Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta belum menganggap hukuman enam tahun penjara bagi
Wa Ode Nurhayati cukup. Kali ini, giliran asisten pribadi Wa Ode, Sefa Yolanda yang diancam bakal jadi tersangka.
Ketua Majelis Hakim SuharÂtoyo bereaksi keras. Suaranya meÂninggi kala menanggapi jaÂwaÂban saksi Sefa Yolanda dalam siÂdang di Pengadilan Tipikor JaÂkarta pada Selasa malam (23/10). Kepada jaksa, dia meminta KPK segera menetapkan Sefa seÂbagai tersangka. “Ini mestinya jadi tersangka Pak Jaksa,†tegasnya.
Dia menilai, kesaksian Sefa bagi terdakwa Fahd A Rafiq tidak konsisten. Sehingga, mengÂhamÂbat kelancaran sidang. Selain itu, menurut hakim, rangkaian tranÂsaksi suap dari Fahd kepada Wa Ode masuk melalui Andi Haris SuÂrahman dan Sefa.
Dalam sidang, Suhartoyo meÂngungkit kesaksian Sefa yang sebelumnya pernah hadir untuk terdakwa Wa Ode. Hakim bilang, dia mengingat betul perilaku Sefa yang sering mengaku lupa. “Anda ini yang sering nggak ingat kalau ditanya kan,†kata Suhartoyo.
Sefa pun diam. Dia tertunduk. Kesimpulan hakim diambil seÂteÂlah memberondong saksi dengan beragam pertanyaan. Masing-maÂsing pertanyaan itu antara lain, siapa yang menyuruhnya mentransfer dana kepada Fahd. Sefa menjawab, yang menyuruh adalah atasannya, Wa Ode. Tapi dia mengaku tidak ingat kapan perintah transfer itu dilakukan. Dia hanya memperkirakan, transÂfer terjadi antara 2010-2011.
Lebih jauh, hakim menyoal darimana saksi tahu nomor rekeÂning Fahd. Sefa menjawab, dapat nomor rekening dari Wa Ode. “Saya hanya disuruh transfer. Ada bukti transfer ke rekening Fahd.†Saat disoal, berapa kali dia menÂtransfer uang ke rekening Fahd, Sefa mengatakan, tidak ingat.
Sefa menambahkan, awalnya uang tersebut diterimanya di Bank Mandiri Gedung DPR. Tapi begitu hakim menanyakan, beraÂpa kali ia menerima uang dari HaÂris, ia tidak ingat. Hakim pun tak puas. Suhartoyo mencecar, “BaÂgaiÂmana uang diterima?â€
Sefa mengaku hanya dititipi Haris. Uang titipan itu diteÂrima secara tunai di Bank ManÂdiri DPR. Namun dia mengaku tidak tahu beÂrapa nominalnya. Bahkan, meÂnurutnya, pertemuan dengan Haris di Bank Mandiri terjadi secara sponÂtan alias tidak disengaja. PaÂdahal, pertemuan itu bagian dari rangkaian kasus suap miliaran rupiah. MaÂkaÂnya, hakim tidak mempercayai keterangan Sefa dan meminta jaksa meÂneÂtapÂkan Sefa sebagai tersangka.
Suhartoyo menyoal, apa saat itu terdakwa berada di ruangan terÂsebut? Sefa menjawab, tidak ada Fahd di situ. Begitu meneÂriÂma uang dari Haris, Sefa mengaÂku langÂsung menemui Wa Ode di aparÂtemennya . Ketika berÂtemu atÂasanÂnya, dia mengatakan, ada titipan dari Haris. Akan teÂtapi, Sefa meÂngaku, Wa Ode meminÂtaÂnya meÂngemÂbalikan uang tersebut.
Bagi hakim, Sefa meÂnyemÂbuÂnyikan sesuatu dan mempunyai peran penting dalam kasus suap alokasi Dana Penyesuaian InÂfraÂstruktur Daerah (DPID) ini. LanÂtaran itu, dari tujuh saksi yang diÂhadirkan jaksa, hakim tampak memfokuskan pemeriksaan kepaÂda Sefa. Saksi-saksi lain seperti, Daeng Lyra, teller Bank Mandiri, Asep Supriatna, karyawan Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol, Jakarta, Dedi Kusnadi, karyawan Bank Mandiri, Fadli Rahim, teller Bank Mandiri, Gunawan, cusÂtoÂmer service Bank Mandiri, dan RusÂmayanti, teller Bank Mandiri hanya ditanya seputar transaksi rekening terdakwa serta perkeÂnaÂlanÂnya dengan saksi dan terdakwa.
Secara umum, enam saksi dari bank tersebut, mengetahui alur transaksi rekening terdakwa Fahd dan Wa Ode. Namun mereka tiÂdak mengenal Sefa, Andi Haris, Fahd dan Wa Ode. Sebelumnya, hakim telah meminta saksi Andi Haris Surahman yang diduga seÂbagai perantara suap, untuk diÂjaÂdikan tersangka.
Kecewa Haris Belum Jadi Tersangka
Terdakwa Fahd A Rafiq diÂdakwa menyuap anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode NurÂhaÂyati sebesar Rp 5,5 miliar. Suap ditujukan untuk pengurusan aloÂkasi Dana Penyesuaian InÂfraÂstruktur Daerah (DPID) tahun 2010 di tiga kabupaten. Yakni Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah di Nanggroe Aceh DaÂrussalam (NAD).
Dalam dakwaan disebutkan, Fahd menemui Andi Haris SurahÂman untuk membicarakan DPID yang tengah dibahas Banggar DPR. Haris kemudian menghÂuÂbungi Wa Ode untuk memÂperÂmulus keinginan Fahd. Dalam perkara ini, Wa Ode divonis enam tahun penjara.
Fahd mengaku mengenal Sefa, asisten pribadi Wa Ode NurÂhaÂyati, karena mereka berdua sering berkomunikasi. “Saya kenal Sefa. Saya selalu berkomunikasi deÂngan Sefa untuk tagihkan utang Ode. Saya sering SMS maupun telepon untuk tagihkan uang, dan beberapa kali Sefa jawab,†ujarnya.
Fahd yang juga Ketua Gema MKGR ini mengatakan, dirinya dan Haris serta Wa Ode sering berkomunikasi satu sama lain. MeÂnurutnya, hal ini dapat diÂbuktikan KPK. “Semua bukti ada kok, disadap KPK,†tandas anak pedangdut A Rafiq ini.
Fahd tidak menampik dakwaan KPK terhadapnya. Bahkan, menurut Fahd, dakwaan KPK itu 90 persen benar. Tapi, dia kecewa karena KPK belum menetapkan Haris sebagai tersangka.
“Sampai sekarang Haris engÂgak mengaku terima uang dari saya buat feenya dia. Enggak munÂgkin kan dia tiba-tiba seperti malaikat kasih duit nggak pakai fee,†bebernya, sebelum sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/10).
Senada dengan Fahd, hakim juga meminta KPK menetapkan Haris sebagai tersangka. Dalam sidang, hakim Pangeran NapiÂtuÂpulu mencecar saksi Haris. SoalÂnya, Pangeran merasa aneh, keÂnaÂpa Haris yang diduga sebagai perantara suap, belum dijadikan tersangka. Padahal, pihak yang disangka memberi dan menerima suap, yakni Fahd dan Wa Ode NurÂhayati sudah berstatus terdakwa.
Keheranan Pangeran diawali laporan Haris tentang dugaan tindak pidana yang dilakukan Wa Ode. Pasalnya, ketika realisasi proyek yang dijanjikan Wa Ode gagal, Haris justru melaporkan Wa Ode ke Banggar DPR, bukan ke kepolisian. Padahal, Haris merasa ditipu Wa Ode.
Menurut Haris, semula dirinya bermaksud melaporkan Wa Ode ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Namun, ketika itu ruangan BK koÂsong alias tidak ada orang. LanÂtaran itu, dia memilih untuk meÂlapor ke Banggar. “Kenapa tidak lapor ke polisi,†tanya Pangeran.
Haris menjawab, saat itu dia masih berupaya agar uang yang disetor pada Wa Ode bisa segera kembali. Makanya, dia melaÂpoÂrÂkan Wa Ode yang saat itu duduk sebagai anggota Banggar, ke Banggar DPR.
Mendengar pernyataan Haris, Pangeran makin penasaran. Dia mencoba mengungkap lebih daÂlam apa motivasi laporan Haris ke Banggar. Pangeran bertanya, sebagai politisi intelektual, jika menemukan atau mengalami seÂbuah tindak pidana, kemana haÂrus melapor.
Haris menjawab, ke kepolisian. BeÂgitu mendengar pernyataan terÂsebut, Pangeran tidak mau kaÂlah. Dia kembali mendesak Haris. “Kenapa tidak lapor ke polisi, tapi ke Banggar,†katanya dengan nada tinggi.
Haris beralasan, dirinya melaÂpor ke Banggar karena Banggar merupakan tempat Wa Ode beÂkerja. Mendengar jawaban itu, PaÂngeran makin gencar bertanya. Dia menyoal, apakah Banggar bisa mengambil suatu tindakan hukum. Mendapat pertanyaan itu, Haris terdiam. Tampak, dia menarik nafas panjang.
Belum lagi Haris menjawab, Pangeran kembali bertanya. Kali ini, pertanyaan dialamatkan keÂpada jaksa KPK. “Saudara peÂnuntut umum, apakah saksi sudah jadi tersangka,†kata Pangeran. Jaksa menjawab, “Belum.†Lalu, PaÂngeran melanjutkan perÂnyaÂtaan. “Tolong diproses untuk diÂjadikan tersangka.â€
Pangeran menegaskan, omoÂngan yang tidak jelas dan beÂrÂbelit-belit, menunjukkan bahwa Haris berbohong. Makanya, dia meminta jaksa KPK menyamÂpaiÂkan kepada penyidik KPK agar menetapkan Haris sebagai terÂsangÂka. “Sampaikan kepada peÂnyiÂdik,†katanya. Kemudian, PaÂngeran berkata kepada Haris, “SauÂdara ini jangan memberi keteÂrangan berbelit-belit.â€
Permintaan Hakim Mesti Ditindaklanjuti
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Golkar NudirÂman Munir mengingatkan KPK hati-hati mengartikan dan merealisasikan permintaan hakim. Upaya meningkatkan staÂtus seorang saksi menjadi terÂsangka harus dilakukan secara prosedural.
“Tidak boleh dipaksakan. ApaÂlagi, hanya berpatokan pada asumsi,†kata anggota Komisi III DPR ini, kemarin.
Peningkatan status saksi, lanjut Nudirman, hendaknya diÂdasari fakta-fakta hukum yang kuat. Setidaknya, kata dia, harus ada dua alat bukti yang menjadi patokan penegak hukum seperti penyidik KPK untuk penetapan tersangka.
Dia mengingatkan, status sakÂsi dijamin oleh konstitusi. DeÂngan begitu, setiap saksi berÂhak mendapatkan perlindungan hukum. Apalagi, keterangan sakÂsi sangat diperlukan dalam mengungkap suatu kejahatan.
Lantaran itu, siapa pun saksi haÂrus disumpah sebelum memÂbeÂrikan keterangan. Setelah itu, lanjutnya, jika kesaksian di baÂwah sumpah itu ternyata boÂhong atau dusta, penegak huÂkum bisa mengambil langkah hukum sesuai dengan ketentuan yang ada. “Saksi bisa dikenai pasal memberikan keterangan palsu,†tandasnya.
Apalagi, kesaksian tersebut disampaikan di muka peÂngaÂdilan. “Efek yang ditimbulkan dari kesaksian tersebut sangat jeÂlas. Bisa membahayakan orang lain bila kesaksiannya tidak benar,†katanya.
Menanggapi permintaan haÂkim mengenai saksi Sefa, NuÂdirman mengatakan, upaya terÂsebut patut dihargai. Artinya, hakim curiga dan mempunyai keyakinan bahwa saksi ini terlibat dalam tindak pidana suap tersebut.
Jadi, kata Nudirman, keÂsakÂsian Sefa layak ditelusuri lagi kebeÂnarannya oleh penuntut dan peÂnyidik pada Komisi PemÂbeÂranÂtaÂsan Korupsi. Hal itu diÂtuÂjuÂkan agar penilaian ataupun perÂminÂtaan hakim tidak sia-sia.
Penetapan Tersangka Bisa Mempermudah Penuntasan Perkara
Akhiruddin Mahyudin, Koordinator LSM Gerak Indonesia
Koordinator LSM GeraÂkan Rakyat Anti Korupsi (GeÂrak) Indonesia Akhiruddin MahÂyudin menilai, permintaan hakim untuk menjadikan saksi Sefa Yolanda sebagai tersangka harus direspon KPK.
Permintaan hakim ini, menuÂrutnya, didasari atas bukti-bukti permulaan yang cukup. “Dalam hal ini, sikap hakim jauh lebih maju dan progresif dari sikap jaksa. Padahal tanpa permintaan hakim, seharusnya jaksa sudah bisa menentukan sikapnya,†kata dia.
Akhiruddin menambahkan, permintaan hakim tentu berÂdaÂsarkan keyakinan terpenuhinya unsur tidak pidana, atau miniÂmal ada dua alat bukti perÂmuÂlaan yang cukup. “Jika sudah ada alat bukti yang cukup, seÂmestinya sejak awal KPK sudah bisa menetapkan Sefa sebagai tersangka,†katanya.
Jadi, sambungnya, tidak perÂlu ada permintaan hakim lebih dahulu. Dia menilai, penetapan status tersangka pada Sefa juga akan berdampak signifikan daÂlam pengusutan kasus ini. DeÂngan kata lain, penetapan status tersangka bisa mempermudah proses hukum kasus ini.
Selebihnya, bisa juga diÂjaÂdiÂkan dasar untuk mengungkap leÂbÂih dalam dan lebih luas fakta hukum dalam kasus ini.
Dia mengingatkan, jaksa idealÂnya melihat sikap saksi yang pada keterangannya berÂbelit-belit. Hal ini, kata dia, laÂyak dicurigai. Jangan-jangan, upayanya dilakukan secara seÂngaja untuk menghalang-haÂlaÂngi proses hukum. Lebih parah lagi, asumsinya, harus dicurigai sebagai upaya melindungi pihak-pihak lain yang diduga terlibat kasus ini.
Jadi, lanjut dia, sudah tepat jika hakim meminta jaksa meÂnetapkan Sefa sebagai terÂsangÂka. “Upaya menghalangi proÂses hukum kasus korupsi meÂruÂpaÂkan tindakan pidana,†taÂnÂdasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: