Tiga Hakim Pailitkan Telkomsel Diadukan ke KY

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 26 September 2012, 19:02 WIB
Tiga Hakim Pailitkan Telkomsel Diadukan ke KY
ilustrasi/ist
rmol news logo Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus pailit PT Telkomsel dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Pelapor adalah National Government Monitoring (NGM).

Laporan NGM diterima  Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Republik Indonesia, Suparman Marzuki. Hakim yang dilaporkan itu adalah hakim yang memutus perkara nomor 48/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST, yakni, Agus Iskandar (hakim ketua), Agus Irawan, dan Noer Ali. Perkara diputus pada 14 September 2012.

Direktur Eksekutif NGM, Ulung Purnama, mengatakan, ketiga hakim itu diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"Khususnya dugaan pelanggaran tidak bersikap profesional," kata Ulung di gedung KY, Jakarta, Rabu (26/9).

Ulung menegaskan, NGM bukanlah pihak dalam perkara pailit itu. Namun, merupakan anggota masyarakat yang menjalankan fungsi dan tanggung jawab dalam pengawasan penegakan hukum dan keadilan.

"Dengan adanya putusan pailit itu, kepentingan masyarakat terganggu karena adanya sita umum sehingga berpengaruh pada masyarakat dan penerimaan negara," terangnya.

Beberapa alasan yang menjadi dasar laporan, kata Ulung, adalah hakim mengabaikan asas hukum Non Adempleti Contractus. Artinya, satu pihak tidak melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya justru karena pihak lain tidak melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya.

"Fakta persidangan diketahui bahwa PT Prima Jaya Informatika (PJI) terbukti tidak memenuhi perjanjian kerjasama itu sendiri. Sehingga perkara ini berkaitan dengan wanprestasi dan yang berwenang mengadili adalah PN Jakarta Selatan," ujarnya.

Ulung mencontohkan, dalam persidangan terungkap bahwa pelanggaran perjanjian oleh PJI antara lain tidak mampu membangun komunitas Prima dan tidak mampu menjual produk sebanyak 10 juta kartu prabayar.

"Yang tercapai hanya 2,7 juta," sebut dia.

Lalu, kata Ulung, pendistribusian cross region juga bertentangan dengan perjanjian.

"PJI juga tidak melakukan pembayaran terhadap PO 9 Mei 2012 sebesar Rp 4,8 miliar."

Ulung meminta KY untuk memeriksa hakim perkara pailit dalam rangka menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"KY dapat memberikan rekomendasi yang menjadi pertimbangan dalam perkara ini agar hukum bisa dijalankan sebagaimana mestinya," tandasnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA