Pengusaha Siti Hartati Murdaya kembali diperiksa penyidik KPK. Dalam waktu dekat, KPK berencana meningkatkan status penanganan perkara bos PT Hardaya Inti Plantation (HIP) ini ke penuntutan.
KEPALA Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo menÂjeÂlaskan, rangkaian pemeriksaan Hartati dilakukan atas inisiatif penyidik. Namun, ia menolak memÂÂberi penjelasan rinci seputar substansi pemeriksaan. “Bukan wewenang saya untuk meÂnyaÂmÂpaikan penjelasan menyangkut materi perkara,†katanya.
Dipastikan, hingga Jumat (5/10) sore, Hartati masih diperikÂsa sebagai tersangka kasus suap Rp 3 miliar kepada Bupati Buol AmÂran Batalipu. Suap diduga diÂberikan untuk keperluan peÂnerÂbitan surat Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT HIP di Buol. Johan tak membantah bila pemeriksaan dilakukan untuk mengecek isi suara rekaman hasil penyadapan. Tapi, dia menolak memberikan keterangan meÂngenai hal ini.
Hartati yang sehari sebelumÂnya memberi kesaksian soal reÂkaÂman percakapan teleponnya deÂngan anak buahnya, staf fiÂnanÂcial controller PT HIP Arim di Pengadilan Tipikor, juga emoh meÂnerangkan materi pemeÂrikÂsaÂan kali ini. Dia hanya menyebut, daÂlam pemeriksaan sekitar 10 jam itu, penyidik memintanya meÂngÂidentifikasi suara rekaman anÂtara dirinya dengan beberapa orang.
Istri Murdaya Poo ini juga tak merinci, siapa pemilik suara yang diminta untuk diidentifikasi terÂsebut. Seperti yang terjadi pada perÂsidangan di Pengadilan TipiÂkor, dia mengaku, penyuapan terÂjadi akibat kesalahan penafsiran anak buahnya, Direktur PT HIP Totok Listiyo.
“Kebablasan,†kataÂnya seusai diperiksa di Gedung KPK. Lagi-lagi, dia mengaku tak pernah meÂmerintahkan Totok menyuap Amran. “Harusnya tidak ada dana, karena saya belum memÂbeÂrikan persetujuan,†tambahnya.
Tapi, bantahan demi bantahan Hartati tidak membuat peÂnaÂnganan kasus ini berhenti. Johan Budi meÂnegaskan, penyidikan terhadap Hartati sudah hampir final.
“Sudah hampir selesai. Dalam waktu dekat, berkas perkaranya segera masuk tahap penuntutan,†ucapnya. Diharapkan, perkara atas nama Hartati, bisa segera maÂsuk persidangan.
Salah satu percakapan Hartati yang disadap KPK adalah koÂmuÂnikasinya dengan Arim meÂlalui telepon. “Kasih aja. Kita kan baru kasih satu kilo. Masih ada tiga kilo lagi. Nanti dia masih akan keÂjar kita,†kata Hartati kepada Arim dalam rekaman itu.
Mendengar rekaman tersebut, hakim Pengadilan Tipikor Anwar bertanya kepada Hartati mengeÂnai istilah satu kilo itu. Hartati yang berstatus tersangka kasus ini menjelaskan, satu kilo yang dia maksud adalah Rp 1 miliar.
Tapi, Hartati menyatakan, dia tidak tahu bahwa uang itu disetor langsung Arim kepada Amran. PaÂdahal, lanjutnya, uang tersebut unÂtuk kepentingan masyarakat sekitar perkebunan PT HIP. “Itu dana soÂsial untuk kepentingan pemÂbaÂnguÂnan jalan dan mesjid,†akunya.
Pada bagian lain, isi rekaman perÂcakapan Hartati dengan Arim mengenai pemberian uang untuk tim lahan kabupaten. “Terus giÂmana. Itu kan satu-satu perlu diÂkasih. Kamu kasih berapa,†ujar Hartati. Arim pun menjawab, “Iya seperti itu, Bu. Per orang 10 juta.†Hartati menanggapi, “Ya poÂkoknya cepet saja. Kamu kasih dululah. Tapi kamu jangan pulang sebelum suratnya selesai.â€
REKA ULANG
Penahanannya Diperpanjang KPK
Siti Hartati Murdaya, melalui pengacaranya, Patra M Zein menyatakan bahwa perpanjangan masa penahanannya sebagai tersangka tidak berdasar.
Tapi, menurut Kepala Biro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo, perpanjangan masa penaÂhanan Hartati diperlukan untuk mendalami kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu. Soalnya, maÂsih banyak keterangan pihak lain yang perlu dijawab Hartati.
“Perpanjangan masa penaÂhaÂnan itu atas permintaan penyidik. Penyidik memerlukan waktu tambahan untuk menggali data guna menyusun berkas perkara kasus ini,†ujarnya.
Namun, Patra bersikukuh, perÂpanÂjangan masa penahanan klienÂnya tidak berdasar. Soalnya, meÂnurut Patra, kliennya kooperatif menjalani proses hukum. “Ada tiga dasar lagi untuk tidak memÂperÂpanjang penahanan itu,†katanya.
Tiga alasan itu, katanya, meÂrujuk pada sidang terdakwa Yani Anshori, General Manajer PT HarÂdaya Inti Plantations (HIP) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis lalu (27/9). Pertama, daÂlam sidang tersebut, Direktur PT HIP Totok Lestiyo menyebutkan bahwa Hartati tak pernah meÂmeÂrintahkan pengeluarkan cek Rp 3 mÂiliar untuk Amran Batalipu. “Jangankan memerintahkan atau meÂnyuruh, mengetahui penyeÂraÂhan cek pun tidak,†belanya.
Kedua, menurut Patra, pihak yang memberikan, menyuruh dan menginstruksikan penyerahan cek kepada Amran adalah Totok Lestiyo. Bukan Hartati. “Selaku DiÂrektur PT Hardaya, Totok meÂngelabui Hartati,†katanya.
Tindakan Totok membohongi Hartati, lanjut Patra, terÂidenÂtiÂfikasi lewat upaya memecah uang suap Rp 3 miliar. “Pak Totok dan Pak Arim mengelabui dengan cara memecah cek Rp 250 juta sebanyak 12 lembar. Supaya Ibu Hartati tidak tahu,†tandasnya.
Sangkaan keterlibatan Hartati dalam kasus ini, antara lain tamÂpak dalam dakwaan jaksa KPK kepada General Manager SupÂporÂting PT HIP Yani Ansori. Dalam dakwaan itu, pada 15 Juni 2012, staf financial controller PT HIP Arim diperintahkan Direktur UtaÂma PT HIP Siti Hartati Murdaya dan Direktur PT HIP Totok LisÂtiyo berangkat ke Buol untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari Seri Shiritorn, General Manager Finance PT HIP.
Uang itu dibungkus dalam tas ransel. Tas itu juga berisi surat yang diminta Hartati dan tinggal ditandatangani Amran. Surat diserahkan kepada Amir Togila, Asisten 1 Pemkab Buol/Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, PerÂtanian, Perkebunan, PerÂtamÂbaÂngan dan Kehutanan Kabupaten Buol.
Surat itu adalah, surat rekoÂmenÂdasi tim lahan Kabupaten Buol atas permohonan izin lokasi PT Sebuku Inti Plantations (anak perusahaan milik Hartati) seluas 4.500 hektar. Lalu draf surat BuÂpati Buol kepada Gubernur SuÂlÂteng perihal izin usaha perÂkeÂbunan atas nama PT CCM seluas 4.500 hektar. Surat Bupati Buol kepada Menteri Agraria/Kepala BPN perihal permohonan keÂbijakan HGU kebun sawit seluas 4.500 hektar atas nama CCM/HIP. Serta surat Bupati Buol kepada Direktur Sebuku Inti Plantations.
Selanjutnya, masih ada lagi pemÂberian Rp 2 miliar kepada Amran. Sehingga, total uang suap itu Rp 3 miliar. Lantaran itu, KPK berkeyakinan bahwa perpanÂjangan masa penahanan Hartati justru berdasar. Penolakan terÂsangÂka menandatangani surat perÂpanjangan penahanan, tidak mempengaruhi penyidikan. “SeÂsuai berita acara, tersangka tetap ditahan selama 20 hari ke depan,†ucapnya.
Butuh Penindakan Dan Pencegahan
Andi W Syahputra, Koordinator GOWA
Direktur Eksekutif LSM GoÂverment Watch (Gowa) Andi W Syahputra menilai, potensi konÂflik dan korupsi lahan perÂkeÂbunan masih sangat besar. KaÂrena itu, butuh pencegahan dan penindakan yang berkelanjutan.
Menurut Andi, mencuatnya persoalan korupsi lahan perÂkeÂbunan dan sejenisnya, sering dipicu minimnya pengetahuan keÂpala daerah. Selain itu, kerap dilatari desakan pengusaha yang menyandarkan kekuaÂsanÂnya pada partai politik.
“Sangat tidak aneh apabila kaÂsus dugaan suap seperti yang terjadi di Buol ini muncul. Pola seÂjenis juga terjadi di daerah lain. Untuk itu diperlukan langÂkÂah strategis untuk memÂiÂniÂmaÂliÂsasir kasus seperti ini,†katanya.
Dia pun meminta, jejak KPK meÂnangkap tangan para terÂsangÂka kasus suap seperti ini, diÂikuti kepolisian, kejaksaan dan institusi terkait lainnya. JaÂngan biarkan upaya penindakan tersebut ditempuh KPK saja. “Buktikan bahwa kepolisian, kejaksaan dan instansi lainnya komit terhadap pelanggaran huÂkum yang terjadi,†tandasnya.
Persoalannya, masalah suap teÂrÂhadap pejabat daerah, berÂdamÂpak sangat signifikan. SeÂlain bagi daerah yang diÂpimÂpinnya, juga bisa menggerogoti wibawa pemerintah pusat. Oleh karenanya, otoritas atau keÂweÂnaÂngan pejabat daerah henÂdakÂnya selalu dimonitor atau diÂawaÂsi ketat. Jangan sampai, peÂnyelewengan kekuasan oleh pejabat daerah dibiarkan.
Dia mengimbau, pengawasan terhadap para pengusaha juga perlu diintensifkan. Soalnya, munÂculnya sederet nama pejaÂbat daerah nakal juga meÂruÂpaÂkan andil dari keberadaan peÂngusaha nakal.
Keduanya, kata dia, saling berÂsinergi untuk mendapatkan keÂuntungan secara instan. “HuÂbungan simbiosis-mutualistis ini muncul karena adanya keÂuntungan bagi masing-masing pihak,†ucapnya.
Tapi, jika keÂunÂÂtungan itu diÂperoleh dengan cara melawan huÂkum, tidak ada pilÂihan lain. “Mereka yang terÂbukti bersaÂlah, harus ditindak.â€
Tidak Boleh Ada Langkah Pilih Bulu
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Golkar NuÂdirman Munir mengÂharapkan kasus dugaan suap ini disÂeÂleÂsaiÂkan secara cermat. Dia juga meÂminta, kasus-kasus korupsi deÂngan modus serupa, ditelusuri dengan obyektif.
“Tidak boleh ada yang luput. Semua yang diÂduga bersalah harus ditindak,†katanya.
Dia menyatakan, ketegasan KPK menangkap tangan, meÂnyidik perkara, melimpahkan berkas serta menuntut para peÂlaku, hendaknya bisa tetap ekÂsis. Eksistensi ini dipandang perlu, mengingat kasus dengan modus serupa banyak terjadi di berbagai daerah. Jadi, samÂbungÂnya, jangan kebetulan kaÂsus ini melibatkan pengusaha dan petinggi parpol tertentu seÂhingga pengungkapannya menÂjadi heboh. “Usut juga kasus lain yang sejenis. Tidak boleh ada pilih bulu,†ujarnya.
Digarisbawahi, pada prinÂsipnya hukum berlaku konstan. Tidak boleh surut terhadap kaÂlangan apapun. Dia mÂeÂnamÂbahÂkan, keterangan-keterangan tersangka Hartati sangat dibuÂtuhkan penyidik. Untuk itu, keÂjujuran dari yang bersangkutan dipandang sangat membantu dalam menuntaskan kasus ini.
Pada sisi lain, dia meÂnyaÂtaÂkan, ketegasan sikap KPK meÂngusut kasus yang melibatkan peÂjabat daerah, hendaknya menÂjadi pelajaran agar para peÂjabat di daerah lebih berhati-hati mengambil keputusan. Apalagi, pejabat yang daeÂrahÂnya memiliki potensi perÂkeÂbuÂnan dan pertambangan.
“Masalah seperti itu sangat rentan terjadi di daerah-daerah yang punya potensi kekayaan alam seperti tambang, mineÂral, huÂtan atau perkebunan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: