Tersangka pertama, Ketua Panitia Lelang Hendra Mara Yudha (HMY). Tersangka kedua, Pejabat Pembuat Komitmen Indra Darmawan (ID).
Hendra ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat PeÂrintah Penyidikan (Sprindik) NoÂmor 22/S:/FD.1/03 2012 tanggal 5 Maret 2012. Indra ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Sprindik Nomor 23/S:/FD.1/03 2012 tanggal 5 Maret 2012. Tapi, hingga delapan bulan ditetapkan sebagai tersangka, keduanya tak kunjung dibawa Kejaksaan Agung ke Pengadilan.
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, penanganan kaÂsus ini masih berjalan. MisalÂnya pada Kamis, 11 Oktober lalu, penyidik Kejagung mÂeÂmeÂriksa Rektor Universitas SriÂwiÂjaya seÂbaÂgai saksi perkara koÂrupÂsi peÂngadaan alat laboÂratoÂrium tahun anggaran 2010 ini sejak pukul 10 pagi.
“Untuk kasus dugaan korupsi di Unsri, tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Rektor UniÂversitas Sriwijaya, Profesor Badia Parzade. Dia diperiksa sebagai saksi,†kata bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Dalam pengadaan alat laboÂratorium Unsri yang nilai konÂtrakÂnya mencapai Rp 47 miliar ini, Kejaksaan Agung menyangka terjadi penggelembungan harga serta spesifikasi barang yang diÂgunakan tidak sesuai dengan kuaÂlitas yang diinginkan.
Pada proÂyek ini, PT Anugerah Nusantara yang disebut-sebut milik bekas Bendahara Umum Partai DeÂmokÂrat, meminjam benÂdera PT Marell Mandiri seÂbagai pemenang tender.
Sejauh ini, dua tersangka kasus tersebut belum ditahan Kejaksaan Agung. “Mengenai penahanan, itu sepenuhnya menjadi keÂweÂnangan penyidik. Bila sudah diÂperlukan, maka penahanan itu akan dilakukan penyidik,†ujar beÂkas Kepala Kejasaan Tinggi KeÂpulauan Riau ini.
Kejaksaan Agung juga telah menyita 888 alat bukti berupa barang dan dokumen terkait kaÂsus pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan yang diduga melibatkan Mindo Rosalina Manulang ini.
Selain melakukan penyitaan, KeÂjaksaan Agung yang menuÂrunÂkan tim penyidik ke Bumi GenÂding Sriwijaya itu, juga meÂlaÂkuÂkan serangkaian pemeriksaan terÂhadap tersangka dan para saksi.
“Ada 888 item barang di laÂboratorium komputer Fakultas Teknis, Keguruan, dan Ilmu Pendidikan yang disita penyidik. Setelah disita, barang-barang itu dititipkan ke pihak Unsri untuk dipakai,†ujar Adi.
Saat menjadi saksi perkara suap pembangunan Wisma Atlet di Pengadilan Tipikor Jakarta, Mindo Rosalina Manullang meÂngakui perusahaan yang terÂgaÂbung dalam konsorsium PT PerÂmai Grup, pernah menggarap proÂyek pengadaan alat laboÂraÂtoÂrium di Universitas Sriwijaya.
Penyidik Kejaksaan Agung suÂdah dua kali mengorek keteÂraÂngan Mindo Rosalina Manullang sebagai saksi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada pertengahan FebÂruari lalu.
Soalnya, Rosa yang masih daÂlam perlindungan Lembaga PerÂlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan dibawa ke kantor Kejaksaan Agung. Akhirnya, penyidik KeÂjaksaan Agung memeriksa Rosa di kantor KPK.
REKA ULANG
Dari Rosa Hingga Yulianis
Selain kasus pengadaan laboÂratorium Universitas Sriwijaya, penanganan perkara korupsi pengadaan alat laboratorium Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Kejaksaan Agung juga berjalan lambat.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw meÂnyamÂpaikan, penyidik sudah meÂmeriksa sejumlah saksi penting kasus UNJ, yakni Mindo RoÂsaÂlina Manullang dan Yulianis. SakÂsi lain yang sudah dimintai keÂteÂrangan adalah Rektor UNJ Bedjo Sujatno. Tapi, sejauh ini belum ada tersangka baru kasus UNJ.
Seperti diketahui, Rosa dan Yulianis pernah menjadi anak buah Muhammad Nazaruddin, terÂpidana kasus suap pemÂbaÂngÂuÂnan Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. “Yulianis dan Rosa sudah diÂpeÂrikÂsa, Nazar belum,†ujar Arnold.
Kasus ini berawal dari peneÂtaÂpan pemenang tender, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, pengerÂjaannya diduga dilakukan PT Anugerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT PerÂmai Group pada tahun anggaran 2010. PT Anugerah Nusantara diÂkoordinir Mindo Rosalina MaÂnulang, anak buah bekas BenÂdahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
Dua tersangka kasus ini adalah Pembantu Rektor III Universitas NeÂgeri Jakarta Fakhrudin dan doÂsen Fakultas Teknik UNJ Tri MulÂyono. Mereka baru akan diÂsidang di Pengadilan Tipikor JaÂkarta setelah satu tahun meÂnyanÂdang status tersangka.
“Berkas kedua tersangka telah P21. Untuk tersangka Fakhrudin, dinyatakan lengkap pada 18 September. Untuk tersangka Tri Mulyono dinyatakan lengkap tanggal 16 Oktober,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman pada Jumat lalu (19/10).
Surat perintah penyidikan terÂhadap dua tersangka ini, resmi terÂtanggal 1 November 2011. PerÂsisnya, Surat Perintah Penyidikan Nomor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011. Artinya, Fakhrudin dan Tri Mulyono baru akan disidang seteÂlah satu tahun ditetapkan KeÂjakÂsaan Agung sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Fakhrudin seÂbagai Pejabat Pembuat KoÂmiÂtÂmen (PPK) dan Tri Mulyono seÂbagai Ketua Panitia Lelang diÂsangÂka melakukan penggeÂlemÂbungan harga. Sehingga, proyek bermodal Rp 17 miliar ini, timbul keÂrugian negara sekitar Rp 5,1 miÂliar. Lantaran itu, mereka diÂjerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kendati begitu, kejaksaan belum menahan dua tersangka tersebut.
Adi menambahkan, selain memeriksa tersangka, penyidik kejaksaan sudah mengorek keteÂrangan lebih dari 42 saksi. Dari para saksi yang sudah diperiksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan keterangan yang memperkuat penuntasan kasus ini. “Termasuk Rektor UNJ sudah dimintai keteraÂngan,†katanya.
Selanjutnya, menurut Adi, penyidik juga telah menyita uang senilai Rp 1,386 miliar beserta sejumlah dokumen untuk pemÂbuktian di persidangan. “Ada juga sejumlah catatan yang disita, yang dinilai ada kaitannya deÂngan pembuktian,†ujar bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Tidak Jelas, Lama Dan Tak Pasti
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum yang juga dosen Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyampaikan, kiÂnerÂja kejaksaan dalam penguÂsuÂtan kasus korupsi kerap keÂtingÂgalan jauh dibanding KPK.
“Makanya dulu muncul Undang Undang KPK karena beÂgitulah kinerja kejaksaan. SeÂlain itu, kok banyak kasus koÂrupsi yang ditangani kejaksaan tidak jelas, lama, dan tidak paÂsÂti,†ujar Yenti.
Bekas model yang terjun ke dunia hukum ini menyamÂpaiÂkan, jika memang penyidik tak bisa menemukan pelanggaran korupsi, hendaknya sejak awal dijelaskan kepada publik. “Kalau memang kurang bukti, ya di-SP3. Tapi, kalau ini kan sudah ada bukti, ya cepatlah diÂproses, jangan digantung seperti itu,†ujar Yenti.
Apalagi, lanjut dia, pihak peÂrusahaan M Nazaruddin diÂinÂdiÂkasikan turut serta dalam kasus ini, sehingga penyidik bisa meÂmetakan dan mengusutnya leÂbih progresif.
“Apalagi kalau ada keterliÂbatan Nazarudin, kan harusnya tiÂdak lamban seperti itu peÂnguÂsutannya,†tandas Yenti.
Dia mengingatkan, jangan sampai pimpinan Kejaksaan Agung dan jaksa di bawah maÂlah seolah-olah tidak menyadari kiÂnerja mereka yang kurang efektif. Keterlambatan penguÂsutan kasus ini, tetap ada andil dari pimpinan dan jaksa di baÂwah. “Bisa keduanya,†ujarnya.
Yenti menambahkan, sehaÂrusnya yang menentukan kapan status tersangka ditetapkan, dilimpahkan, ditahan atau tidak adalah penyidik. “Tapi kan gaÂris komando tampaknya masih jalan di kejaksaan. Tidak tahu yang mana nih yang terjadi, seÂhingga kasus ini tampak jalan di tempat,†ujar Yenti.
Jika penanganan perkara koÂrupsi di Kejaksaan Agung kerap lamban dan banyak yang diÂgantung, lanjut Yenti, seÂbaiknya KPK segera turun tangan. “KPK ambil alih saja,†saÂranÂnya.
Semestinya Ditahan Untuk Timbulkan Efek Jera
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyamÂpaikan, sebaiknya para terÂsangÂka kasus korupsi pengadaan alat laboratorium Universitas SriÂwijaya segera ditahan KeÂjakÂsaan Agung.
Meskipun tidak ada aturan baku yang memuat bahwa tersangka mesti ditahan, tetapi ada semacam konsensus bahwa para pelaku kasus tindak pidana korupsi semestinya ditahan.
“Selain harus yakin bahwa para tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan baÂrang bukti, memang tak ada keÂharusan segera ditahan. Akan tetapi, yang kita tahu, apalagi daÂlam dugaan tindak pidana koÂrupsi, para tersangkanya ya ditahan,†ujar Yahdil.
Politisi PAN ini meÂnyamÂpaiÂkan, penahanan terhadap para tersangka kasus tindak pidana koÂrupsi adalah bagian dari upaÂya menimbulkan efek jera. “Itu akan menjadi pelajaran juga, bahwa pelaku tindak pidana korupsi mesti dilakukan peÂnaÂhanan. Hal itu sudah menjadi seÂmacam konsensus sebenarÂnya,†ujar dia.
Makanya, dia mendesak KeÂjaksaan Agung tidak bermain-main melakukan pengusutan kasus ini. “Apalagi ini adalah koÂrupsi di dunia kampus. Siapa pun orangnya, di manapun tindak pidana korupsinya, tidak ada alasan memperlambat proÂses,†ujar dia.
Yahdil sepakat, bila dalam peÂngusutan kasus ini, KejakÂsaÂan Agung segera meÂninÂgkaÂtÂkanÂnya ke proses penuntutan. “Maka temukan segera bukti-bukti itu, dan segeralah dituntut. Bila berlama-lama, akan kian menggumpal dugaan masyaÂraÂkat yang menuding kejaksaan tidak serius mengusut korupsi di dunia pendidikan seperti ini,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: