Majelis Hakim melacak peranan pengusaha lain di kasus suap pajak dengan terdakwa James Gunaryo. Pasalnya, sebelum putusan pengembalian pembayaran pajak PT Bhakti Investama (BI) Rp 3,2 miliar keluar, Komisaris Independen PT Bhakti Investama sempat menemui tim pemeriksa pajak hingga empat kali.
Ketua tim pemeriksa pajak PT BI Agus Totong, mengatakan, semÂpat bertemu Antonius TonÂbeng. Pertemuan dilakukan untuk membicarakan masalah kebeÂratÂan pajak PT BI. Akan tetapi, dia menepis anggapan bila perteÂmuÂan sengaja dirancangnya. PerÂteÂmuan dengan Antonius, tegasnya, dilaksanakan dalam kapasitas petugas pajak Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP-PMB), Gambir.
Keterangan Agus ini tak memÂbuat majelis hakim puas. Majelis haÂkim mencecarnya dengan perÂtanyaan seputar perkenalan deÂngan Antonius. Menurut Agus, ia bertemu Antonius pertama kali di kantornya. Pertemuan dengan AnÂtonius tersebut, sebelumnya diinÂformasikan oleh rekannya, terÂsangka Tommy Hindratno. KeÂtika itu, Tommy yang lebih dulu mengenal Antonius dan terÂdakwa James Gunaryo mengÂinÂformasikan rencana pertemuan deÂngan petinggi PT BI pada Agus. Namun Agus meÂnyeÂbutÂkan, tidak mau menemui utusan perusahaan yang masalah pajaknya tengah ditanganinya.
Karena keberatan menemui Antonius di luar kantor, maka perÂteÂmuan pun dilakukan di kanÂtor KPP-PMB. “Saya pertama kali diberitahu Tommy. Dia meÂngatakan, direksi PT BI ingin berÂtemu. Saya bilang di kantor saja. Saya baru tahu Anton Tonbeng pas bertemu di kantor setelah dia menyodorkan kartu namanya,†katanya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Sejak pertemuan tersebut, AnÂtonius sering bolak-balik ke KPP-PMB. Menurut saksi, sedikitnya perÂÂnah bertemu Antonius empat kali. Saat hakim menanyakan, apakah dalam pertemuan terseÂbut, saksi pernah diiming-imingi imÂbalan dalam menangani kasus pajak PT BI, Agus menepis hal terÂsebut. Dia bilang, ia dan timÂnya sama sekali tidak pernah menÂdapatkan janji-janji ataupun imbalan dari Antonius.
Fokus timnya adalah memerikÂsa data terkait pengajuan peÂngemÂbalian pembayaran pajak perÂusahaan milik Harry Tanu SoeÂdibyo. Empat kali pertemuan dengan utusan PT BI itu, sama sekali tidak mempengaruhi hasil penelitian pajak oleh tim yang dikomandaninya. Senada dengan Agus, saksi Hani Masrohim mengatakan, mengenal Antonius lewat Tommy. Demikian pula saksi Fery Syarifudin.
“Saya kenal lewat perantara Tommy Hindarto,†jelasnya. KeÂduaÂnya sama-sama mengaku tidak pernah bertemuAntonius di luar kantor. Mereka juga meÂnyeÂbutkan, tiap pertemuan dengan utusan PT BI itu selalu dilakukan bersama-sama. Lebih penting lagi, keduanya juga tidak pernah memÂbicarakan masalah di luar urusan keberatan pajak PT BI. DeÂngan kata lain, saksi dari KPP-PMB ini, kompak mengaku tidak pernah mendapatkan janji imÂbalan bila meloloskan keberatan pajak PT BI.
Agus menambahkan, selain empat kali bertemu dengan AntoÂnius, dia juga pernah berhuÂbungÂan lewat telepon. Namun Agus mengaku tidak pernah berinisiatif menghubungi Antonius. MakÂsudÂnya, komunikasi telepon terjadi karena Antonius mengontak dia untuk menanyakan kemajuan peÂmeriksaan pajak PT BI. Tapi dia tak ingat persis, berapa kali AntoÂnius menghubunginya.
“Kalau tidak salah, sekitar emÂpat sampai lima kali berhuÂbungan melalui telepon,†ucapnya. Saat ditanya hakim, kenapa dia meÂmanggil Antonius dengan seÂbutan bos, Agus menyatakan, seÂbutÂan itu ditujukan agar terkesan akrab.
Belakangan, begitu mendengar berita KPK menangkap Tommy Hindarto saat menerima suap terkait pajak yang ditanganinya dari James Gunaryo, ia dan teÂman-temannya kaget. Akibat peÂnangÂkapan dan pengusutan kasus terÂsebut, Agus dan konco-konÂcoÂnya pun terpaksa diseret-seret dalam pusaran kasus terÂsebut.
Selain diminta memberi keteÂrangan pada KPK, ketiga staf Ditjen Pajak itu juga terpaksa berÂurusan dengan pihak Inspektorat Pajak. Rangkaian pemeriksaan internal yang dilakoni ketiganya berÂakhir dengan keputusan muÂtasi. Agus dimutasi ke KPP-KeÂtapang, Kalbar, Hani Masrohim digeser ke Tobelo, Maluku Utara, dan Heru Munandar dipindah ke Sintang, Kalbar.
Agus tak mengetahui apakah mutasi ini terkait dengan kasus pajak PT BI. Yang jelas, dia meÂnyatakan, rangkaian perteÂmuan dengan Antonius sama sekali tiÂdak mempengaruhi hasil peÂmeÂriksaan pajak PT BI. Kalaupun ada putusan dan penetapan tenÂtang pengembalian pajak lebih bayar, tutur dia, hal itu memang diÂlatari adanya kekeliruan pengÂhitungan pajak, Bukan sengaja diseÂting oleh tim yang dipimÂpinnya. “Putusan itu diambil berÂdasarkan data yang kita teliti,†sergahnya.
REKA ULANG
Uang Suap Disimpan Dalam Kantong Hitam
Tanggal 11 Mei 2012, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan MaÂsuk Bursa (KPP PMB) meÂnerÂbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) PT Bhakti Investama. Surat itu berisi keterangan SPT Pph Badan 2010 dan SPT Ppn 2003 sampai 2010. Total keseluruhannya mencapai angka Rp 3.420.449.886.
James Gunaryo pada 25 Mei dihuÂbungi Komisaris Independen PT Bhakti Investama (BI) AntoÂnius Tonbeng. Antonius bilang, pemÂbayaran kelebihan pajak dari KPPN belum masuk rekening PT BI. Antonius mengingatkan keÂpada James agar mengirim kelebihan pajak itu ke rekening PT BI di Bank BCA.
Lalu pada 5 Juni 2012, James mengÂhubungi Antonius. DiinÂforÂmasikan, dana kelebihan pajak sudah diterima seluruhnya di reÂkeÂning PT BI nomor 4783011908 di BCA. Antonius menyamÂpaiÂkan, dari jumlah itu akan dikeÂluarkan Rp 350 juta dalam bentuk cek tunai.
Berkaitan dengan itu, staf FiÂnance PT BI Aep Sulaeman menÂcairkan cek BCA nomor AU 570649 Rp 340 juta. Cek itu ditandatangani Direktur PT BI Darma Putra Wati dan Direktur KeÂuangan PT BI Wandhy Wira Riady. Pencairan cek dilakukan di BCA Wahid Hasyim 82, JakÂpus. Cek dicairkan dalam uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Uang disimpan di paper bag hitam bertuliskan “LENNORâ€
Uang itu lalu dibawa ke PT BI. Selebihnya, Antonius meminta JaÂmes datang ke PT BI. Sekitar pukul 16.00 WIB, James yang mengendarai Toyota Harrier B 8334 DW mengambil uang untuk menyerahkannya kepada Tommy. Tapi, penyerahan baru dilakukan 6 Juni 2012.
Sebelum diserahkan ke Tommy, James mengambil baÂgian Rp 60 juta. Sisanya Rp 280 juta akan diserahkan kepada Tommy yang akan datang dari SuraÂbaya bersama ayahnya, HenÂdi Anuranto.
Setiba di Soekarno Hatta, TomÂmy dan Hendi naik taksi menuju RS Carrolus untuk menemui JaÂmes. Di tengah perjalanan, TomÂmy menelepon James agar perteÂmuan digeser ke Hotel Harris, Tebet, Jaksel. Namun, karena memÂpertimbangkan adanya cctv hotel, pertemuan digeser ke Restoran Sederhana, Jalan KH Abdullah Syafii, dekat Lapangan Ros, Tebet.
Di restoran, Tommy mengaku takut menerima uang tunai dari JaÂmes. Ia meminta terdakwa meÂnyeÂrahkan uang kepada ayahnya. James menurut. Dia meletakkan tas hitam berisi uang itu di samÂping kaki kiri Hendi. Tapi begitu, peyerahan selesai, petugas KPK mengÂgerebek mereka. Dari taÂngan para tersangka, petugas meÂnyita uang Rp 200 juta terdiri dari 20 gepok uang pecahan Rp 100 ribu dan uang Rp 80 juta yang terÂdiri dari 16 gepok uang pecahan Rp 50 ribu.
Beri Sanksi Berat Agar Pelaku Jera
M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyatakan, penyelesaian persoalan korupsi di sektor Pajak masih kurang efektif. Kekurang efektifan peÂngusutan perkara ini, terletak paÂda proses pengusutan serta sankÂsi pelanggaran yang seringkali masih rendah.
“Masalah pelanggaran oleh oknum Dirjen Pajak ini sudah seÂring terjadi. Anehnya, para peÂlaku sepertinya tidak jera-jera,†ujarnya. Tindakan oknum peÂgawai pajak yang terulang, kaÂtanya, dapat dilihat dari kaÂsus-kasus yang ada. Contohnya, adalah kasus Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika dan masih banyak lainnya.
Melihat persoalan yang munÂcul tersebut, Politisi PAN itu meÂminta agar penegak hukum beÂkerja maksimal. Maksudnya, penegak hukum tidak bekerja setengah-setengah alias hanya seÂadanya saja. Jika penindakan hukum separuh-separuh, bukan tidak mungkin, kasus-kasus peÂnyelewengan pajak akan terus terjadi.
“Oleh sebab itu, harus ada penindakan tegas. Kasus-kasus di sektor pajak harus ditunÂtasÂkan. Itu komitmen pertama yang harus dilaksanakan,†teÂgasÂnya. Dia mengatakan, peneÂgak hukum saat ini harus berÂpikir dan bekerja supaya kasus serupa tidak terjadi lagi.
Dia pun meminta, kasus ini diselesaikan dan dituntaskan secara proporsional. MaksudÂnya, setiap pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus ini hendaknya ditindak secara tepat dan tegas. Jadi, mereka sama seÂkali tidak boleh dibiarkan lolos dari jerat hukum yang ada. Dia menyarakan, salah satu cara untuk membuat jera pelaku peÂnyelewengan pajak, bisa dilakÂsanakan dengan menindak semua yang terlibat sampai akar-akarnya.
Dengan begitu, para pelaku kejahatan di sektor ini kapok atau jera. Setidaknya imbuh dia, mereka akan berpikir panjang ketika hendak melakukan keÂjaÂhatan pajak. Lebih jauh, Taslim meminta, penyidik tidak boleh alergi melakukan pengusutan. PeÂnyidik idealnya, memahami keinginan masyarakat yang menginginkan agar korupsi diperangi sejak dini.
“Dengan keterbukaan inforÂmaÂsi saat ini, jadi saya kira peÂnyidik jangan mencoba berÂmain-main dengan kasus koÂrupsi,†katanya. Diingatkan, piÂhak-pihak luar yang selama ini diduga acap mengintervensi penyidikan perkara korupsi juÂga harus dilawan.
Tuntaskan Pengusutan Di Tingkat Penyidikan
Yenti Garnasih, Pakar Hukum Pidana
Pakar Hukum Pidana Yenti Garnasih menilai, pengusutan kasus suap pajak PT Bhakti InÂvestama ini terkesan bertele-tele. Hal itu dikarenakan, pola peÂngembangan pengusutan yang kurang terarah.
“Saya melihat, pola penaÂnganÂan kasus ini cenderung tidak cepat,†ujarnya, kemarin.
Yenti berharap, penanganan perkara model ini tidak boleh diserahkan atau dibebankan seÂpenuhnya kepada hakim. MakÂsud dia, kasus-kasus seperti ini idealnya bisa selesai di tingkat penyidik. Tidak perlu sampai ke perÂsidangan. “Jadi siapapun yang terlibat dalam kasus ini suÂdah selesai di tingkat peÂnyiÂdikan. Tidak perlu harus dikemÂbangkan sampai pengadilan.â€
Kurang optimalnya penyeÂliÂdikan dan penyidikan perkara terÂsebut, bebernya, membuat keÂÂterlibatan sejumlah pihak tiÂdak terlihat secara jelas. Akibat hal tersebut, masyarakat juga bisa menilai bahwasanya kiÂnerja penyidik kasus ini kurang proÂfesional. “Saya juga tidak tahu kenapa penegak hukum, tamÂpak ragu untuk menyentuh orang-orang tertentu di kasus ini. Ada apa ini?†ucapnya.
Bekas model yang terjun ke duania hukum ini menyamÂpaiÂkan, penegak hukum hendakÂnya tidak setengah hati dalam meÂngusut perkara korupsi. MeÂreka harus lebih berani serta tiÂdak terkesan bersikap meÂlinÂdungi orang-orang tertentu.
Lebih jauh, Yenti meminta agar penyidikan kasus dugaan suap ini tak berhenti sampai di sini. Pengungkapan terkait siaÂpa pihak lain yang diduga meÂrancang serta mencairkan uang suap tersebut, harus dikemÂbangkan secara maksimal.
Boleh jadi, saran dia, teknis pengungkapan kasus-kasus ini maupun kasus penyelwengan pajak lainnya menggunakan UnÂdang-undang Pencucian Uang. Sebab lewat undang-unÂdang tersebut, siapapun yang diduga kecipratan dana hasil keÂjahatan bisa dimintai pertangÂgungÂjawaban hukum. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: