Hartati Tak Lama Lagi Masuk Tahap Penuntutan

Lanjutan Kasus Suap Bupati Buol Amran Batalipu

Minggu, 07 Oktober 2012, 08:58 WIB
Hartati Tak Lama Lagi Masuk Tahap Penuntutan
Siti Hartati Murdaya

rmol news logo Pengusaha Siti Hartati Murdaya kembali diperiksa penyidik KPK. Dalam waktu dekat, KPK berencana meningkatkan status penanganan perkara bos PT Hardaya Inti Plantation (HIP) ini ke penuntutan.

KEPALA Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo men­je­laskan, rangkaian pemeriksaan Hartati dilakukan atas inisiatif penyidik. Namun, ia menolak mem­­beri penjelasan rinci seputar substansi pemeriksaan. “Bukan wewenang saya untuk me­nya­m­paikan penjelasan menyangkut materi perkara,” katanya.

Dipastikan, hingga Jumat (5/10) sore, Hartati masih diperik­sa sebagai tersangka kasus suap Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Am­ran Batalipu. Suap diduga di­berikan untuk keperluan pe­ner­bitan surat Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT HIP di Buol. Johan tak membantah bila pemeriksaan dilakukan untuk mengecek isi suara rekaman hasil penyadapan. Tapi, dia menolak memberikan keterangan me­ngenai hal ini.

Hartati yang sehari sebelum­nya memberi kesaksian soal re­ka­man percakapan teleponnya de­ngan anak buahnya, staf fi­nan­cial controller PT HIP Arim di Pengadilan Tipikor, juga emoh me­nerangkan materi peme­rik­sa­an kali ini. Dia hanya menyebut, da­lam pemeriksaan sekitar 10 jam itu, penyidik memintanya me­ng­identifikasi suara rekaman an­tara dirinya dengan beberapa orang.

Istri Murdaya Poo ini juga tak merinci, siapa pemilik suara yang diminta untuk diidentifikasi ter­sebut. Seperti yang terjadi pada per­sidangan di Pengadilan Tipi­kor, dia mengaku, penyuapan ter­jadi akibat kesalahan penafsiran anak buahnya, Direktur PT HIP Totok Listiyo.

“Kebablasan,” kata­nya seusai diperiksa di Gedung KPK. Lagi-lagi, dia mengaku tak pernah me­merintahkan Totok menyuap Amran. “Harusnya tidak ada dana, karena saya belum mem­be­rikan persetujuan,” tambahnya.

Tapi, bantahan demi bantahan Hartati tidak membuat pe­na­nganan kasus ini berhenti. Johan Budi me­negaskan, penyidikan terhadap Hartati sudah hampir final.

“Sudah hampir selesai. Dalam waktu dekat, berkas perkaranya segera masuk tahap penuntutan,” ucapnya. Diharapkan, perkara atas nama Hartati, bisa segera ma­suk persidangan.

Salah satu percakapan Hartati yang disadap KPK adalah­ ko­mu­nikasinya dengan Arim me­lalui telepon. “Kasih aja. Kita kan baru kasih satu kilo. Masih ada tiga kilo lagi. Nanti dia masih akan ke­jar kita,” kata Hartati kepada Arim dalam rekaman itu.

Mendengar rekaman tersebut, hakim Pengadilan Tipikor Anwar bertanya kepada Hartati menge­nai istilah satu kilo itu. Hartati yang berstatus tersangka kasus ini menjelaskan, satu kilo yang dia maksud adalah Rp 1 miliar.

Tapi, Hartati menyatakan, dia tidak tahu bahwa uang itu disetor langsung Arim kepada Amran. Pa­dahal, lanjutnya, uang tersebut un­tuk kepentingan masyarakat sekitar perkebunan PT HIP. “Itu dana so­sial untuk kepentingan pem­ba­ngu­nan jalan dan mesjid,” akunya.

Pada bagian lain, isi rekaman per­cakapan Hartati dengan Arim mengenai pemberian uang untuk tim lahan kabupaten. “Terus gi­mana. Itu kan satu-satu perlu di­kasih. Kamu kasih berapa,” ujar Hartati. Arim pun menjawab, “Iya seperti itu, Bu. Per orang 10 juta.” Hartati menanggapi, “Ya po­koknya cepet saja. Kamu kasih dululah. Tapi kamu jangan pulang sebelum suratnya selesai.”

REKA ULANG

Penahanannya Diperpanjang KPK

Siti Hartati Murdaya, melalui pengacaranya, Patra M Zein menyatakan bahwa perpanjangan masa penahanannya sebagai tersangka tidak berdasar.

Tapi, menurut Kepala Biro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo, perpanjangan masa pena­hanan Hartati diperlukan untuk mendalami kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu. Soalnya, ma­sih banyak keterangan pihak lain yang perlu dijawab Hartati.

“Perpanjangan masa pena­ha­nan itu atas permintaan penyidik. Penyidik memerlukan waktu tambahan untuk menggali data guna menyusun berkas perkara kasus ini,” ujarnya.

Namun, Patra bersikukuh, per­pan­jangan masa penahanan klien­nya tidak berdasar. Soalnya, me­nurut Patra, kliennya kooperatif menjalani proses hukum. “Ada tiga dasar lagi untuk tidak mem­per­panjang penahanan itu,” katanya.

Tiga alasan itu, katanya, me­rujuk pada sidang terdakwa Yani Anshori, General Manajer PT Har­daya Inti Plantations (HIP) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis lalu (27/9). Pertama, da­lam sidang tersebut, Direktur PT HIP Totok Lestiyo menyebutkan bahwa Hartati tak pernah me­me­rintahkan pengeluarkan cek Rp 3 m­iliar untuk Amran Batalipu. “Jangankan memerintahkan atau me­nyuruh, mengetahui penye­ra­han cek pun tidak,” belanya.

Kedua, menurut Patra, pihak yang memberikan, menyuruh dan menginstruksikan penyerahan cek kepada Amran adalah Totok Lestiyo. Bukan Hartati. “Selaku Di­rektur PT Hardaya, Totok me­ngelabui Hartati,” katanya.

Tindakan Totok membohongi Hartati, lanjut Patra, ter­iden­ti­fikasi lewat upaya memecah uang suap Rp 3 miliar. “Pak Totok dan Pak Arim mengelabui dengan cara memecah cek Rp 250 juta sebanyak 12 lembar. Supaya Ibu Hartati tidak tahu,” tandasnya.

Sangkaan keterlibatan Hartati dalam kasus ini, antara lain tam­pak dalam dakwaan jaksa KPK kepada General Manager Sup­por­ting PT HIP Yani Ansori. Dalam dakwaan itu, pada 15 Juni 2012, staf financial controller PT HIP Arim diperintahkan Direktur Uta­ma PT HIP Siti Hartati Murdaya dan Direktur PT HIP Totok Lis­tiyo berangkat ke Buol untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari Seri Shiritorn, General Manager Finance PT HIP.

Uang itu dibungkus dalam tas ransel. Tas itu juga berisi surat yang diminta Hartati dan tinggal ditandatangani Amran. Surat diserahkan kepada Amir Togila, Asisten 1 Pemkab Buol/Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Per­tanian, Perkebunan, Per­tam­ba­ngan dan Kehutanan Kabupaten Buol.

Surat itu adalah, surat reko­men­dasi tim lahan Kabupaten Buol atas permohonan izin lokasi PT Sebuku Inti Plantations (anak perusahaan milik Hartati) seluas 4.500 hektar. Lalu draf surat Bu­pati Buol kepada Gubernur Su­l­teng perihal izin usaha per­ke­bunan atas nama PT CCM seluas 4.500 hektar. Surat Bupati Buol kepada Menteri Agraria/Kepala BPN perihal permohonan ke­bijakan HGU kebun sawit seluas 4.500 hektar atas nama CCM/HIP. Serta surat Bupati Buol kepada Direktur Sebuku Inti Plantations.

Selanjutnya, masih ada lagi pem­berian Rp 2 miliar kepada Amran. Sehingga, total uang suap itu Rp 3 miliar. Lantaran itu, KPK berkeyakinan bahwa perpan­jangan masa penahanan Hartati justru berdasar. Penolakan ter­sang­ka menandatangani surat per­panjangan penahanan, tidak mempengaruhi penyidikan. “Se­suai berita acara, tersangka tetap ditahan selama 20 hari ke depan,” ucapnya.

Butuh Penindakan Dan Pencegahan

Andi W Syahputra, Koordinator GOWA

Direktur Eksekutif LSM Go­verment Watch (Gowa) Andi W Syahputra menilai, potensi kon­flik dan korupsi lahan per­ke­bunan masih sangat besar. Ka­rena itu, butuh pencegahan dan penindakan yang berkelanjutan.

Menurut Andi, mencuatnya persoalan korupsi lahan per­ke­bunan dan sejenisnya, sering dipicu minimnya pengetahuan ke­pala daerah. Selain itu, kerap dilatari desakan pengusaha yang menyandarkan kekua­san­nya pada partai politik.

“Sangat tidak aneh apabila ka­sus dugaan suap seperti yang terjadi di Buol ini muncul. Pola se­jenis juga terjadi di daerah lain. Untuk itu diperlukan lang­k­ah strategis untuk mem­i­ni­ma­li­sasir kasus seperti ini,” katanya.

Dia pun meminta, jejak KPK me­nangkap tangan para ter­sang­ka kasus suap seperti ini, di­ikuti kepolisian, kejaksaan dan institusi terkait lainnya. Ja­ngan biarkan upaya penindakan tersebut ditempuh KPK saja. “Buktikan bahwa kepolisian, kejaksaan dan instansi lainnya komit terhadap pelanggaran hu­kum yang terjadi,” tandasnya.

Persoalannya, masalah suap te­r­hadap pejabat daerah, ber­dam­pak sangat signifikan. Se­lain bagi daerah yang di­pim­pinnya, juga bisa menggerogoti wibawa pemerintah pusat. Oleh karenanya, otoritas atau ke­we­na­ngan pejabat daerah hen­dak­nya selalu dimonitor atau di­awa­si ketat. Jangan sampai, pe­nyelewengan kekuasan oleh pejabat daerah dibiarkan.

Dia mengimbau, pengawasan terhadap para pengusaha juga perlu diintensifkan. Soalnya, mun­culnya sederet nama peja­bat daerah nakal juga me­ru­pa­kan andil dari keberadaan pe­ngusaha nakal.

Keduanya, kata dia, saling ber­sinergi untuk mendapatkan ke­untungan secara instan. “Hu­bungan simbiosis-mutualistis ini muncul karena adanya ke­untungan bagi masing-masing pihak,” ucapnya.  

Tapi, jika ke­un­­tungan itu di­peroleh dengan cara melawan hu­kum, tidak ada pil­ihan lain. “Mereka yang ter­bukti bersa­lah, harus ditindak.”

Tidak Boleh Ada Langkah Pilih Bulu

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Golkar Nu­dirman Munir meng­harapkan kasus dugaan suap ini dis­e­le­sai­kan secara cermat. Dia juga me­minta, kasus-kasus korupsi de­ngan modus serupa, ditelusuri dengan obyektif.

“Tidak boleh ada yang luput. Semua yang di­duga bersalah harus ditindak,” katanya.

Dia menyatakan, ketegasan KPK menangkap tangan, me­nyidik perkara, melimpahkan berkas serta menuntut para pe­laku, hendaknya bisa tetap ek­sis. Eksistensi ini dipandang perlu, mengingat kasus dengan modus serupa banyak terjadi di berbagai daerah. Jadi, sam­bung­nya, jangan kebetulan ka­sus ini melibatkan pengusaha dan petinggi parpol tertentu se­hingga pengungkapannya men­jadi heboh. “Usut juga kasus lain yang sejenis. Tidak boleh ada pilih bulu,” ujarnya.

Digarisbawahi, pada prin­sipnya hukum berlaku konstan. Tidak boleh surut terhadap ka­langan apapun.  Dia m­e­nam­bah­kan, keterangan-keterangan tersangka Hartati sangat dibu­tuhkan penyidik. Untuk itu, ke­jujuran dari yang bersangkutan dipandang sangat membantu dalam menuntaskan kasus ini.

Pada sisi lain, dia me­nya­ta­kan, ketegasan sikap KPK me­ngusut kasus yang melibatkan pe­jabat daerah, hendaknya men­jadi pelajaran agar para pe­jabat di daerah lebih berhati-hati mengambil keputusan. Apalagi, pejabat yang dae­rah­nya memiliki potensi per­ke­bu­nan dan pertambangan.

“Masalah seperti itu sangat rentan terjadi di daerah-daerah yang punya potensi kekayaan alam seperti tambang, mine­ral, hu­tan atau perkebunan,” ujarnya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA