Kesaksian Yulianis di Pengadilan Tipikor bisa menjadi masukan bagi KPK. Untuk membuktikan kebenaran atas kesaksian tersebut, KPK pun memvalidasi pengakuan saksi kunci itu.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnyaÂtakan, semua keterangan saksi Yulianis menjadi masukan bagi KPK. Tapi, katanya, KPK tidak bisa begitu saja merespon kesakÂsian itu dengan memanggil para politisi yang disebutkan namanya oleh Yulianis. “Ada hal yang haÂrus dicermati lebih dahulu,†katanya.
Menurut Johan, pernyataan saksi di persidangan idealnya dijadikan masukan bagi penyidik. Namun, parameter kesaksian terÂsebut harus terukur secara jelas. Jangan sampai, penindakan yang dilakukan KPK, belakangan menÂjadi bumerang.
Lantaran itu, Johan belum bisa memastikan, apalagi memasang tenggat waktu dalam meninÂdakÂlanÂjuti kesaksian Yulianis. “Kita verifikasi dulu. Lalu, dari situ kita masuk tahap validasi,†tuturnya.
Maksud dari verifikasi dan vaÂlidasi tersebut, sambungnya, buÂkan memintai keterangan YuÂliaÂnis atau orang-orang yang naÂmaÂnya disebutkan. Melainkan, meÂneÂlaah isi keterangan Yulianis deÂngan keterangan saksi lain, terÂsangka maupun terdakwa kasus ini terlebih dahulu. Selebihnya, pada proses validasi itu, penyidik juga akan mencocokan data dan dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Lantaran itu, dia menepis angÂgaÂpan bahwa KPK sudah meÂnÂjadÂwalkan pemanggilan sejumlah poÂlitisi yang namanya disebut YuÂlianis. “Belum sampai ke arah sana. Belum ada rencana meÂmanggil orang-orang dari DPR,†tuturnya.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Muhamadiyah JaÂkarÂta Chaerul Huda, kesaksian YuÂlianis mesti dipertimbangkan maÂsak-masak oleh KPK. Idealnya, keterangan saksi ini bisa mÂeÂngungkap perkara-perkara lain. Namun, dia juga mengingatkan, keterangan saksi baru bisa dijaÂdiÂkan sebagai alat bukti apabila memenuhi dua unsur. “Ada keÂsaksian saksi lain dan barang bukti,†jelasnya.
Yulianis merupakan saksi kunÂci kasus dugaan korupsi di KeÂmenterian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam kesaksiannya untuk terdakwa politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, Yulianis juga menyeret sejumlah nama anggota DPR.
Nama-nama politisi tersebut, dikategorikan sebagai pihak yang menggiring proyek di kemenÂteÂrian dan lembaga negara. MenuÂrut Yulianis, untuk kejaksaan ada anggota Komisi III Aziz SyamÂsuÂdin (Golkar). Sedang untuk KeÂmenag ada tiga nama, yaitu Abdul Kadir Karding (PKB), Said Abdulah (PDIP) dan Zulkarnain Djabar (Golkar). “Di catatan saya namanya Pak Said, keagamaan. Biasanya ditulis Komisi VIII,†imbuhnya.
Berikutnya, Yulianis juga meÂnyebut nama Olly Dondokambey (PDIP). Namun dia tidak merinci, tugas Olly ini menggiring proyek di kementerian apa. Terakhir, YuÂlianis menyatakan ada juga proÂyek di Kemenkes yang meÂliÂbatÂkan anggota Dewan. Tapi dia meÂngaku lupa nama anggota DPR yang dimaksud. “Itu Pak, orang PKS,†kata Yulianis kepada maÂjelis hakim.
Para politisi yang disebut YuÂlianis ramai-ramai membantah. Wakil Ketua Banggar DPR, Olly Dondokambey mengaku tak meÂngenal Yulianis. Ia menegaskan tak pernah berurusan dengan peÂrusahaan Nazar, apalagi mÂeÂlaÂkukan penggiringan anggaran.
“Menggiring proyek? Caranya giringnya bagaimana? Kapan saya ketemu Yulianis? Nggak perÂnah,†kata Olly di Gedung DPR. Olly mengaku baru tahu nama Grup Permai setelah kasus yang menjerat Nazar dan Angie ramai diberitakan. Sedangkan Aziz Syamsudin, lewat pesan pendek berkomentar pendek, “silence is golden. Lagi laris ya, nama Aziz atau Azis,†ujar poÂlitisi Golkar ini.
Anggota Komisi X DPR, I WaÂyan Koster santai menanggapi tuÂdingan Yulianis. Bekas rekan satu koÂmisi Angelina Sondakh ini meÂngaku sudah terbiasa difitnah dan siap menjalani menjalani proses hukum. “Saya serahkan pada proÂses hukum yang sedang berÂlangÂsung di Pengadilan Tipikor saja,†ujar Wayan.
Soal penggiringan, Wayan meÂnyatakan, tak ada satu orangpun yang bisa melakukan hal itu. KeÂseÂpakatan tentang pengaloÂkaÂsian angÂgaran tak bisa dilakukan orang per orang. “Semua angÂgaran diÂputuskan melalui rapat bersama peÂmerintah dan komisi,†katanya.
Sedangkan pihak Kejaksaan Agung tak mau mengomentari kesaksian Yulianis bahwa ada anggota Komisi III DPR yang menÂjadi penggiring proyek di KeÂjagung. “Saya tidak bisa berÂkoÂmentar, karena apa, karena tidak ada bukti,†kata Wakil Jaksa Agung Darmono di Jakarta, Jumat lalu.
Darmono menegaskan, dirinya dan pimpinan kejaksaan telah meÂnyampaikan bahwa dana proÂyek di Kejaksaan Agung, tidak boleh sepeser pun ke luar kepada orang yang tidak berhak. “Jangan sampai sepeser pun ke luar kepada orang yang tidak berhak,†tandasnya.
REKA ULANG
Tersimpan Di Sebuah Hard Disk
Dalam sidang, Yulianis meÂngungÂkap informasi penting. Isinya, perusahaan M NazaÂrudÂdin, Permai Grup pernah meÂngiÂrim uang sebanyak 13 kali ke Angelina Sondakh. Tujuannya, untuk mengamankan proyek Permai Grup di Kemenpora dan Kemendiknas.
Hal ini disampaikan Yulianis saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko. “ApaÂkah ada aliran dana ke Angie?†Yulianis menjawab ada. Dia biÂlang, ada 13 kali pemberian uang penÂdukung. Uang itu dikirim unÂtuk mensuport proyek di KeÂmenterian Pemuda dan Olahraga serta di Kementerian Pendidikan Nasional. Selain mengalir ke kocek Angie, Yulianis menyaÂtaÂkan, ada pengiriÂman uang seÂbanyak tiga kali yang dikirim ke I Wayan Koster, angÂgota DPR dari Fraksi PDIP.
Menurut Yulianis, tiga belas pemberian uang itu direalisasi sejak 12 Maret hingga 3 NoÂvemÂber 2010. Nilainya variatif, mulai dari yang terkecil Rp 70 juta samÂpai Rp 5 miliar. Uang itu ada yang diantar ke kantor keduanya di Gedung DPR, serta disamÂpaiÂkan melalui cara titip pada staf keÂdua anggota Dewan.
Kesaksian memberatkan ini bikin Angie tak puas. Dalam siÂdang, terdakwa ini menaÂnyaÂkan, dari mana saksi tahu ada pemÂberian uang sebanyak 13 kali? MeÂnanggapi hal ini, Yulianis meÂnyatakan, data pengeluaran itu masih tersimpan rapi di sebuah hardisk eksternal komputer milik Permai Grup.
Dia menjelaskan, aliran dana yang mengucur ke Angie dan KosÂter merupakan sisa komitmen unÂtuk tahun APBN 2009, satu aliran lagi merupakan APBN murÂni tahun 2010 dan sisanya dari APBN Perubahan tahun 2010. Kini bukti tersebut telah diamankan KPK.
Selain Yulianis, Octarina Furi pun dimintai kesaksiannya dalam sidang tersebut. Kali ini, bekas staf keuangan Permai Grup ini membeberkan, hubungan Angie dan Nazar dekat. Kedekatan itu disimpulkan lewat penjelasan bahwa dirinya pernah melihat Angie menghadiri ulang tahun Nazaruddin pada Agustus 2010.
Hakim Sudjatmiko lantas meÂnaÂÂÂnyakan Octarina, bagaimana dirinya mengenali Angie. “Dia kan artis, Yang Mulia,†tegas OcÂtaÂrina. Selain artis, Octarina juga mengenal Angie karena masuk dalam daftar tim suport yang keÂbagian jatah dari Permai Group.
Data tersebut, sambungnya, diperoleh berdasarkan laporan supÂport yang diajukan tim marÂkeÂting di bawah kendali Direktur PT Anak Negeri, Rosa Manulang. PT Anak Negeri merupakan anak perusahaan Permai Grup. Dalam formulir untuk tagihan keluar tertulis keterangan inisial AS.
Langkah KPK Perlu Diapresiasi
Didi Irawadi Syamsudin, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin meÂnyaÂtakan, langkah KPK meÂninÂdaklanjuti kasus ini perlu menÂdaÂpatkan apresiasi apabila meÂkaÂnismenya sudah sesuai unÂdang-undang yang berlaku. Dia pun meminta semua pihak meÂngawasi dan mencermati penguÂsutan kasus ini secara obyektif.
Menurutnya, sikap KPK yang tiÂdak langsung mengambil langÂkah tegas menanggapi keÂsaksian Yulianis, harus disikapi secara arif. Artinya, kehati-haÂtian penyidik dalam menyikapi persoalan tersebut menjadi hal yang perlu dikawal secara ketat.
“Idealnya, KPK tidak boleh buru-buru dalam menanggapi perÂsoalan ini. Harus ada data pendukung yang menguatkan kesaksian Yulianis. Jika tidak, akibat hukum dari kesaksian Yulianis ini sangat besar dan berat,†katanya.
Menurutnya, substansi perÂsoaÂlan ini sangat kompleks. KaÂrenanya, kehati-hatian penyidik menangani persoalan menjadi hal yang krusial. Tapi, dia meÂnolak untuk menilai, apa moÂtiÂvasi Yulianis membeberkan duÂgaan keterlibatan sederet nama elit politik dalam kasus teÂrÂseÂbut.“Itu bukan wewenang saya untuk menilainya. Biar peÂnyiÂdik KPK yang mencari tahu keÂbenaran keterangan tersebut.â€
Usaha KPK memverifikasi mauÂpun memvalidasi keteÂraÂngan saksi Yulianis, lanjut Didi, sangat penting. Hal itu juga berÂkaitan dengan nasib orang-orang yang namanya diseÂbutÂkan dalam persidangan.
Jika hasil verifikasi atas keteÂrangan Yulianis ini menunjukan arah yang benar atau tepat, maka penyidik harus segera meÂnindaklanjutinya secara opÂtimal. “Jangan sampai kesakÂsian yang bersifat premature justru dijadikan alat bagi KPK untuk membongkar kasus ini. Nantinya bisa jadi blunder buat KPK sendiri.â€
Keterangan Saksi Mesti Dibuktikan
Ferdinand T Andi Lolo, Kriminolog Universitas Indonesia
Dosen Kriminologi UniÂverÂsitas Indonesia Ferdinan T Andi Lolo menilai, kesaksian YuÂliaÂnis belum bisa dikatakan seÂbaÂgai suatu fakta hukum. Harus ada alat bukti lain yang sesuai deÂngan keterangan yang berÂsangkutan. Fakta hukum itu haÂrus diperoleh dengan cara-cara sesuai dengan prosedur hukum.
“Prinsip yang dianut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia adalah Unus Testis Nullus Testis. Artinya, satu saksi bukan saksi,†kataÂnya. Dengan kata lain, keÂsakÂsian Yulianis masih diÂkaÂteÂgoÂriÂkan sebagai dalil.
“Ini harus dibuktikan dulu.†Jika tidak, pernyataannya di perÂsidangan bisa menjadi keterangan palsu.
Hal lain yang dianggap mengÂganjal terkait upaya hakim yang harus bisa memastikan identitas saksi. Hal ini ditujukan untuk menghindari salah orang (error in persona). “Apa yang dilakukan hakim dalam konteks Yulianis, belum sepenuhnya memastikan bahwa orang yang bercadar adalah Yulianis. SoalÂnya, yang mengidentifikasi YuÂlianis di ruang tertutup hanya penuntut umum dan pihak terÂdakwa,†jabarnya.
Ditambahkan, jika hanya mendengar pernyataan dari penuntut umum dan terdakwa, hal itu tidak serta merta menÂjustifikasi hakim untuk meÂnyatakan bahwa saksi adalah saksi yang sesuai.
Dia juga menilai, posisi YuÂlianis menimbulkan perÂtaÂnyaÂan. Apakah ia seorang whistle blower atau seorang justice collaborator?
Jika whistleblower, dia haÂruslah orang yang tahu ada keÂjaÂhatan dan siapa pelaku kejaÂhatan, namun tidak terlibat daÂlam kejahatan itu. Ketika meÂreka bekerjasama dengan otÂoÂritas hukum, mereka menjadi whistleblower. Motivasinya bisa untuk membantu otoritas hukum atau untuk mengÂhinÂdarÂkan dirinya sendiri dari tÂuntutan hukum karena menghalangi huÂkum dengan cara ikut meÂlaÂkuÂkan kejahatan secara pasif.
Dia berpendapat, melihat kroÂnologi kasus ini, Yulianis buÂkan whistleblower karena ia masuk atau menjadi bagian dari tindak pidana yang dilakukan Nazarudin, Mindo Rosalina MaÂnulang dan Angelina SonÂdakh. Yulianis juga bukan seÂorang justice collaborator, kaÂrena sampai saat ini Yulianis tidak ditetapkan sebagai teÂrÂsangka. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: