Penahanan Seorang Tersangka Kasus BRI Diperpanjang

Satu Tersangka Lainnya Belum Ditahan Kejagung

Kamis, 18 Oktober 2012, 10:17 WIB
Penahanan Seorang Tersangka Kasus BRI Diperpanjang

RMOL. Penyidik Kejaksaan Agung memperpanjang penahanan seorang tersangka kasus korupsi dalam pemberian dan penggunaan kredit Bank Rakyat Indonesia kepada PT First Internasional Gloves.

Direktur Utama PT First In­ternasional Gloves (FIG) Hansen (H) yang sudah menjadi ter­san­g­ka dalam kasus ini, ditahan di Ru­mah Tahanan (Rutan) Salemba Ca­bang Kejaksaan Agung, Jalan Sul­tan Hasanuddin, Jakarta Selatan.

“Sebelumnya, tersangka Han­sen pada 21 September 2012 di­ta­han. Namun, saat dilakukan pe­na­hanan, dia sakit. Karena itu, dia dibantar­kan penahanannya,” kata Kepala Pu­sat Penerangan Hukum Ke­jak­saan Agung Adi Toe­ga­ris­man di Ge­dung Kapuspenkum, kemarin.

Adi menjelaskan, Hansen di­rawat di Rumah Sakit Pusat Per­tamina (RSPP) Jakarta Selatan. Setelah menjalani perawatan, pada 8 Oktober lalu, Hansen kem­bali ditahan. “Setelah penyidik me­lihat perkembangan kese­h­a­tannya, Hansen kembali ditahan di Rutan Salemba Cabang Ke­jak­saan Agung,” katanya.

Setelah itu, menurut Adi, pe­nyi­dik melakukan perpanjangan masa penahanan terhadap Han­sen. “Sebab, selama dibantar itu, masa penahanan tahap per­ta­ma­nya sudah habis,” ujar bekas Asis­ten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Dia menjelaskan, masa pena­ha­nan Hansen diperpanjang se­lama 40 hari. “Tanggal 8 Oktober itu, masa penahanannya habis, maka diperpanjang lagi selama 40 hari ke depan,” ujar Kapuspenkum.

Sedangkan untuk tersangka RBW atau R Basuki Wismantoro, yakni Account Officer pada Di­visi Agribisnis Kantor BRI Pusat, penyidik belum melaku­kan pe­na­hanan. “Tetapi, sudah dilakukan upaya cekal,” ucapnya.

Dalam penanganan perkara ini, je­las Adi, Direktur Utama BRI Sofyan Basir sudah dipanggil un­tuk dimintai keterangan sebagai saksi. “Pak Sofyan Basir sudah per­nah dipanggil, dan pernah ti­dak ha­dir,” ujar Adi. Meski be­gitu, Dirut BRI segera dipanggil kembali. “Pasti, dia akan kembali dipanggil,” ujarnya.

Dalam kasus ini, BRI mem­berikan kredit kepada PT FIG 18 juta Dolar AS untuk membangun pabrik sarung tangan karet di Pe­laihari, Kabupaten Tanah Laut, 125 kilometer arah timur Banjar­masin, Ka­lsel. “Tapi, tidak sesuai perun­tu­kan­nya,” tandas Adi.

Saat dihubungi, Coorporate Secretary BRI Muhammad Ali menyatakan belum bisa mem­berikan tanggapan. “Saya kolek datanya dulu,” katanya lewat pe­san singkat, kemarin.

Tapi, Ali menambahkan, pi­hak­nya mematuhi mekanisme hu­kum yang berlaku. “BRI akan mematuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang ber­laku. Kami akan me­nyam­paikan penjelasan tentang hal-hal yang diperlukan pihak penegak hukum untuk mempercepat penyelesaian ini,” katanya.

REKA ULANG

Agunan Diduga Fiktif

Kredit BRI dalam kasus ini, semula untuk membangun pabrik sarung tangan karet.

“Dalam dokumen usulan pe­ngajuan kredit, dana dari BRI itu, rencananya dipakai untuk mem­bangun pabrik sarung tangan ka­ret di Pelaihari, Tanah Laut, Kal­sel,” kata Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.

Namun setelah dicek, pabrik tersebut diduga fiktif. Jaksa, lanjut Adi, juga sudah mengecek dokumen kredit dan agunan yang dijadikan garansi kredit ke BRI. “Rupanya, agunannya juga diduga fiktif,” tandasnya.

Menurut Adi, penyidik meya­kini bahwa terdapat serangkaian tindak pidana dalam kasus ini. Kejagung pun memutuskan un­tuk menelusuri kasus ini lebih in­tensif. Penelitian jaksa me­ne­mu­kan dugaan kerjasama antara ter­sangka dengan orang dalam bank. “Nominal kredit yang begitu be­sar tidak mungkin bisa cair de­ngan mudah. Di sini saja sudah mencurigakan,” tuturnya.

Namun, Adi belum mau me­ngu­raikan kronologi penanganan kasus ini secara lengkap. Ia juga tak mau menyebutkan, kapan pe­ristiwa pembobolan terjadi, serta bagai­mana proses pengajuan kredit dilakukan.

Dia bilang, hal tersebut masih dikembangkan. Dia juga memin­ta penyidik ke­jaksaan diberi ke­sempatan lebih dulu mengem­ban­gkan fakta-fakta yang ada.

Yang jelas, katanya, bukti-buk­ti dugaan tindak pidana korupsi da­lam pemberian dan peng­gu­naan investasi dari BRI pada PT FIG sudah cukup.  Maka itu, jak­sa memutuskan untuk me­ning­katkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan.

Adi juga telah menjelaskan me­ngenai salah seorang tersang­ka kasus ini, yakni RBW, Ac­count Officer pada Divisi Agri­bisnis Kantor BRI Pusat yang be­lum ditahan.

“Saat ini masih kita lacak je­jaknya,” ujarnya.

Mesti Ditangani Secara Utuh Sampai Tuntas

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menyampaikan, kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian dan penggunaan kredit Bank Rak­yat Indonesia kepada PT First In­ter­nasional Gloves mesti di­usut tuntas.

Dia menduga, ada ketidak­be­resan proses dari awal pem­be­rian kredit ini. Lantaran itu, Das­rul berharap penyidik Ke­jak­saan Agung menelusuri se­mua pihak yang sejak awal me­lakukan proses dan sampai pe­nandatanganan persetujuan pengucuran kredit.

“Di balik analisa pem­berian kredit kepada pengusaha itu, saya menduga ada unsur kerja sama. Sehingga, analisa yang dila­ku­kan tidak akurat,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

Dugaan unsur kerja sama atau rekayasa antara analis bank dengan pengusaha, lanjut Das­rul, adalah persoalan tersendiri yang harus diungkap. Sebab, hal itu pula yang pada akhirnya menimbulkan penyelewengan di BRI.

“Apakah ada upaya yang tidak sesuai dalam pem­berian kredit. Itu Harus di­ung­kap se­mua,” ujarnya.

Dasrul menegaskan, pimpi­nan sebagai pihak yang ber­tang­gung jawab, memberikan persetujuan dan kebijakan kre­dit, juga tidak bisa lepas ta­ngan. Sebab, kata dia, dengan per­se­tu­juan pimpinanlah kredit me­ngucur.

“Memang benar, ana­lis itu bawahan, tapi pe­nang­gung ja­wab adalah pim­pinan,” tandasnya.

Lantaran itu, dia meminta Ke­jaksaan Agung segera mem­bongkar kasus ini secara utuh. “Penyidik harus memeriksa se­mua pihak, dari pihak per­u­sa­haan dan bank yang be­r­sang­kutan. Penyidik harus lihat se­mua proses, dari analisa bank sampai jaminan kepada pengu­sa­ha, jangan ada yang terle­wat­kan,” tandasnya.

Dasrul pun mewanti-wanti aparat penegak hukum tidak setengah hati mengusut kasus ini. “Itu bukan uang yang se­dikit. Biasanya, pihak bank sangat hati-hati mengucurkan dana, kok ini tampaknya gam­pang sekali,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA