Kejagung Kembalikan Berkas 5 Tersangka Simulator SIM

Ada Potensi Dobel Kasus Di Pengadilan Tipikor

Sabtu, 06 Oktober 2012, 09:24 WIB
Kejagung Kembalikan Berkas 5 Tersangka Simulator SIM
Darmono

rmol news logo Lantaran belum lengkap, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas lima tersangka kasus korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri tahun anggaran 2011, kepenyidik Bareskrim Mabes Polri.

Berkas tiga tersangka dengan inisial BS, DP dan LPS di­kem­ba­likan ke Bareskrim pada Jumat (28/9). Sedangkan berkas ter­sangka TR dan SB dikembalikan pada Selasa lalu (2/10). Pe­ngem­balian berkas perkara 5 tersangka itu dilakukan dengan petunjuk agar dilengkapi syarat formil dan materiil.

“Seperti kelengkapan ad­mi­nistrasi, kelengkapan pembuktian kerugian negara, hak tersangka yang harus dipenuhi, termasuk kelengkapan materi berkas,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­ris­man, kemarin.

Setelah itu, Kejaksaan Agung me­nunggu Mabes Polri me­ngem­balikan berkas para tersangka itu dalam waktu 14 hari. “Sesuai ke­tentuan undang undang, dalam 14 hari, kami akan terima kembali ber­kas para tersangka itu dari Polri. Tentunya setelah Polri me­lengkapi sesuai petunjuk yang su­dah kami berikan,” ujar Adi.

Berkas lima tersangka yang su­dah diterima Kejagung dan di­kembalikan ke Bareskrim itu, atas nama bekas Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigjen Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pr­o­yek simulator SIM, Ketua Pe­nga­daan Simulator SIM AKBP Teddy Rusmawan, Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo Pudjo Sumarto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Aba­di (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Tek­nologi Indonesia (PT ITI) Su­kotjo S Bambang.

Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, pihaknya tinggal me­nunggu langkah hukum yang di­lakukan Mabes Polri. “Kan sudah P19, kita tunggu saja langkah se­lanjutnya,” ujar dia di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, kemarin.

Pekan lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nir­wanto menegaskan akan me­ngembalikan lima berkas tersebut paling lambat, minggu ini.

Jika berkasnya sudah dinya­ta­kan lengkap (P21), maka lima ter­sangka itu mesti dibawa Kej­ak­saan Agung untuk menjalani per­sidangan di Pengadilan Tipikor. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menetapkan lima orang itu sebagai tersangka kasus yang sama.

“Itu soal nanti,” kata Ka­pus­penkum Kejagung Adi Toe­ga­risman mengenai kemungkinan pelimpahan berkas yang sama dari KPK ke Pengadilan Tipikor.

Seperti diketahui, kasus ini men­jadi polemik, sebab penyi­di­kannya dilakukan KPK dan Polri. Perbedaannya, dalam kasus yang ditangani KPK, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djo­ko Susilo juga ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan dalam kasus yang ditangani Bareskrim Polri, Djoko bukan tersangka.

Menurut Adi, pihaknya selaku pe­nuntut umum hanya menj­al­an­kan tugas sesuai peraturan per­un­dangan, sehingga institusinya bekerja dalam koridor tersebut. “Bila belum lengkap, kita kem­balikan untuk diperibaiki. Begitu sebaliknya,” kata bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Dalam kasus pengadaan dri­ving si­mulator kendaraan roda dua se­banyak 700 unit, dan dri­ving si­mu­lator mobil sebanyak 556 unit pada tahun anggaran 2011 ini, ne­gara disebut-sebut mengalami ke­rugian sekitar Rp 100 miliar.

REKA ULANG

Terima SPDP 5 Tersangka Dari Bareskrim Polri

Pada 1 Agustus lalu, Mabes Pol­ri mengirimkan Surat Pem­beritahuan Dimulainya Pe­nyi­dikan (SPDP) kepada Kejaksaan Agung. “Waktu itu, kami terima SPDP untuk lima tersangka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.

Pertama, atas nama Budi San­toso selaku Direktur Citra Man­diri Metalindo Abadi (PT CMMA), dengan nomor SPDP/15/VIII/2012 Tipidkor tertanggal 1 Agus­tus 2012. Kedua, atas nama Su­kotjo S Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) dengan nomor SPDP/16/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012.

Ketiga, atas nama Brigjen Pol Didik Purnomo, selaku Pejabat Pem­buat Komitmen (PPK), de­ngan nomor SPDP/17/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012. Keempat, atas nama Kom­pol Legimo Pudji Sumarto, se­laku Bendahara Satuan Kerja Korps Lalu Lintas Polri, dengan no­mor SPDP/18/VIII/2012 Ti­pid­kor, tertanggal 1 Agustus 2012.

Kelima, atas nama AKBP Teddy Rusmawan, selaku Ketua Panitia Lelang Korps Lalu Lintas Polri, dengan nomor SPDP/19/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012. “Selanjutnya, be­gitu SPDP sudah kami terima, Jaksa Agung menunjuk lima jak­sa penuntut umum untuk me­neliti,” ujarnya.

Penunjukan jaksa penuntut umum (JPU) untuk meneliti berkas itu, lanjut Adi, dikeluarkan Jaksa Agung pada 10 Agustus lalu. “Yakni, melalui Surat Perin­tah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti dan me­neliti perkara ini,” ujarnya.

Penunjukan tim jaksa peneliti, lanjut Adi, merupakan respon atas pelimpahan tahap pertama berkas perkara dugaan korupsi pe­nga­daan driving simulator ken­daraan roda dua dan roda empat dari Ba­reskrim ke Kejaksaan Agung.

Kejaksaan Agung membagi penelitian berkas itu kepada dua tim. Tim pertama dipimpin Jaksa IBN Wismantanu. Tugasnya, meneliti tiga berkas perkara atas nama tersangka Budi Susanto, Nomor Print-67/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Atas nama tersangka Brigjen Pol Didik Purnomo Nomor Print-68/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Atas nama ter­sangka Kompol Legimo Pudjo Sumarto Nomor Print-69/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012.

Dua berkas tersangka lainnya, diteliti JPU yang dipimpin Jaksa Eko Bambang Riadi. Yakni, ter­sangka Sukotjo S Bambang Nomor Print-70/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Kemudian, tersangka AKBP Teddy Rusmawan Nomor Print-71/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012.

Jadi Polemik Berlarut-larut

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyam­pai­kan, polemik siapa yang paling be­rhak mengusut dugaan ko­rupsi pengadaan simulator SIM antara KPK dan Polri semakin berlarut-larut.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pimpinan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung yang harusnya dilakukan pada 25 Sep­tember lalu batal. Padahal, rapat sebe­lumnya juga ditunda karena un­sur pimpinan KPK tidak lengkap menghadiri RDP tersebut.

“Batalnya rapat itu, semakin mempersulit upaya untuk mem­pertemukan persepsi dan sikap antara Polri dan KPK dalam men­cari solusi terbaik me­nye­le­saikan sengketa kewenangan kedua lembaga penegak hukum itu,” ujar Basarah.

Menurutnya, konflik antara Polri dan KPK berulang terjadi setelah kasus cicak vs buaya pada KPK jilid dua. “Hal itu ter­jadi karena pola pikir pimpinan kedua lembaga itu masih me­nga­nut paham pemisahan ke­kua­saan, bukan pembagian ke­kuasaan,” jelas kata politisi PDIP ini.

Lantaran itu, kata Basarah, apa yang selanjutnya terjadi dalam tataran praktis adalah per­tentangan. “Hal itu ber­dam­pak pada cara berpikir dan sikap masing-masing pimpinan ke­dua lembaga tersebut. Pimpinan KPK menganggap Polri sebagai ancaman, sebaliknya Polri me­nganggap KPK juga sebagai ancaman,” nilainya.

Akhirnya, menurut dia, ke­dua lembaga penegak hukum yang seharusnya saling bekerja sama itu, justru malah terkesan sa­ling menegasikan. “Karena itu, sudah seharusnya Presiden tu­run tangan untuk segera men­cari solusi yang terbaik demi penyelamatan institusi Polri dan KPK, serta penyelamatan agen­da pemberantasan ko­rupsi,” sarannya.

Penanganan Kasus Simulator SIM Bikin Bingung

Petrus Selestinus, Koordinator FAKSI

Koordinator Forum Ad­vo­kat Pengawal Konstitusi (FA­KSI) Petrus Selestinus me­nyam­paikan, penanganan kasus pe­ngadaan simulator me­nge­mu­di untuk pembuat SIM ini, membingungkan masyarakat.

Soalnya, terjadi ketegangan antara Polri dan KPK yang me­ngarah kepada sikap saling un­juk kekuatan. Apabila di­biar­kan, menurut Petrus, friksi itu akan berkembang ke Kejaksaan Agung hingga Mahkamah Agung (MA) yang membawahi Pengadilan Tipikor.

Jika nanti Kejaksaan Agung dan KPK sama-sama membawa berkas perkara para tersangka kasus ini ke Pengadilan Tipikor, friksi itu akan kian menajam. “K­a­­sus ini berpotensi menim­bul­­kan perpecahan di dalam in­stitusi penegak hukum,” ingatnya.

Lantaran itu, lanjut Petrus, sa­ngat diperlukan sikap ke­ne­ga­ra­wanan dan profesionalisme untuk mengakhiri dualis­me pe­nanganan kasus ini.

“Se­rah­kan saja penanganan kasus ini ke KPK,” saran bekas anggota Ko­misi Pemeriksa Ke­kayaan Pe­nyelenggara Negara (KPKPN) ini.

Hal itu, menurut Petrus, se­suai ketentuan Pasal 50 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Intinya, mengenai ka­sus yang pasal-pa­sal sang­ka­an­nya sama, barang-bar­ang buk­tinya sama dan tersangkanya sama dan  dalam waktu yang ber­samaan dilakukan peny­id­i­kan oleh KPK dan lembaga pe­negak hukum lain, maka kasus itu ditangani KPK saja.

Dengan cara yang sesuai un­dang undang itu, menurut Pe­t­rus, maka dualisme penyidikan terhadap para tersangka kasus yang sama ini dapat dihentikan. Sehingga, friksi Polri dengan KPK yang telah berkembang ke Kejaksaan Agung ini, juga da­pat dihentikan. “Makanya, se­rah­kan saja seluruh berkas per­kara, tersangka dan barang bukti ke KPK,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA