KPK menerbitkan berita acara penolakan terhadap permintaan Siti Hartati Murdaya agar masa penahanannya tidak diperpanjang. Penerbitan surat itu untuk melegalkan perpanjangan masa penahanan Hartati selama 20 hari ke depan.
Menurut Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi JoÂhan Budi Sapto Prabowo, perÂpanÂjangan masa penahanan HarÂtati itu untuk mendalami kasus suap Bupati Buol Amran BaÂtaÂlipu. Soalnya, masih banyak keÂteÂrangan pihak lain yang perlu dijawab Hartati Murdaya.
“Perpanjangan masa peÂnaÂhaÂnan itu atas permintaan penyidik. Penyidik memerlukan waktu tamÂbahan untuk menggali data guna menyusun berkas perkara kasus ini,†katanya, kemarin.
Johan menambahkan, berita acaÂra perpanjangan masa penaÂhaÂnan diperlukan untuk melegalkan langkah penyidik KPK. Dengan kata lain, penolakan tersangka meÂnandatangani surat masa perÂpanÂjangan penahanan, tidak memÂpeÂngaruhi penyidikan. “SeÂsuai beÂrita acara, tersangka tetap ditahan seÂlama 20 hari ke depan,†ucapnya.
Patra M Zein, kuasa hukum Hartati bersikukuh, perpanjangan masa penahanan kliennya tidak berdasar. Soalnya, menurut Patra, kliennya kooperatif menjalani proÂses hukum. “Ada tiga dasar lagi untuk tidak memperpanjang peÂnahanan itu,†katanya.
Tiga alasan itu, sebutnya, meÂrujuk pada sidang terdakwa Yani Anshori, General Manajer PT Hardaya Inti Plantations (HIP) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis lalu (27/9). Pertama, daÂlam sidang tersebut, Direktur PT HIP Totok Lestiyo menyebutkan bahÂwa Hartati tak pernah memeÂrintahkan pengeluaran cek Rp 3 miÂliar untuk Amran Batalipu. “JaÂngankan memerintahkan atau menyuruh, mengetahui peÂnyeÂraÂhan cek pun tidak,†belanya.
Kedua, menurut Patra, pihak yang memberikan, menyuruh dan menginstruksikan penyerahan cek kepada Amran adalah Totok LesÂtiyo. Bukan Hartati. “Selaku Direktur PT Hardaya, Totok meÂngelabui Hartati,†dalihnya.
Tindakan Totok membohongi HaÂrtati, lanjut Patra, terÂidenÂtiÂfiÂkasi lewat upaya memecah uang suap Rp 3 miliar. “Pak Totok dan Pak Arim mengelabui dengan cara memecah cek Rp 250 juta seÂbanyak 12 lembar. Supaya Ibu HarÂtati tidak tahu,†tandasnya.
Tapi, menurut Johan Budi, perÂpanjangan masa penahanan terÂsangka tidak bisa ditawar-tawar. Penyidik memerlukan keterangan tambahan untuk melengkapi berÂkas perkara. “Itu wewenang peÂnyiÂdik, mereka masih meÂmerÂlukan keterangan tambahan, seÂhingga perlu perpanjangan masa penahanan tersangka,†tegasnya.
Johan menegaskan, penetapan staÂtus tersangka dan perpanÂjaÂngan masa penahanan Hartati, tiÂdÂak dilakukan atas pertimbangan atau intervensi pihak tertentu. “SeÂmata-mata karena memenuhi unsur pidana.
Sangkaan bahwa Hartati terÂlibat kasus ini, antara lain tampak dalam surat dakwaan Jaksa PeÂnuntut Umum (JPU) KPK teÂrÂhaÂdap Direktur Operasional PT HarÂdaya Inti Plantation (HIP), Gondo Sudjono Notohadi Susilo. Dalam dakwaan itu digambarkan pertemuan Hartati dan sejumlah anak buahnya, dengan Amran di Kemayoran, Jakarta. Isi perteÂmuÂan itu antara lain menyepakati pemÂberian Rp 3 miliar untuk Amran.
Tapi, bela Patra, Hartati mengÂhadiri pertemuan itu karena ada paksaan dari Totok. Dia menepis saÂngkaan bahwa pertemuan itu diÂrancang untuk memuluskan suap kepada Amran. MenuÂrutÂnya, isi pertemuan itu hanya terÂkait perkenalan Hartati dengan BuÂpati Buol. Tidak membahas maÂsalah suap. “Ibu Hartati sama seÂkali tak pernah memberi perÂseÂtujuan untuk memberi uang keÂpaÂda Amran,†tandasnya.
Seusai pemeÂrikÂsaan di Gedung KPK, Hartati meÂminta agar perÂkaranya segera diÂsidangkan. DeÂngan begitu, perÂsoaÂlan yang memÂbelitnya bisa seÂÂÂgera memiliki kepastian huÂkum.
“Saya hanya ingin yang beÂnar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah. Kalau terbalik-balik seperti ini, korbannya kaÂsiÂhan,†katanya.
REKA ULANG
Pertemuan Dengan Amran Di Kemayoran
Sangkaan bahwa pengusaha Siti Hartati Murdaya terlibat kaÂsus suap Bupati Buol Amran BaÂtaÂlipu, antara lain tampak dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap DiÂrektur Operasional PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Gondo Sudjono Notohadi Susilo.
Dalam dakwaan itu disebutkan, pada 1998, PT HIP memperoleh HGU seluas 22.780,866 hektar. Tapi, PT HIP kembali meÂngaÂjuÂkan permohonan HGU seluas 33.083,30 hektar. Permohonan ini belum disetujui karena ada keÂteÂntuan pembatasan lahan perÂkeÂbunan sawit seluas 20 ribu hektar.
Karena terbentur ketentuan itu, Gondo mengajukan permohonan izin lokasi atas nama PT Sebuku Inti Plantations seluas 4.500 hekÂtar. Lahan tersebut telah ditanami kelapa sawit. Lahan itu juga meÂrupakan bagian dari lahan seluas 33.083,30 hektar.
Atas rencana itu, pada 15 April 2012, Gondo mengikuti perteÂmuÂan di Gedung Pusat Niaga KeÂmaÂyoran, Jakarta. Pertemuan diikuti Amran Batalipu, Hartati MuÂrÂdaÂya, Totok Lestiyo dan Arim. DaÂlam pertemuan itu, berdasarkan dakwaan ini, Hartati meminta banÂtuan Amran agar menerbitkan surat izin lokasi dan mengurusi surat hak guna usaha atas lahan seluas 4.500 hektar yang dikelola PT HIP.
Hartati juga meminta Bupati membantu membuatkan surat pada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Surat itu terkait pengurusan HGU atas sisa lahan yang berada dalam izin lokasi seÂluas 75.090 hektar untuk PT HIP. Tujuannya, kata jaksa, agar BPN tak menerbitkan HGU untuk PT Sonokeling Buana, karena izin lokasi PT Sonokeling berada di dalam izin lokasi PT HIP.
Untuk keperluan itu, pihak PT HIP berjanji membantu Amran deÂngan meminta bantuan Saiful MuÂjani, reseach and consulting unÂtuk melakukan survei penÂcaÂloÂnan kembali Amran sebagai BuÂpati Buol.
Amran pun meÂnangÂgapi akan membantu Hartati. Lalu pada pertemuan 11 Juni 2012 di tempat yang sama, disÂeÂpaÂkati, Hartati akan memberikan dana Rp 3 miliar kepada Amran.
Pada malam harinya, perteÂmuan berlanjut di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Pertemuan dilaÂkuÂkan Hartati, Amran Batalipu, ToÂtok Lestiyo dan Arim. Pada perÂtemuan tersebut, Hartati mÂeÂmastikan, uang Rp 1 miliar akan diberikan melalu Arim. Sisanya, Rp 2 miliar akan disampaikan meÂlalui Gondo.
Lalu pada 12 Juni, pukul 16.30 WIB, Gondo dan Arim menemui Amran di showroom Metro Tiga Berlian, Jalan Yos Sudarso, JaÂkarÂta. Ketika itu, Amran kembali meÂnyatakan, akan membantu setelah menerima uang yang dijanjikan.
Selanjutnya, untuk melengkapi janji memberi uang Rp 3 miliar, Gondo ditemani Arim, pada 20 Juni 2012 mendapat perintah meÂngantar uang Rp 2 miliar kepada Amran. Uang Rp 2 miliar tersebut diÂpecah jadi tujuh bagian. RinÂcianÂnya, Rp 500 juta ditransfer atas nama Gondo via Bank ManÂdiri, Rp 500 juta lainnya diÂtransÂfer atas nama manajer keuangan PT HIP Dede Kurniawan via Bank Mandiri.
Sisanya, masing-masing Rp 250 juta ditranfer atas nama Seri ShiÂriton via Bank BNI, Rp 250 juta berikutnya dikirim oleh BenÂÂhard Rudolf Galenta via Bank BNI. Selanjutnya, uang sisa Rp 500 juta, dibawa tunai oleh Gondo seÂÂbaÂnyak Rp 250 juta dan Rp 250 juta lainnya diÂbawa Dede KurÂniawan.
Kasus Tetap Jalan Meski Tersangka Menolak Ditahan
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan MaÂgisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, peÂnoÂlaÂkan tersangka menanÂdaÂtaÂngani surat perpanjangan masa penahanan, sah secara hukum. Namun, proses pengusutan perÂkara ini tetap harus berjalan.
“Tersangka punya hak untuk menolak perpanjangan masa penahanan. Tapi, pertimbangan penolakan itu harus kuat. Tidak boleh hanya dilakukan berÂdaÂsarÂkan asumsi semata. Apalagi, kasus ini mendapatkan sorotan publik yang begitu besar,†kaÂtaÂnya, kemarin.
Kendati begitu, apapun alaÂsanÂnya, penolakan masa peÂrÂpanÂÂjangan penahanan itu meÂnÂjadi masukan bagi KPK untuk lebih profesional menangani perÂkara ini. Jika tetap menolak memberikan penangguhan peÂnaÂhanan, maka KPK harus ceÂpat menyelesaikan berkas perÂkara. “Idealnya, pengusutan perÂÂkara tidak berlarut-larut. SuÂÂpaya jelas, mempunyai keÂpasÂtian huÂkum yang mutlak,†tandasnya.
Kendati begitu, Iwan menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai alasan yang kuat untuk menahan atau memÂperÂpanjang masa penahanan seÂseÂorang. Perpanjangan masa peÂnahanan itu, katanya, dilandasi fakta-fakta kuat. Bukan diÂlakÂsanakan secara serampangan.
Lantaran itu, dia meminta seÂmua pihak merespon masaÂlah perpanjangan penahanan HarÂtati secara positif. “Saya perÂÂcaÂya, masih ada bukti-bukti lain yang digali penyidik KPK,†katanya.
Menurut bekas Direktur YaÂyasan Lembaga Bantuan HuÂkum Indonesia (YLBHI) AsÂfiÂnawati, perkara suap keÂpada BuÂpati Buol adalah tindak piÂdana yang tidak rumit. ArtiÂnya, pengusutan kasus ini tidak perlu waktu panjang serta meÂnguras energi yang besar.
“Kasus ini berangkat dari terÂtangkap tangannya pihak peÂnerima suap dan perantara suap,†katanya.
Peristiwa tangkap tangan iniÂlah yang menurut dia, memuÂdahkan penyidik membongkar mata rantai kasus penyuapan tersebut.
KPK Memiliki Kewenangan Paksa
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sindari mengakui, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki kewenangan paksa untuk memperpanjang masa penahanan tersangka.
Menurutnya, upaya KPK memÂperpanjang masa penaÂhaÂnan tersangka didasarkan pada pertimbangan hukum yang makÂsimal. “Itu adalah komÂpeÂtensi mereka. Kewenangan mereka,†katanya.
Jika tersangka menolak meÂnanÂdatangani surat perÂpanÂjaÂngan masa penahanan, lanjut Eva, hal itu tidak masalah bagi KPK. SoalÂnya, KPK mempuÂnyai keÂwenÂangan paksa. “KPK meÂmiÂliki keÂwenangan meÂmakÂsa terÂsangÂka untuk menjalani peÂnaÂhaÂnan dan sebagainya,†ingat dia.
Akan tetapi, Eva menilai, seÂlama ini KPK terkesan hanya mÂengambil tindakan maksimal. Lantaran itu, dia memÂpeÂrÂtaÂnyaÂkan, mengapa KPK tidak mau memberikan ruang lingkup yang cukup untuk tersangka memÂbela diri. “Tersangka belum tentu berÂsalah. Tidak salah bila meÂreÂka diberi ruang untuk memÂbela diri,†ucapnya.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP ini menambahkan, proses hukum di KPK hendaknya juga menimbang aspek-aspek kemaÂnusiaan. “Tidak saklek hanya meÂngedepankan pertimbangan hukum maksimal,†ujarnya.
Dia pun melihat beberapa ceÂlah atau kelemahan KPK dalam menangani kasus korupsi. KeÂlemahan-kelemahan tersebut, kata Eva, hendaknya diatasi. “DiÂperbaiki agar tidak terÂulang,†ucapnya.
Sementara itu, anggota KoÂmisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan, persidangan kaÂsus suap Bupati Buol mesti diÂtangani secara teliti. Rangkaian fakta yang terungkap di perÂsiÂdangan, hendaknya ditelusuri seÂcara intensif. Sebab dari situ, rangkaian peristiwa maupun keterkaitan para pihak bisa terÂlihat secara utuh. “Persidangan kasus ini harus benar-benar diÂcermati,†katanya.
Dia menduga, suap terhadap Bupati Buol ini dirancang dan dilaksanakan beberapa orang. Jadi, rangkaian peran terdakwa satu dengan terdakwa lain mauÂpun dengan tersangka lain akan terlihat. “Ini saling mengÂkait satu dengan lainnya,†tutur dia.
Karena itu, Taslim mengÂhaÂrapÂkan, hakim dan jaksa jeli melihat perkembangan atau hasil persidangan. Kejelian ini diperlukan agar apa-apa yang masih tersembunyi dalam kasus ini dapat terbongkar. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: