Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menangani kasus suap pajak PT Bhakti Investama, lagi-lagi dibuat kesal. Kali ini, hakim kesal kepada James Gunaryo yang didakwa sebagai perantara suap kepada petugas Ditjen Pajak Tommy Hindratno.
Hakim kesal bukan hanya kaÂrena James menyangkal pemÂbiÂcaÂraannya dengan saksi KoÂmiÂsaris Independen PT Bhakti InÂvesÂtama Antonius Tobeng dan piÂhak lain yang disadap tim KPK. Kekesalan hakim muncul lanÂtaran James mengaku tidak ingat nomor telepon selulernya yang disadap itu.
Lantas, hakim Alexander MarÂwata dan hakim Anwar tamÂpak berang. Keduanya heran, sebab JaÂmes mengaku tidak ingat noÂmor telepon selulernya sendiri. Apalagi, dalam berkas acara peÂmeriksaan (BAP), James memÂbeÂnarÂkan, nomor ponsel 08788211Âxxx itu miliknya.
Pertanyaan hakim mengenai nomor telepon seluler dalam siÂdang kemarin itu, bermula dari perÂnyataan James pada sidang peÂkan lalu, bahwa suara dalam reÂkaman tersebut, bukanlah suaÂranya. Akibatnya, hakim Anwar mencecar terdakwa. Anwar berÂtanya, kalau itu bukan suara terÂdakwa, kenapa suara hasil saÂdapan diperoleh dari nomor ponÂsel James.
“Apa benar nomor 08788Â211Âxxx ini nomor HP saudara,†tanya Anwar. James menjawab, “Saya lupa.†Mendapat jawaban yang tiÂdak memuaskan, Anwar menegur terÂdakwa. “Jangan main-main, ini jaÂwaban saudara di BAP,†omelÂnya. Anwar pun meminta James jujur dalam memberikan keteÂrangan.
Dalam sidang pekan lalu, saksi Antonius Tonbeng juga meÂnyangÂkal terlibat skenario pemÂberian suap Rp 280 juta kepada peÂgawai pajak Tommy HinÂdratno. Dia membantah hasil peÂnyadapan teleponnya.
Untuk mendapatkan kebenaran materil, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum (JPU) KPK meÂmaparkan bukti-bukti rekaÂmÂan. Maka, hasil sadapan peÂnyidik KPK diputar dalam sidang keÂmarin. Sehingga, terdengarlah perÂcakapan via telepon, yang meÂnurut JPU, antara terdakwa deÂngan sejumlah orang.
Sedikitnya, terdapat dua poÂtongÂan rekaman yang diputar JPU. Potongan rekaman pertama, diyÂakini JPU berisi suara James dan Antonius. Dalam rekaman itu, James bertanya mengenai biaÂya operasional untuk meloÂlosÂkan pengembalian pajak lebih baÂyar PT Bhakti. Pada percakapan itu, Antonius mengiyakan apa yang dikemukakan James.
Percakapan melalui telepon yang disadap pada 5 Juni 2012 itu, memberi petunjuk tentang usaha James menagih kompenÂsasi atas pencairan pajak lebih bayar PT Bhakti kepada AntoÂnius. Dalam rekaman tersebut, orang yang diyakini JPU adalah Antonius itu mengatakan, “Saya usahakan hari ini cash.†Ucapan itu menanggapi perkataan James, “DiaÂmbil cek aja juga tidak apa-apa.â€
Akan tetapi, James membantah isi percakapan tersebut. Dia pun mengaku tidak mengenal suara orang yang diidentifikasi sebagai lawan bicaranya. “Saya tidak kenal,†katanya.
Tak puas atas jawaban terdakÂwa, jaksa memutar penggalan reÂkaman lain. Kali ini, isi perÂcaÂkapan antara James dengan Maya, Saf Acounting PT Bhakti. Substansi rekaman ini tentang upaÂya james mengetahui, sejauhmana Antonius menguÂpaÂyakan pencairan succes fee untuk Tommy Hindratno Cs.
Dalam rekaman, beberapa kali lawan bicara James memanggil dengan sebutan Jim, Jimmy dan Gun. Tapi lagi-lagi, James meÂngaku tidak kenal suara perÂemÂpuan yang berbicara dengannya. “Saya tidak kenal.â€
Pernyataan James tidak mengenal lawan bicaranya, memÂbuat hakim merasa janggal. Soalnya, keterangan tersebut sangat berbeda dengan apa yang dipaparkan James dalam BAP.
Hakim Alexander menegaskan, keterangan terdakwa yang berbeda dengan pengakuannya di dalam BAP menjadi pertimÂbangan hakim. Menurutnya, keÂterangan tersebut akan diÂklarifikasi dengan saksi-saksi lain. “Ketidakjujuran terdakwa akan jadi pertimbangan untuk memperberat putusan,†anÂcamÂnya.
REKA ULANG
Dari Penyadapan Hingga CCTV
Dalam sidang pekan lalu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK meÂmutar potongan cuplikan rekamÂan CCTV dan penyadapan teleÂpon.
Rekaman CCTV itu diperoleh dari Bank BCA cabang Wahid Hasyim, Jakarta. Dalam tayangan yang kurang jernih itu, tampak saksi Aep Sulaiman, staf finance PT Bhakti Investama mencairkan cek Rp 340 juta tanggal 5 Juni 2012, sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah cek cair, Aep memaÂsukÂkan uang ke amplop coklat. AmÂplop itu lalu dimasukkan ke tas hitam. Setelah beres, Aep berÂgeÂgas meninggalkan kasir bank.
Cuplikan gambar itu ditunÂjukÂkan JPU untuk mencocokkan tas yang dipakai Aep, dengan tas yang diserahkan terdakwa peÂranÂtara suap James Gunaryo kepada petugas Ditjen Pajak Tommy Hindratno. “Tidak ada yang mengÂgunakan tas itu selain saya,†kata Aep di hadapan majelis haÂkim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam gambar, Aep terlihat memÂbawa uang dengan sebuah tas karton (paper bag) bertuliskan ‘Lennor’ berwarna hitam. Tas ini, menurut JPU, sama seperti tas saat James ditangkap KPK. NaÂmun, Aep menampik tas miliknya dipaÂkai untuk menyerahkan uang suap. “Ini saya bawa tasnya,†kataÂnya.
Lebih jauh, Aep mengatakan, pencairan cek diketahui direksi PT Bhakti Investama. “Sudah ditanÂdatangani Direktur KeuangÂan Wandhy Wira Riyadi dan DiÂrektur Dharma Putra Wati.â€
Namun Aep mengatakan, sepeÂngetahuannya, pencairan cek untuk pembayaran uang muka biaya publik ekspos. Bukan untuk kepentingan memberi succes fee atau suap. Tapi, dia mengaku, acaÂra publik ekspos itu batal dilakÂsanakan.
JPU juga memutar rekaman percakapan terdakwa James deÂngan sejumlah orang, seperti sakÂsi Antonius Tonbeng, KomÂisaris InÂdependen PT Bhakti InÂvesÂtama. Menurut jaksa, kesimpulan tersebut diambil setelah meminta keterangan dua saksi ahli.
Pemutaran rekaman suara itu untuk mematahkan argumen AnÂton yang bersikukuh, tak mengeÂnal James dan tak pernah berkoÂmuÂnikasi dengan terdakwa peranÂtara suap dari PT Bhakti ke peÂtuÂgas Ditjen Pajak Tommy HinÂdratÂno itu. “Itu bukan suara saya,†sanggah Antonius.
Dalam rekaman itu, menurut JPU, Antonius aktif menyiapkan succes fee untuk Tommy melalui JaÂmes. Apalagi, yakin jaksa, suara dalam rekaman itu menyeÂbut satu sama lain dengan pangÂgilan James dan Pak Anton.
Salah satu penggalan rekaman mengisahkan bagaimana dialog orang yang diyakini JPU sebagai James dengan Antonius. Dialog itu menyoal upaya James menÂdaÂpatkan komisi 10 persen dari perannya sebagai perantara suap. “Itu kan 10 persen, Saya ngoÂmong ke sono Rp 330, yang 10 juta kita bagi dua aja, mau nggak pak?†ucap suara orang yang diÂyakini JPU sebagai James.
Menanggapi itu, orang yang diyakini JPU sebagai Antonius menyatakan, “Kebanyakan itu, saya sih nggak usah.†“Nggak apa-apa, Bapak kan juga perlu,†kata James. “Harusnya lo ngamÂbil lebih gedean,†timpal Antonius.
Mendengar sanggahan dari Antonius, hakim bereaksi keras. “Kita nggak mau dipermainkan,†tegas hakim Alexander Marwata. HaÂkim Anwar pun ikut memÂbeÂronÂdong Anton dengan perÂnyaÂtaan keras. “Saksi sudah disumÂpah. Selain bertanggung jawab kepada Tuhan, ada juga sanksi hukum lainnya.â€
Dalam sidang pekan lalu, jaksa juga menghadirkan saksi AccounÂÂting Manajer PT Bhakti yang berÂnama Mayasari Dewi. Seperti AnÂtonius, Mayasari membantah reÂkaman percakapannya dengan JaÂmes yang diputar JPU KPK.
Piranti Digital Untuk Pembuktian
Alfons Leomau, Purnawirawan Polri
Purnawirawan Polri AlÂfons Leomau menilai, terdakwa seringkali membuat alibi untuk meloloskan diri dari jerat huÂkum. Jadi, jaksa maupun hakim idealnya mampu meminimalisir kemungkinan itu lewat berbagai metode.
“Hal yang paling penting, baÂgaimana majelis hakim memÂbuktikan keterangan terdakwa dalam rekaman sadapan itu, beÂnar atau tidak,†katanya, keÂmarin.
Untuk menguji hasil sadapan serta siapa pemilik suara, AlÂfons menyarankan, jaksa peÂnunÂtut umum dan majelis haÂkim menggunakan piranti tekÂnologi digital yang mampu mengidentifikasi suara.
Indikator digital yang mengÂguÂnakan berbagai karakteristik beÂrupa garis-garis dan grafik, akan menunjukan akurasi suara yang dideteksi. “Nanti akan terÂlihat, apakah keterangan terÂdakÂwa benar atau tidak. Pada sisÂtem tersebut, ukurannya mengÂgunakan indikator digital,†katanya.
Dengan kata lain, lanjut AlÂfons, siapa pemilik suara yang disadap atau terekam dalam meÂdia penyimpanan akan diÂketahui. Piranti teknologi terÂseÂbut, juga dapat dimanfaatkan untuk mengukur kebenaran keterangan seseorang.
Alat tersebut, katanya, juga bisa dipakai untuk memÂbukÂtiÂkan apakah hasil sadapan terÂseÂbut asli atau tidak. “Penggunaan tekÂnologi itu sangat berÂmanÂfaat. Selain bagi penegak huÂkum, juga buat para pihak yang berperkara,†tuturnya.
Alfons menyarankan pengÂgunaan piranti digital itu dalam persidangan lantaran terdakwa dan sejumlah saksi membantah hasil penyadapan tim KPK. BahÂkan, kemarin, terdakwa peÂrantara suap James Gunaryo membantah rekaman itu, meski dalam BAP mengakui nomor telepon seluler yang disadap tersebut adalah miliknya.
Bantahan senada disamÂpaiÂkan saksi yang merupakan KoÂmisaris Independen PT Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng dan saksi Accounting Manajer PT Bhakti yang bernama MaÂyasari Dewi di hadapan majelis haÂkim Pengadilan Tipikor JaÂkarta.
Perkara Suap Ada Perancangnya
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR SyaÂrifuddin Suding mengÂingatÂkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta cermat meÂngÂgali fakta perkara suap peÂnanganan pajak PT Bhakti Investama.
Beragam alibi yang muncul dalam sidang kasus suap kepada pegawai Ditjen Pajak Tommy Hindrato, lanjut dia, hendaknya tidak membuat kabur substansi perkara. “Tindak semua pihak yang memberikan suap serta seÂmua pihak yang menerima suap,†ujarnya.
Dia menggarisbawahi, di balik kasus suap ada aktor inÂtelektual sebagai perancangnya. Maka, selain ada dua pihak yang terlibat langsung, patut diduga ada pihak ketiga yang terlibat penyusunan skenario suap tersebut. Hendaknya, hal ini pun ditindaklanjuti secara menÂdalam. “Semua yang diduÂga terkait masalah ini harus diproses. Tidak boleh ada yang luput,†tandasnya.
Sedangkan berbagai alibi terÂdakwa dan saksi-saksi, meÂnuÂrut Syarifuddin, hal-hal seÂmaÂcam itu seringkali terjadi dalam persidangan. “Pengalaman haÂkim tipikor menghadapi perÂsoalan seperti itu, tentu sudah baÂnyak. Karena itu, saya perÂcaya hakim kasus ini akan memÂÂpertimbangkan semua fakÂta yang ada secara profesional.â€
Jadi, lanjut Syarifuddin, pihak-pihak yang selama ini meÂrasa tidak terlibat kasus terÂsebut, hendaknya tidak perlu risau. Apalagi galau dalam meÂnyikapi perkembangan perÂsidangÂan kasus tersebut. SeÂbaliknya, justru mereka dihaÂrapkan mau berperan aktif menyampaikan fakta dan bukti kepada penegak hukum.
“Teknisnya banyak yang bisa dilakukan. Salah satunya memÂberikan keterangan yang benar dan jujur dalam sidang. Itu suÂdah menjadi poin yang bagus,†ucap anggota DPR dari Partai Hanura ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: