Lantaran belum lengkap, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas lima tersangka kasus korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri tahun anggaran 2011, kepenyidik Bareskrim Mabes Polri.
Berkas tiga tersangka dengan inisial BS, DP dan LPS diÂkemÂbaÂlikan ke Bareskrim pada Jumat (28/9). Sedangkan berkas terÂsangka TR dan SB dikembalikan pada Selasa lalu (2/10). PeÂngemÂbalian berkas perkara 5 tersangka itu dilakukan dengan petunjuk agar dilengkapi syarat formil dan materiil.
“Seperti kelengkapan adÂmiÂnistrasi, kelengkapan pembuktian kerugian negara, hak tersangka yang harus dipenuhi, termasuk kelengkapan materi berkas,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisÂman, kemarin.
Setelah itu, Kejaksaan Agung meÂnunggu Mabes Polri meÂngemÂbalikan berkas para tersangka itu dalam waktu 14 hari. “Sesuai keÂtentuan undang undang, dalam 14 hari, kami akan terima kembali berÂkas para tersangka itu dari Polri. Tentunya setelah Polri meÂlengkapi sesuai petunjuk yang suÂdah kami berikan,†ujar Adi.
Berkas lima tersangka yang suÂdah diterima Kejagung dan diÂkembalikan ke Bareskrim itu, atas nama bekas Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigjen Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) prÂoÂyek simulator SIM, Ketua PeÂngaÂdaan Simulator SIM AKBP Teddy Rusmawan, Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo Pudjo Sumarto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo AbaÂdi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi TekÂnologi Indonesia (PT ITI) SuÂkotjo S Bambang.
Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, pihaknya tinggal meÂnunggu langkah hukum yang diÂlakukan Mabes Polri. “Kan sudah P19, kita tunggu saja langkah seÂlanjutnya,†ujar dia di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, kemarin.
Pekan lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi NirÂwanto menegaskan akan meÂngembalikan lima berkas tersebut paling lambat, minggu ini.
Jika berkasnya sudah dinyaÂtaÂkan lengkap (P21), maka lima terÂsangka itu mesti dibawa KejÂakÂsaan Agung untuk menjalani perÂsidangan di Pengadilan Tipikor. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menetapkan lima orang itu sebagai tersangka kasus yang sama.
“Itu soal nanti,†kata KaÂpusÂpenkum Kejagung Adi ToeÂgaÂrisman mengenai kemungkinan pelimpahan berkas yang sama dari KPK ke Pengadilan Tipikor.
Seperti diketahui, kasus ini menÂjadi polemik, sebab penyiÂdiÂkannya dilakukan KPK dan Polri. Perbedaannya, dalam kasus yang ditangani KPK, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen DjoÂko Susilo juga ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan dalam kasus yang ditangani Bareskrim Polri, Djoko bukan tersangka.
Menurut Adi, pihaknya selaku peÂnuntut umum hanya menjÂalÂanÂkan tugas sesuai peraturan perÂunÂdangan, sehingga institusinya bekerja dalam koridor tersebut. “Bila belum lengkap, kita kemÂbalikan untuk diperibaiki. Begitu sebaliknya,†kata bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Dalam kasus pengadaan driÂving siÂmulator kendaraan roda dua seÂbanyak 700 unit, dan driÂving siÂmuÂlator mobil sebanyak 556 unit pada tahun anggaran 2011 ini, neÂgara disebut-sebut mengalami keÂrugian sekitar Rp 100 miliar.
REKA ULANG
Terima SPDP 5 Tersangka Dari Bareskrim Polri
Pada 1 Agustus lalu, Mabes PolÂri mengirimkan Surat PemÂberitahuan Dimulainya PeÂnyiÂdikan (SPDP) kepada Kejaksaan Agung. “Waktu itu, kami terima SPDP untuk lima tersangka,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Pertama, atas nama Budi SanÂtoso selaku Direktur Citra ManÂdiri Metalindo Abadi (PT CMMA), dengan nomor SPDP/15/VIII/2012 Tipidkor tertanggal 1 AgusÂtus 2012. Kedua, atas nama SuÂkotjo S Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) dengan nomor SPDP/16/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012.
Ketiga, atas nama Brigjen Pol Didik Purnomo, selaku Pejabat PemÂbuat Komitmen (PPK), deÂngan nomor SPDP/17/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012. Keempat, atas nama KomÂpol Legimo Pudji Sumarto, seÂlaku Bendahara Satuan Kerja Korps Lalu Lintas Polri, dengan noÂmor SPDP/18/VIII/2012 TiÂpidÂkor, tertanggal 1 Agustus 2012.
Kelima, atas nama AKBP Teddy Rusmawan, selaku Ketua Panitia Lelang Korps Lalu Lintas Polri, dengan nomor SPDP/19/VIII/2012 Tipidkor, tertanggal 1 Agustus 2012. “Selanjutnya, beÂgitu SPDP sudah kami terima, Jaksa Agung menunjuk lima jakÂsa penuntut umum untuk meÂneliti,†ujarnya.
Penunjukan jaksa penuntut umum (JPU) untuk meneliti berkas itu, lanjut Adi, dikeluarkan Jaksa Agung pada 10 Agustus lalu. “Yakni, melalui Surat PerinÂtah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti dan meÂneliti perkara ini,†ujarnya.
Penunjukan tim jaksa peneliti, lanjut Adi, merupakan respon atas pelimpahan tahap pertama berkas perkara dugaan korupsi peÂngaÂdaan driving simulator kenÂdaraan roda dua dan roda empat dari BaÂreskrim ke Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung membagi penelitian berkas itu kepada dua tim. Tim pertama dipimpin Jaksa IBN Wismantanu. Tugasnya, meneliti tiga berkas perkara atas nama tersangka Budi Susanto, Nomor Print-67/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Atas nama tersangka Brigjen Pol Didik Purnomo Nomor Print-68/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Atas nama terÂsangka Kompol Legimo Pudjo Sumarto Nomor Print-69/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012.
Dua berkas tersangka lainnya, diteliti JPU yang dipimpin Jaksa Eko Bambang Riadi. Yakni, terÂsangka Sukotjo S Bambang Nomor Print-70/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012. Kemudian, tersangka AKBP Teddy Rusmawan Nomor Print-71/P-16/F.3/Ft.1/2012 tertanggal 10 Agustus 2012.
Jadi Polemik Berlarut-larut
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyamÂpaiÂkan, polemik siapa yang paling beÂrhak mengusut dugaan koÂrupsi pengadaan simulator SIM antara KPK dan Polri semakin berlarut-larut.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pimpinan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung yang harusnya dilakukan pada 25 SepÂtember lalu batal. Padahal, rapat sebeÂlumnya juga ditunda karena unÂsur pimpinan KPK tidak lengkap menghadiri RDP tersebut.
“Batalnya rapat itu, semakin mempersulit upaya untuk memÂpertemukan persepsi dan sikap antara Polri dan KPK dalam menÂcari solusi terbaik meÂnyeÂleÂsaikan sengketa kewenangan kedua lembaga penegak hukum itu,†ujar Basarah.
Menurutnya, konflik antara Polri dan KPK berulang terjadi setelah kasus cicak vs buaya pada KPK jilid dua. “Hal itu terÂjadi karena pola pikir pimpinan kedua lembaga itu masih meÂngaÂnut paham pemisahan keÂkuaÂsaan, bukan pembagian keÂkuasaan,†jelas kata politisi PDIP ini.
Lantaran itu, kata Basarah, apa yang selanjutnya terjadi dalam tataran praktis adalah perÂtentangan. “Hal itu berÂdamÂpak pada cara berpikir dan sikap masing-masing pimpinan keÂdua lembaga tersebut. Pimpinan KPK menganggap Polri sebagai ancaman, sebaliknya Polri meÂnganggap KPK juga sebagai ancaman,†nilainya.
Akhirnya, menurut dia, keÂdua lembaga penegak hukum yang seharusnya saling bekerja sama itu, justru malah terkesan saÂling menegasikan. “Karena itu, sudah seharusnya Presiden tuÂrun tangan untuk segera menÂcari solusi yang terbaik demi penyelamatan institusi Polri dan KPK, serta penyelamatan agenÂda pemberantasan koÂrupsi,†sarannya.
Penanganan Kasus Simulator SIM Bikin Bingung
Petrus Selestinus, Koordinator FAKSI
Koordinator Forum AdÂvoÂkat Pengawal Konstitusi (FAÂKSI) Petrus Selestinus meÂnyamÂpaikan, penanganan kasus peÂngadaan simulator meÂngeÂmuÂdi untuk pembuat SIM ini, membingungkan masyarakat.
Soalnya, terjadi ketegangan antara Polri dan KPK yang meÂngarah kepada sikap saling unÂjuk kekuatan. Apabila diÂbiarÂkan, menurut Petrus, friksi itu akan berkembang ke Kejaksaan Agung hingga Mahkamah Agung (MA) yang membawahi Pengadilan Tipikor.
Jika nanti Kejaksaan Agung dan KPK sama-sama membawa berkas perkara para tersangka kasus ini ke Pengadilan Tipikor, friksi itu akan kian menajam. “KÂaÂÂsus ini berpotensi menimÂbulÂÂkan perpecahan di dalam inÂstitusi penegak hukum,†ingatnya.
Lantaran itu, lanjut Petrus, saÂngat diperlukan sikap keÂneÂgaÂraÂwanan dan profesionalisme untuk mengakhiri dualisÂme peÂnanganan kasus ini.
“SeÂrahÂkan saja penanganan kasus ini ke KPK,†saran bekas anggota KoÂmisi Pemeriksa KeÂkayaan PeÂnyelenggara Negara (KPKPN) ini.
Hal itu, menurut Petrus, seÂsuai ketentuan Pasal 50 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Intinya, mengenai kaÂsus yang pasal-paÂsal sangÂkaÂanÂnya sama, barang-barÂang bukÂtinya sama dan tersangkanya sama dan dalam waktu yang berÂsamaan dilakukan penyÂidÂiÂkan oleh KPK dan lembaga peÂnegak hukum lain, maka kasus itu ditangani KPK saja.
Dengan cara yang sesuai unÂdang undang itu, menurut PeÂtÂrus, maka dualisme penyidikan terhadap para tersangka kasus yang sama ini dapat dihentikan. Sehingga, friksi Polri dengan KPK yang telah berkembang ke Kejaksaan Agung ini, juga daÂpat dihentikan. “Makanya, seÂrahÂkan saja seluruh berkas perÂkara, tersangka dan barang bukti ke KPK,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: