analisis Fasility Enginere PT CPI M Adib.
Kejagung telah menetapkan tuÂjuh tersangka kasus ini. Lima diÂanÂtaranya berasal dari Chevron, yakÂni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan AleÂxiat. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland selaÂku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green PlaÂnet InÂdoÂnesia. Semua tersangÂka telah diÂtaÂhan sejak 26 SeÂpÂtemÂber lalu, kecuali Alexiat yang keÂburu pergi ke Amerika Serikat deÂngan alasan menemani suaÂminya yang sakit di neÂgeri paman sam itu.
REKA ULANG
Empat Tersangka Menggugat Penahanan
Kejaksaan Agung menetapÂkan tujuh tersangka kasus ini. Lima diantaranya berasal dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), yakni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Alexiat. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland seÂlaku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia. Semua terÂsangÂka ditahan sejak 26 September lalu, kecuali Alexiat yang berada di Ameriksa Serikat.
Buntut penahanan itu, empat terÂsangka dari pihak Chevron meÂngajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta SeÂlaÂtan. Empat tersangka itu, mengÂgunakan hak mempertanyakan lanÂdasan hukum penahanan mereka oleh Kejaksaan Agung.
Menurut kuasa hukum tersangÂka dari pihak Chevron, Todung Mulya Lubis, keinginan mengeÂtaÂhui alasan penahanan, meruÂpaÂkan hak tersangka yang paling mendasar. “Gugatan praperaÂdiÂlan ini didasarkan pada keÂnyaÂtaÂan, ada jaminan yang telah diÂsamÂpaiÂkan tersangka dan PT Chevron,†katanya pada Rabu (31/10) di Jakarta.
Todung menegaskan, empat terÂsangÂka itu tidak akan kabur. “Kami pun telah meminta KeÂjakÂsaan Agung menyampaikan bukti-bukti yang mendukung tuÂduhan meÂreka, meminta kasus ini diseleÂsaikan segera dan memÂperÂtimÂbangÂkan hak-hak tersangÂka,†ujarnya.
Bagi Kejaksaan Agung, gugaÂtan praperadilan itu bukanlah maÂsalah. “Kami siap mengÂhaÂdaÂpiÂnya. Bahkan, kami sedang mÂeÂnyiapkan proses penuntutan,†kata Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman pada Kamis (1/11).
Menurutnya, gugatan praperaÂdiÂlan yang diajukan pihak ChevÂron, merupakan hak setiap teÂrÂsangka, sesuai aturan perundang-undangan. “Gugatan itu tidak maÂsalah buat kami, silakan saja,†ujar bekas Kepala Kejaksaan TingÂgi Kepulauan Riau ini.
Adi menegaskan, jika yang diÂpersoalkan para tersangka dalam gugatan praperadilan adalah perihal penahanan, maka hal itu pun siap dihadapi Kejagung. SeÂbab, menurutnya, semua tahapan penahanan dilakukan sesuai proÂsedur dan perundang-undangan, serta kebutuhan penyidik.
“Penahanan terhadap para terÂsangka itu sudah sesuai peraturan perundang-undangan, sebaÂgaiÂmana Pasal 21 KUHAP. MeÂngaÂpa mereka ditahan, karena beÂrÂdaÂsarkan bukti yang cukup, kami menduga kuat mereka melakukan tindak pidana,†tandas bekas AsisÂten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Atas dasar pertimbangan peÂnyiÂdik dan mekanisme yang diÂatur KUHAP itulah, lanjut Adi, maka para tersangka ditahan guna menghindari persoalan dalam proses penuntasan kasus ini. “KaÂrena itu, akan kami hadapi guÂgaÂtan mereka di pengadilan,†ucap jaksa asal Madura ini.
Penangguhan penahanan yang diajukan para tersangka dari pihÂak Chevron pun, lanjut Adi, buÂkan merupakan hal penting bagi Kejaksaan Agung. “Sampai saat ini, pengajuan penangguhan peÂnahanan itu, tidak kami kaÂbulÂkan,†tandasnya.
Adi mengingatkan, soal penaÂhanan, sepenuhnya merupakan keÂwenangan penyidik. KeÂmuÂdiÂan, bukti-bukti yang dimiliki peÂnyiÂdik atas para tersangka, tidak perlu menjadi tanya jawab di luar persidangan. “Soal pembuktian, kita lihat saja prosesnya nanti di peÂngadilan,†ujarnya.
Tidak Ada Alasan Tunda Penuntutan
Dasrul Djabar,Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menyampaikan, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan acuan bagi penyidik Kejaksaan Agung unÂtuk segera membawa para terÂsangka kasus Chevron ke proses penuntutan. “Tidak ada alasan untuk menunda-nunda penunÂtutan,†tandasnya.
Dasrul menambahkan, KeÂjakÂsaan Agung mesti meninÂdaklÂanjuti hasil audit BPKP terÂsebut secara utuh. Berapa pun keÂrugian negaranya, harus diÂusut sampai tuntas dan dibawa ke pengadilan. “Apalagi ini samÂÂpai ratusan miliar,†tegasnya.
Dia juga mengingatkan KeÂjakÂsaan Agung agar segera meÂninÂdak semua pihak yang diÂduÂga terlibat kasus ini. Proses peÂnguÂsutan harus dilanjutkan samÂpai ke semua pihak yang diÂduga terlibat. “Kejaksaan jaÂngan perÂnah melindungi orang-orang yang terlibat dalam kasus ini,†ujarnya.
Pengusutan kasus ini sampai tuntas, lanjut Dasrul, akan menÂdapat apresiasi dari masyarakat. “Sehingga, masyarakat bisa meÂlihat keseriusan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan koÂrupsi,†kata anggota DPR dari Partai Demokrat ini.
Proses menuju penuntutan pun, kata Dasrul, mesti diawasi dan terus dikritisi masyarakat. Sebab, bila lengah, bisa timbul upaya penistaan proses hukum dengan berbagai cara. “Itu tidak boleh terjadi,†ucapnya.
Sebagai anggota Komisi III DPR, Dasrul berjanji akan memÂbahas kasus ini secara seÂrius dalam rapat kerja dengan pimÂpinan Kejaksaan Agung. “Saya seÂbagai anggota Komisi III, daÂlam rapat kerja akan memÂperÂtaÂnyakan orang-orang yang terliÂbat. Saya katakan, kasus ini haÂrus diproses sampai ke pengaÂdilan,†tandasnya.
Ingatkan Kejagung Jangan Masuk Angin
Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya meÂngingatkan, jangan sampai peÂnaÂnganan kasus Chevron “maÂsuk anginâ€. Apalagi, dengan adaÂnya pergeseran sejumlah pejabat di Kejaksaan Agung.
“Jika hasil audit BPKP sudah ada, maka harus segera dilimÂpahÂkan ke penuntutan. Jangan sampai masuk angin. Tak ada alasan berputar-putar pada peÂnyiÂdikan untuk memperlama proÂses penuntutan,†tandas Alex.
Dia pun mewanti-wanti, kasus Chevron bukanlah kasus perdata, tetapi tindak pidana koÂrupsi. “Kerugian negaranya besar. Karena itu, saya meÂngiÂngatkan agar tidak ada yang berÂmain-main dalam menunÂtasÂkan kasus ini,†ujarnya.
Dalam urusan penegakan huÂkum dan pemberantasan koÂrupsi, Alex menyarankan KeÂjaksaan Agung agar tidak terÂjeÂbak pada nama besar PT ChevÂron yang berasal dari AmeÂrika Serikat. Sebab, menurut dia, Amerika tentu berkewajiban meÂnegakkan hukum dan memÂberantas korupsi.
“Apalagi, yang terlibat keÂbanyakan orang InÂdonesia. Itu harus ditindak. SeÂbab, sering kali orang kita senÂdiri yang merusak dan meÂlakukan koÂrupsi,†ucapnya.
Menurut Alex, jika kasus ini mengendap, tentu akan menjadi pertanyaan publik. Patut diduÂga, katanya, penanganan kasus ini masuk angin.
“Saya kira kaÂsus ini harus ditangani sampai tuntas, jangan diendapkan dan jangan masuk angin,†ucapnya.
Dia berharap, semestinya kaÂsus serupa juga dibongkar dan diusut sampai tuntas. “Terlalu baÂnyak kasus yang belum diÂbongkar. Jangan bangga dulu, jika ini pun tak tuntas, maka akan kian kecewalah maÂsyaÂrakat,†tandasnya.
Persoalan apakah terbukti atau tidak, lanjut dia, biarlah proÂses pengadilan yang memÂbuktikannya. “Jangan ujug-ujug ada yang berkesimpulan bahÂwa kasus ini perdata, itu tiÂdak benar. BPKP sudah teÂmuÂkan adanya kerugian keuangan neÂgara. Biar di pengadilan diÂbukÂtikan semuanya. Semua yang terlibat harus diusut,†pintanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: