KPK Korek Petugas Rutan Cipinang Dan Salemba

Cek Info Perlakuan Istimewa Untuk Eks Wali Kota Cilegon

Jumat, 14 September 2012, 09:52 WIB
KPK Korek Petugas Rutan Cipinang Dan Salemba
Aat Syafaat

rmol news logo KPK menerima laporan mengenai dugaan perlakuan istimewa untuk bekas Wali Kota Cilegon Aat Syafaat, tersangka kasus korupsi tukar guling lahan dan pembangunan Dermaga Kubangsari, Cilegon, Banten di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Gara-gara laporan itu, se­orang petugas Rumah Tahanan Cipinang dan seorang petugas Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat diperiksa KPK. Tapi, belum jelas betul, kenapa petugas Rutan Salemba itu diperiksa juga, meski Aat ditahan di Rutan Cipinang.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, pemeriksaan staf Rutan Cipinang dan Rutan Salemba itu, tidak ber­kaitan langsung dengan kasus korupsi yang telah menyeret Aat se­bagai tersangka. Melainkan, di­latari laporan mengenai dugan perlakuan istimewa untuk Aat di ru­mah tahanan.

Kendati begitu, Johan belum mau membeberkan, seperti apa per­lakuan khusus untuk Aat yang dilaporkan ke Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi. Yang pasti, ka­ta­nya, KPK perlu mengecek, apa­kah laporan tersebut mengandung kebenaran.

“Ada staf dari Rutan Ci­pinang dan Salemba yang dimintai ke­te­rangan,” katanya, kemarin.

Kedua staf rutan yang dikorek keterangannya itu adalah Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Sa­lemba Heru Aries Susila dan staf Tata Usaha (TU) Rutan Cipinang Titok Harjadi. Pemeriksaan me­reka dilakukan dalam waktu yang bersamaan, meski tim yang me­me­riksanya berbeda.

Namun, Johan mengaku be­lum bisa menguraikan hasil pe­me­rik­sa­an tersebut. Tapi, kata­nya, kete­rangan kedua staf rutan itu men­jadi masukan bagi penyi­dik kasus Aat.

Mengenai pemeriksaan terse­but, KPR Rutan Salemba Heru Aries Susila menolak mem­be­ri­kan keterangan. Dia meminta kon­firmasi dilayangkan kepada pihak KPK saja. Kabiro Humas KPK Johan Budi menyatakan, dua petugas rutan itu berstatus saksi.

Menanggapi pemeriksaan itu, Kepala Rutan Cipinang Saiful Sahri mengaku tidak tahu, kenapa KPK mengorek keterangan anak buahnya. Menurut dia, staf yang diperiksa KPK itu, sama sekali ti­dak punya kaitan dengan teknis pe­nahanan tersangka. “Karena Tito adalah staf tata usaha,” katanya.

Saiful pun mengaku, sejak ma­suk Rumah Tahanan Cipinang, Aat mendapatkan perlakuan yang sama seperti tahanan lainnya. “Tidak ada perlakuan khusus,” ucapnya.

Dia menambahkan, fungsi ru­tan hanya menerima titipan te­r­sang­ka yang ditetapkan KPK, ke­jaksaan maupun kepolisian. Pe­nitipan tahanan itu pun baru bisa diterima tatkala masih ada tempat yang lowong. Karena itu, untuk kelancaran proses penahanan,  koordinasi  jajarannya dengan KPK, kepolisian dan kejaksaan terus berjalan.  

Keterangan sakit tersangka, lan­jut Saiful, juga menjadi per­tim­bangan pihak rumah tahanan un­tuk berkoordinasi dengan pe­nyidik Komisi Pemberantasan Ko­rupsi, tim kuasa hukum, dok­ter rutan maupun dokter KPK.

Hal senada disampaikan kuasa hukum Aat, Maqdir Ismail. Me­nu­rut Maqdir, kliennya tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus. “Selama menghuni Ru­tan Cipinang, dia diperlakukan sama dengan tahanan kasus ko­rupsi lain,” katanya.

Aat ditahan di blok tahanan per­kara korupsi. Dia menempati sel isolasi sendirian. Selnya 3 kali 4 meter. Isi sel itu kasur lipat, le­m­ari, kamar mandi atau wc. Se­lanjutnya, Maqdir mengaku tidak mengetahui, apa alasan penyidik KPK memeriksa dua staf rumah tahanan yang berbeda.

REKA ULANG

Herman Felani Juga Kesenggol Aat

Bukan hanya menyenggol pe­tugas rutan, perkara korupsi tukar guling lahan dan pembangunan Dermaga Kubangsari, Cilegon, Ban­ten dengan tersangka bekas Walikota Cilegon Aat Syafaat juga membuat aktor tahun 80-an, Herman Felani diperiksa penyi­dik KPK sebagai saksi.

Sejauh ini, KPK masih me­la­cak dugaan keterlibatan pihak lain, di luar Aat. Untuk itu, pe­nyi­dik membutuhkan kesaksian Herman. Lantaran itu, Herman yang merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan iklan Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta ini, harus kembali datang ke Gedung KPK pada Kamis pekan lalu (6/9).

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha tidak mau memastikan, apakah perusahaan Herman, PT Bumi Vision Abadi terlibat pro­yek pembangunan dermaga ter­sebut. Dia hanya mengatakan, pemeriksaan Herman sebagai saksi, diperlukan untuk men­dalami kasus ini. Selain itu, untuk melengkapi berkas perkara ter­sangka Aat.

Saat tiba di Gedung KPK, Her­man mengaku tidak tahu kenapa dipanggil sebagai saksi kasus pembangunan Dermaga Ku­bang­sari. Kemudian, seusai menjalani pemeriksaan selama empat jam, dia mengaku tidak terkait perkara korupsi ini. Kendati begitu, Her­man mendapatkan 30 pertanyaan dari penyidik. “Pemeriksaan me­nyoal masalah identitas,” ucapnya.

Kepada penyidik, kata Her­man, dirinya mengaku tidak tahu sama sekali bagaimana tender proyek, pembangunan dermaga maupun tukar guling lahan antara Pemkot Cilegon dengan PT Kra­katau Steel. “Hasil pemeriksaan ini, saya tidak terkait. Kebetulan saja namanya sama, mungkin Her­man Felani yang lain,” katanya.

Sekadar mengingatkan, Pem­kot Cilegon melakukan tukar gu­ling lahan dengan PT Krakatau Steel. Hasilnya, Pemkot mem­bangun Dermaga Kubangsari di lahan yang semula milik PT Kra­katau Steel. Sedangkan Krakatau Steel membangun pabrik di lahan yang semula milik Pemkot Cilegon.

Pada April lalu, KPK me­ne­tapkan bekas Walikota Cilegon Aat Syafaat sebagai tersangka ka­sus tukar guling lahan milik Pe­merintah Kota Cilegon dengan la­han milik PT Krakatau Steel (KS) untuk pembangunan Pelabuhan Kubangsari, Cilegon, Banten. Aat disangka menyalahgunakan we­wenangnya sebagai Walikota dalam tukar guling lahan itu, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 11 miliar. Dia kemudian ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur.

Aat yang menjabat Walikota Cilegon periode 2005-2010 itu, menandatangani nota kese­pa­ha­man dengan PT KS dalam hal tukar guling lahan untuk pem­ba­ngu­nan pabrik Krakatau Posco dan Pelabuhan Kubangsari.

 Dalam tukar guling itu, Pem­kot Cilegon menyerahkan lahan seluas 65 hektar di Kelurahan Ku­bangsari kepada PT KS untuk membangun pabrik Krakatau Pos­co.­ Sedangkan PT KS menye­rah­kan tanah seluas 45 hektar ke­pada Pem­kot Cilegon untuk pem­ba­ngu­nan dermaga pelabuhan.

Perlu Pembenahan Bukan Sekadar Penindakan

Hendardi, Direktur Setara Institut

Direktur Setara Institut Hendardi berharap, perlakuan terhadap para tahanan di rutan maupun narapidana di lembaga pemasyarakatan, tidak dibeda-bedakan.

Hendardi menambahkan, ta­hanan dan narapidana memiliki hak-hak yang harus dipenuhi. Akan tetapi, hak tersebut sama. Tidak boleh ada tahanan atau ter­p­idana yang diistimewakan ke­timbang lainnya.

“Sama se­ka­li tidak boleh ada perlakuan khusus kepada ta­ha­nan dan na­rapidana tertentu. Se­muanya mesti diperlakukan sama,” ingatnya.

Dia menambahkan, problem penanganan tahanan dan na­ra­pidana sangat kompleks. Ben­tuk-bentuk diskriminasi per­la­kuan terhadap tahanan atau ter­pidana tertentu, seringkali me­nyulut pecahnya konflik di ru­mah tahanan atau lembaga pe­masyarakatan.

Makanya, dia mendukung pembenahan rutan dan lapas. Akan tetapi, dia mewanti-wanti agar upaya pembenahan dilaku­kan secara komprehensif. Tidak boleh dilaksanakan tentatif atau hanya dalam waktu-waktu tertentu saja. “Apalagi sesaat, ke­tika ada preseden tertentu saja,” tandasnya.

Hendardi berharap, peme­rik­saan staf rutan oleh KPK, mem­bawa hasil bagi perbaikan mutu pengawasan dan pelayanan ta­ha­nan. Dari situ, apa-apa yang menjadi kekhawatiran masya­rakat, hendaknya bisa dicari­kan solusi bersama-sama. “Jadi, tidak melulu hanya me­ngejar aspek penindakan hu­kum saja,” tuturnya.

Hal lain yang tidak kalah pen­ting dan perlu diperhatikan, ba­gai­mana aspek pembenahan stuk­tural berikut sistem yang di­terapkan di rutan maupun lapas, berjalan sesuai kori­dornya.

Asumsi Miring Tak Sepenuhnya Bisa Disalahkan

Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat mendorong KPK untuk lebih progresif mengungkap kasus korupsi tu­kar guling lahan dan pem­ba­ngunan Dermaga Kubangsari, Cilegon, Banten.

Dia juga meminta, peme­rik­saan terhadap unsur petugas ru­mah tahanan, hendaknya mam­pu membuat kasus ini terang-benderang.

Soalnya, kata Mar­thin, belum adanya titik terang s­e­putar ala­san pemeriksaan pe­tugas rutan, membuat tanda ta­nya besar. Akibatnya, beragam asumsi se­putar dugaan pe­nye­le­wengan pun tak bisa dihindari.

“Asumsi dan penafsiran mi­ring terkait penyelewengan itu, tidak sepenuhnya salah. Soal­nya, sejauh ini, banyak laporan dan informasi seputar perlakuan istimewa kepada para tahanan dan narapidana,” ujar anggota DPR dari Partai Gerindra ini.

Untuk itu, lanjut Marthin, me­mang seharusnya KPK me­respon laporan-laporan ters­e­but. Jika benar ada bentuk-ben­tuk penyimpangan, tentu harus ditindak. Yang paling penting, apakah ada alat bukti yang cu­kup untuk membenarkan tud­u­han-tuduhan tersebut.

Dia meminta, pemeriksaan dua petugas rutan itu benar-be­nar dimanfaatkan secara opti­mal. Hal tersebut, menurut­nya, sangat penting dalam up­aya mewujudkan azas keadilan hu­kum. Paling tidak, ada kese­ta­raan nasib dan perlakuan terha­dap setiap para tahanan maupun narapidana.

“Tidak ada istilah perlakuan khusus. Semua ta­ha­nan harus diperlakukan sama,” tandasnya.

Selain itu, pemeriksaan staf rutan ini juga bisa menjadi alat untuk meningkatkan profesio­nalisme kinerja petugas rutan. Mi­nimal, menurut Marthin, men­jadi sok terapi petugas agar tidak main-main dalam melak­sa­nakan tugasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA